Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Kadang dalam meniti jalan perjuangan di jalan Allah (jihad fi sabilillah), seperti melalui dunia dakwah, pendidikan, pemberitaan, sosial, pembinaan dan sebagainya, timbul rasa lemah semangat.
Sedikitnya ada empat penyebab mengapa semangat jihad itu melemah, yaitu:
Pertama, Karena Lemahnya Aqidah
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Misalnya ada sebuah perasaan atau pemikiran bahwa dengan menekuni jihad dapat mempercepat kematian, kemunduran, ketidakberhasilan dan keterbelakangan. Sementara lari dari Jihad, atau menjauhi menekuni perjuangan, akan memperpanjang kehidupan, lebih bisa sukses, dapat meraih apa yang diinginkannya dari dunia ini.
Hal ini tentu bertentangan dengan sifat Allah yang justru maha menghidupkan dan mematikan segalanya. Degradasi aqidah ini juga terlihat pada imannya kepada surga Allah, yang berarti mundurnya seorang mukmin dari kancah Jihad berarti melemahnya kerinduannya terhadap mati syahid yang jaminannya ampunan dan surga Allah. Maka Aqidah Islam yang benar harus selalu unggul dalam segala bentuknya.
Lemahnya aqidah disebabkan terkondisi dengan pekerjaan sehari-hari dan lingkungan tempat kerja yang jauh dari aqidah Islam, miskin ibadah, kering dari nasihat kebenaran.
Allah mengingatkan di dalam ayat:
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِٱللَّهِ وَكُنتُمْ أَمْوَٰتًا فَأَحْيَٰكُمْ ۖ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya: “Mengapa kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 28).
Kedua, karena Minimnya Penghayatan
Orang-orang kafir yang memiliki pemikiran bathil saja siap berjuang dan menggadaikan nyawanya demi kebathilannya. Sungguh ironis jika orang-orang beriman melarikan diri dari Jihad hanya karena takut mati, padahal membawa pemikiran yang haq.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Surat Al-Anfal ayat 17 dan 18 Allah menegaskan keterlibatannya di dalam jihad hamba-hamba-Nya yang beriman. Bahwa semua yang dilakukan oleh orang-orang yang beriman, seperti memanah, melempar, mungkin juga menulis, berbicara, dan seterusnya, pada hakikatnya Allah-lah yang melakukannya sebagai balasan yang baik bagi orang-orang yang beriman.
Dan memang begitulah cara Allah menghinakan orang-orang kafir. Ini yang harus kita hayati dalam perjuangan. Firman-Nya:
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاَءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ( ) ذَلِكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ مُوهِنُ كَيْدِ الْكَافِرِين َ( )
Artinya : “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mu’min, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Itulah (karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu), dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu daya orang-orang yang kafir.” (Q.S. Al-Anfal [8]: 17-18).
Ayat ini sekaligus menanamkan kepada kita agar hati kita selalu bersih dari bangga diri, yang selalu menjadi penyakit Jihad. Sebagaimana yang pernah Allah berikan pelajaran ini kepada orang-orang beriman dalam peristiwa Hunain dalam surat At-Taubah [9]: 25.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mu’minin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu, maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfa`at kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (Q.S. At-Taubah [9]: 25).
Kebersihan diri kita dari sifat ini akan membawa kita kepada sifat tawadhu. Maka barangsiapa yang bertawadhu (rendah hati). Inilah karakter mujahid, baik secara individu, atau bersama, tidak satupun yang berani mengatakan hasil perjuangan ini karena saya. Namun semuanya dikembalikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Perjuangan suatu Jama’ah tidak pernah bergantung dan membutuhkan siapapun. Namun orang-orang beriman-lah yang sesungguhnya membutuhkannya. Jika seorang tidak tawadhu di dalam jihadnya, maka timbullah perasaan–perasaan bahwa peran dirinyalah yang paling penting.
