Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat Pokok Pembahasan Omnibus Law Jaminan Produk Halal

Rana Setiawan - Selasa, 21 Januari 2020 - 16:38 WIB

Selasa, 21 Januari 2020 - 16:38 WIB

2 Views

Jakarta, MINA – Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) termasuk yang dibahas dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Beberapa pasal di dalamnya, terdampak dalam pembahasan penyusunan RUU tersebut.

Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Mastuki mengaku pihaknya ikut terlibat dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja. Pembahasan yang melibatkan pihak Kemenko Perekonomian, Kemenkeu dan Kementerian/Lembaga terkait ini sudah berlangsung hingga pertengahan Januari 2020.

Menurut Mastuki, dalam serangkaian pembahasan yang telah dilakukan, Omnibus Law dalam konteks jaminan produk halal ditekankan pada empat hal.

Pertama, penyederhanaan proses sertifikasi halal. “RUU Omnibus Law ini semangatnya pada percepatan waktu proses sertifikasi halal, baik di BPJPH, MUI, maupun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Jadi harus ada kepastian waktu,” jelas Mastuki di Jakarta, Selasa (21/1), demikian keterangan pers Kemenag.

Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen

Kedua, pembebasan biaya bagi usaha mikro dan kecil (UMK) saat akan mengurus sertifikasi halal. “Istilah yang muncul dalam pembahasan adalah di nol-rupiahkan. Di UU JPH sebelumnya menggunakan istilah ‘fasilitasi bagi UMK’,” jelasnya.

Ketiga, mengoptimalkan peran dan fungsi LPH, auditor halal, dan penyelia halal untuk mendukung pelaksanaan sertifikasi halal. “Sejumlah persyaratan, prosedur, dan mekanismenya akan disesuaikan,” tambahnya.

Keempat, sanksi administratif dan sanksi pidana. “Arahnya bagaimana mendorong pelaku usaha untuk melakukan sertifikasi halal. Jadi pendekatan yang dikedepankan adalah persuasif dan edukatif. Karena itu, dalam pembahasan kami menghindari sanksi pidana, hanya sanksi administratif,” ujarnya.

Mastuki mengaku ada banyak pasal dalam UU 33 tahun 2014 yang dibahas dan akan mengalami penyesuaian. Beberapa pasal dimaksud antara lain: pasal 1, 7, 10, 13, 14, 22, 27-33, 42, 44, 48, 55, 56, dan 58.

Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku

“Pasal 4 tentang kewajiban sertifikasi halal bagi produk, tidak jadi pembahasan,” pungkasnya.(R/R1/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?

Rekomendasi untuk Anda

MINA Preneur
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia
Indonesia