Jakarta, MINA – Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (BKSAP DPR RI) Fadli Zon mendesak elemen-elemen Palestina agar secepat mungkin mewujudkan rekonsiliasi dan persatuan sebagai langkah strategis melawan penjajahan Israel. Dia mengingatkan bahwa perpecahan antar-elemen Palestina akan melanggengkan pencaplokan Israel atas wilayah Palestina.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rangka upaya BKSAP DPR RI menginisiasi dukungan dari anggota parlemen seluruh dunia menyepakati Pernyataan Bersama menentang dan menolak keras aneksasi terbaru Israel atas wilayah Palestina.
Fadli Zon juga mendesak penyelesaian konflik Palestina-Israel secara adil dan obyektif berdasarkan tatanan global berbasis aturan (rules-based order) guna terciptanya stabilitas dan keamanan dunia dalam jangka panjang.
“Kegagalan komunitas global menghentikan ancaman terbaru aneksasi Israel atas Tepi barat dan Lembah Yordania ini merupakan preseden buruk bagi masa depan pola hubungan internasional,” tegasnya saat Konferensi Pers bersama Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al Shun di Media Center DPR RI Jakarta, Selasa (1/7).
Baca Juga: Oposisi Israel Kritik Pemerintahan Netanyahu, Sebut Perpanjang Perang di Gaza Tanpa Alasan
Dalam kesempatan tersebut, dia juga ,menyoalkan kredibilitas dan kewibawaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam menangani konflik Palestina-lsrael. Fadli menilai dalam rentang lebih dari tujuh dekade banyak resolusi dan keputusan PBB dilanggar Israel secara telanjang dan tanpa sanksi apapun. Maka sangat mendesak mendorong reformasi PBB agar lebih demokratis dan akomodatif.
“Kami (juga) mendesak komunitas regional dan internasional: institusi antar-pemerintah (PBB, OKI, GNB, ASEAN dan lainnya), antar-parlemen (IPU, PUIC, AIPA dan lainya), dan berbagai lembaga, penggiat dan aktivis perdamaian dan HAM serta pihak-pihak terkait untuk secara kolektif dan bersinergi bertindak konkrit menghentikan langkah ilegal terbaru Israel itu,” imbuhnya.
Langkah konkrit kolektif dan sinergis tersebut, lanjut Fadli, dilakukan dengan segala cara yang memungkinkan termasuk isolasi/pengucilan Israel secara politik, ekonomi, dan sosial di pentas regional dan global, yang ditujukan untuk memaksa lsrael agar tunduk kepada hukum dan ketentuan internasional.
Pernyataan Bersama menentang dan menolak keras aneksasi terbaru Israel atas wilayah Palestina. dikeluarkan bertepatan dengan hari Parlemen Internasional yang jatuh setiap tanggal 30 Juni. Dalam hal ini, DPR RI mendorong komunitas regional dan internasional memberikan dukungan politik untuk terwujudnya eksistensi negara Palestina yang merdeka dan berdaulat melalui berbagai cara.
Baca Juga: Hamas Ungkap Borok Israel, Gemar Serang Rumah Sakit di Gaza
Cara itu antara lain mengakui keberadaan Palestina sebagai sebuah negara, tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, menjaga isu Palestina agar tetap mendapat perhatian khusus internasional, penguatan kerja sama bilateral di berbagai bidang dengan Palestina dan bantuan kemanusian untuk Palestina terutama untuk pengungsi dan warga Jalur Gaza yang masih diblokade.
Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Indonesia Zuhair Al Shun menegaskan, pemerintah Palestina sudah berusaha untuk mencapai titik temu untuk berdamai agar konflik ini tidak berterusan.
Selain Dubes Al Shun, hadir juga Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Febrian Alphyanto Ruddyard serta tiga Wakil Ketua BKSAP DPR RI yakni Charles Honoris (F-PDI Perjuangan), Putu Supadma Rudana (F-Demokrat), dan Mardani Ali Sera (F-PKS).
Aneksasi Harus Ditolak
Baca Juga: Menag Bertolak ke Saudi Bahas Operasional Haji 1446 H
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netayanhu pada 28 Januari 2020 meluncurkan proposal Deal of the Century (Kesepakatan Abda Ini) tanpa melibatkan perwakilan Palestina. Proposal tersebut sangat merugikan pihak Palestina.
Di antara poin-poin proposal itu adalah yakni Israel sebagai negara Yahudi; Aneksasi semua permukiman ilegal lsrael di Tepi Barat, Yudea dan Samaria; Yerusalem menjadi Ibukota Israel tak terbagi; Situs keagamaan di Yerusalem akan berada di bawah kendali Israel; Demiliterisasi seluruh wilayah Palestina; Pengungsi Palestina tidak dapat kembali ke wilayah yang dianekasasi Israel; Pembubaran Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA).
Awalnya wilayah yang kini menjadi teritori Israel dan Palestina dikuasai Inggris. Ketika David Ben Gurion mendeklarasikan negara Israel pada 1948, Israel mendapatkan 48% wilayah yang sebelumnya dikuasai Inggris. Pada 1967 meletus Perang Enam Hari Arab versus Israel yang dimenangkan lsrael dan berhasil menguasai 70% wilayah yang dahulu dikuasai Inggris. Perebutan wilayah (dan pengaruh) ini menjadi inti konflik Arab-lsrael hingga saat ini.
Berdasarkan proposal terbaru Donald Trump, Israel akan menguasai 85% dari wilayah Palestina.(L/R1/P2)
Baca Juga: Semua Rumah Sakit di Gaza Terpaksa Hentikan Layanan dalam 48 Jam
Mi’raj News Agency (MINA)