Sebaliknya, jika pun medan jihad dan dakwah itu ditinggalkan oleh seseorang atau sekelompok orang, maka pasti akan dihadirkan oleh Allah orang lain atau sekelompok lainnya yang lebih baik daripada mereka yang meninggalkannya itu. nah, kerugian tentu berada di pihak yang meninggalkannya. Dakwah Islam ini akan terus berjalan bersama atau tidak bersama kita.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Allah mengingatkan kita di dalam ayat:
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَن يَرۡتَدَّ مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَسَوۡفَ يَأۡتِى ٱللَّهُ بِقَوۡمٍ۬ يُحِبُّہُمۡ وَيُحِبُّونَهُ ۥۤ أَذِلَّةٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ يُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوۡمَةَ لَآٮِٕمٍ۬ۚ ذَٲلِكَ فَضۡلُ ٱللَّهِ يُؤۡتِيهِ مَن يَشَآءُۚ وَٱللَّهُ وَٲسِعٌ عَلِيمٌ (٥٤) إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ ٱللَّهُ وَرَسُولُهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَهُمۡ رَٲكِعُونَ (٥٥) وَمَن يَتَوَلَّ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُ ۥ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ فَإِنَّ حِزۡبَ ٱللَّهِ هُمُ ٱلۡغَـٰلِبُونَ (٥٦)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas [pemberian-Nya] lagi Maha Mengetahui. (54)Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk [kepada Allah]. (55)Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut [agama] Allah [1] itulah yang pasti menang. (56)”. (Q.S. Al-Midah [5]: 54-56).
Ketiga, karena terjerat Riba
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengingatkan :
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ
Artinya : “Apabila kalian telah berjual beli dengan cara al-‘inah dan kalian telah ridha dengan perkebunan dan kalian telah mengambil ekor-ekor sapi dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian suatu kehinaan yang (Allah) tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada agama kalian”. (H.R. Abu Daud).
Sabda Nabi ini, sangat penting arti dan maknanya. Kala umat ini meninggalkan sistem ekonomi yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, bahkan kemudian mengambil sistem riba. Kita tahu akan hal ini. Padahal Allah telah mengharamkannya. Kita juga telah tahu, riba tidak akan pernah menguntungkan, baik pada pihak pertama maupun kedua.
Selain hal ini, di antara beberapa ayat Al-Quran dan sunnah Nabi-Nya menunjukkan pengharaman terhadap riba. Karena memang, syariat Islam, bukan untuk mendzalimi manusia, tapi untuk memberikan rasa keadilan, kenyamanan dan juga kesejahteraan yang sifatnya fitrah manusiawi. Maka langkah yang harus diusahakan dalam hal ini adalah kembali pada sistem ekonomi syariah Islam. Sebab semakin terjerat ke dalam sistem riba, semakin terperosok ke dalamnya. Syaitan terus menjeratnya,dan hidupnya menjadi tidak tenang seperti ada kegilaan akibat dikejar-kejar riba.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Allah Ta’ala mengingatkan di dalam Al-Quran :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 275).
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ
Artinya : “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 276).
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. ” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 278).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Bagaimana mereka tidak memikirkan perjuangan di jalan Allah, sebab sudah terjebak dalam lumpur riba. Maka, tidak ad acara terbaik kecuali dengan bertaubat dan meningalkannya.
Keempat, Karena Cinta dunia dan takut mati
Banyak ayat-ayat yang memberikan penjelasan bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Hidup ini semu, dalam artian, dunia bukanlah tempat persinggahan terakhir bagi perjalanan kehidupan. Ada kehidupan lain yang abadi. Ketika di sana nanti, tiada yang dapat memberikan manfaat kecuali hanya amal kita sendiri.
