Jakarta, MINA – Era revolusi industri 4.0 menuntut pemerintah untuk melakukan inovasi, termasuk dalam sistem tata kelolanya. Tentunya demi meningkatkan perfoma atau pelayanan yang prima kepada para pemangku kepentingan.
Melalui pemanfaatan teknologi informasi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) meluncurkan SIRenang (Sistem Informasi Perencanaan dan Penganggaran) di Gedung D Kemenristekdikti Jakarta, Rabu (18/4).
SIRenang merupakan sebuah sistem online terintegrasi untuk perencanaan program dan anggaran di lingkup Kemenristekdikti. Sistem ini dirancang untuk memperbaiki sistem akuntabilitas khususnya di bidang perencanaan dan penganggaran.
Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti Ainun Na’im mengatakan sistem yang baru ini sebagai bentuk _self disruption_ dimana Kemenristekdikti melakukan penggantian sistem yang lama dengan sistem yang baru dengan memanfaatkan teknologi digital.
Baca Juga: Pesantren Shuffah Al-Jamaah Tasikmalaya Jalin Kerja Sama dengan UIN Syarif Hidayatullah
“Selama ini dalam pembahasan program kerja dan anggaran kita melakukan banyak rapat dengan mengundang semua satuan kerja (satker) di Kemenristekdikti. Dengan adanya sistem ini akan mengurangi banyak kegiatan rapat yang menghabiskan banyak biaya sehingga lebih efisien,” terang Ainun.
Lebih lanjut, dikatakan Ainun sistem ini juga mengurangi penggunaan kertas atau paperless sehingga ikut mendukung pelestarian lingkungan. Lainnya, sistem ini juga dapat meningkatkan tingkat transparansi dan akuntabilitas.
Melalui SIRenang proses perencanaan lebih terintegrasi dan sistem ini akan menghubungkan satker daerah dengan satker pusat. SIRenang juga memberikan fasilitas komunikasi yang lebih baik antara satker daerah dengan satker pusat, dimana satker pusat dengan Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal yang bertugas melakukan penelitian serta Inspektorat Jenderal bertugas melakukan reviu terhadap program dan anggaran.
Dalam penggunaan sistem ini nantinya masing-masing satker mengunggah rencana kerja program dan anggarannya. Kemudian Eselon I yang bertanggung jawab melakukan evaluasi kemudian disampaikan ke Sekretariat Jenderal untuk dilaporkan ke Kementerian Keuangan.
Baca Juga: Rancang Baterai Kendaraan Listrik, Tim Peneliti UIN Ar-Raniry Raih Dana Hibah 5 Miliar
“Dalam sistem ini kita harapkan komitmen dari kita semua untuk menggunakan sistem ini. Dikritisi juga apa yang kurang dan apa yang perlu diperbaiki,” ucap Ainun.
Dalam acara peluncuran yang dihadiri seluruh pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) di Indonesia, Ainun juga menghimbau agar para pimpinan harus melihat dan mengkritisi perencanaan dan anggaran di satkernya masing-masing.
“Jangan sampai kita tidak mengetahui apa yang ada dalam rencana kerja dan anggaran. Jika ada hal yang tidak wajar kita bisa ikut terlibat karena kita sudah menandatanganinya (menyetujuinya-red),” tutur Ainun.
Standar Kecukupan Dosen
Baca Juga: Wamenag Sampaikan Komitmen Tingkatkan Kesejahteraan Guru dan Perbaiki Infrastruktur Pendidikan
Dalam kesempatan yang sama, Ainun juga membahas rencana perbaikan regulasi terkait homebase dosen yang sedang digodog oleh Kemenristekdikti. Seperti diketahui selama ini standar homebase dosen berada di masing-masing program studi (prodi), dimana masing-masing prodi jumlah dosen minimum adalah 6 dosen.
Dalam perbaikan regulasi nantinya, kata Ainun tidak lagi melihat homebase dosen berdasarkan prodi tapi melihat keseluruhan rasio dosen dan mahasiswa wajar atau tidak. Rasio dimaksud dilihat dari waktu yang didedasikan oleh dosen untuk prodi tersebut atau disebut Full Time Equivallence (FTE).
“Kecukupan dosen diukur dengan rasio umlah FTE dosen dibanding dengan jumlah FTE mahasiswa pada tingkat universitas, fakultas dan prodi,” terangnya.
FTE berarti bahwa ukuran jumlah dosen/mahasiswa didasarkan pada ekivalen penuh waktu yaitu selama 37,5 jam/pekan atau 16 SKS per semester.
Baca Juga: Hari Guru, Kemenag Upayakan Sertifikasi Guru Tuntas dalam Dua Tahun
“Misalnya dalam fakultas/universitas, jumlah dosen ada 100 orang tetapi yang 50 orang bekerja paruh waktu sebanyak 18,75 jam per minggu maka jumlah dosen FTE 75 orang. Jika jumlah mahasiswa FTE 300 orang maka rasionya 1/4. Jadi kita melihat FTE nya, tidak harus semua full time,” jelas Ainun.(L/R01/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Program 100 Hari Kerja, Menteri Abdul Mu’ti Prioritaskan Kenaikan Gaji, Kesejahteraan Guru