Yangon, MINA – Empat anak Muslim Rohingya tewas oleh ledakan ranjau darat di Negara Bagian Rakhine barat Myanmar pada Selasa (7/1).
Lima anak-anak lain dan guru mereka juga terluka ketika mereka menginjak ranjau darat saat pergi untuk mengumpulkan kayu bakar di desa Kyauk Yan, kata jurubicara militer Brigadir Jenderal Zaw Min Tun melalui telepon.
Mereka yang terluka dirawat di rumah sakit setempat dan tiga dalam kondisi serius, katanya, seperti dilaporkan Channel News Asia.
Dia mengatakan, ranjau darat diletakkan oleh para pejuang Tentara Arakan, sebuah kelompok bersenjata yang merekrut sebagian besar dari mayoritas umat Buddha Rakhine.
Baca Juga: Kota New Delhi Diselimuti Asap Beracun, Sekolah Diliburkan
Seorang jurubicara Tentara Arakan, yang menginginkan lebih banyak otonomi bagi negara bagian Rakhine, menyalahkan ledakan pada militer.
“Satu kepala anak hancur. Kami hanya bisa mengambil mayatnya. Kami membawa mayat-mayat itu ke keluarga mereka dan dikuburkan di malam hari,” kata seorang warga desa yang meminta tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan.
Kondisi konflik
Tahun lalu, 143 anak-anak terbunuh atau terluka dalam berbagai perang saudara yang terjadi di sepanjang perbatasan Myanmar, kata Dana Anak-anak PBB.
Baca Juga: Ratusan Ribu Orang Mengungsi saat Topan Super Man-yi Menuju Filipina
Puluhan ribu orang telah mengungsi di negara bagian Rakhine sejak pertempuran pecah Desember lalu.
Wilayah itu menjadi perhatian global pada tahun 2017 ketika lebih dari 730.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari tindakan keras militer yang menurut para penyelidik PBB dilakukan dengan “niat genosidal”.
Beberapa ratus ribu tetap di Myanmar. Mereka hidup dalam kondisi seperti apartheid, terkurung di kamp-kamp dan desa-desa dan tidak diberi akses ke pendidikan dan perawatan kesehatan.
Myanmar mendorong para pengungsi untuk kembali dari kamp-kamp Bangladesh, tetapi kebanyakan menolak, dengan alasan penganiayaan dan konflik.
Baca Juga: Filipina Kembali Dihantam Badai
Pemberontakan etnis Rakhine, yang diyakini mencakup ribuan pemberontak, dianggap sebagai ancaman bagi pemerintah Aung San Suu Kyi.
Pemberontak dituduh telah menculik penduduk desa, administrator dan pejabat lokal dan memerintahkan pajak atas bisnis.
Seorang anggota parlemen dari partai berkuasa Aung San Suu Kyi masih hilang setelah diculik pada bulan November. Seorang pejabat partai lainnya meninggal setelah diculik pada bulan Desember. (T/RS2/RI-1)
Baca Juga: Iran, Rusia, Turkiye Kutuk Kekejaman Israel di Palestina dan Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)