Kita juga tahu akan hal ini. Oleh itu, kita diperintahkan oleh Allah untuk memanfaatkan kebutuhan dunia untuk kepentingan akhirat. Namun banyak juga, dari umat ini, atau bahkan mungkin kita, terjebak dalam mencintai dunia. Ketika kita cinta dunia, maka penyakit akut dan kronis; takut mati, pasti membayangi dalam perjalanan hidup ini.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Cinta dunia dan takut mati, inilah suatu penyakit hati yang ditakutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam akan terjadi pada umatnya. Jika penyakit ini muncul, maka orang tersebut mudah sekali untuk meninggalkan syariat Islam, mudah memakai sistem lain, dan meninggalkan jihad. Orang dapat berlomba-lomba dalam mengalirkan darah, dan menginjak-injak hak-hak saudaranya.
Marilah kita renungkan kembali sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berikut,
يُوشِكُ الْأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى الْأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا فَقَالَ قَائِلٌ وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ قَالَ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ وَلَيَنْزَعَنَّ اللَّهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلَيَقْذِفَنَّ اللَّهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْوَهْنُ قَالَ حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ
Artinya : “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.” Maka seseorang bertanya, ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahn.” Seseorang bertanya, ”Wahai Rasulullah, apakah Al-Wahn itu?” Nabi Shallallahu ’Alaihi Wasallam bersabda, ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud).
Inti pengertian hadits ini, bahwa umat Islam akan menghadapi ujian yang cukup berat, yang berusaha untuk mengikis nilai-nilai Islam, bukanlah hanya dari kaum Yahudi dan Nasrani saja, melainkan dari kalangan orang-orang yang tidak bertuhan. Juga orang-orang yang mempunyai keimanan. Para musyrikin, munafikin dan orang-orang yang fasikin.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam
Besarnya umat ini, tidak akan berarti bagi mereka, karena umat ini telah terjangkit penyakit akut, cinta dunia dan takut mati. Jenis penyakit ini melemahkan sendi iman, dan merontokkan nilai-nilai Islam dari dalam diri seorang muslim. Hingga mudah terombang-ambing oleh keadaan dan isu buruk dari mereka.
Maka hal yang kita perhatikan adalah kembali pada tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dengan terus berpegang teguh pada tali agama Allah (Islam) dengan berjama’ah, tidak mudah berpecah-belah.
Penutup
Semangat jihad bagi kaum muslimin wajib kiranya untuk terus dikumandangkan agar manusia-manusia yang lalai segera kembali ingat akan fungsinya sebagai pengemban amanah. Justru kondisi akhir jaman kini memerlukan perjuangan dari segala lini dan diberbagai tempat.
Hal ini sebagai upaya memenuhi seruan ayat 60-65 surah Al-Anfal, yang berbunyi :
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَءَاخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ () وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ () وَإِنْ يُرِيدُوا أَنْ يَخْدَعُوكَ فَإِنَّ حَسْبَكَ اللَّهُ هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ () وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ () يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ () يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى الْقِتَالِ إِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ عِشْرُونَ صَابِرُونَ يَغْلِبُوا مِائَتَيْنِ وَإِنْ يَكُنْ مِنْكُمْ مِائَةٌ يَغْلِبُوا أَلْفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَفْقَهُونَ
Artinya : “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan). (60). Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (61). Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mu’min, (62). dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (63). Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mu’min yang mengikutimu. (64). Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang (yang sabar) di antaramu, mereka dapat mengalahkan seribu daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.(65). (Q.S. Al-Anfal [8]: 60-65).
Semoga kita dapat terhindar dari sebab-sebab melemahnya semangat berjuang di Jalan Allah ini. Jikapun suatu saat sedang menghampiri kita, maka kita pun akan bersegera menyadarinya. Sebab begitulah mental para pejuang yang selalu memegang teguh prinsip, “Hidup Mulia atau Mati Syahid” dalam perjuangan di jalan Allah. Jangan sampai usia hidup kita tersia-siakan oleh tipu daya gemerlap dunia. Aamiin. (P4/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)