Jakarta, 11 Ramadhan 1437/16 Juni 2016 (MINA) – Wakil Ketua Komite 1 Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Fahira Idris meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk bisa secara terbuka mengumumkan peraturan daerah (perda) yang dicabut.
“Harusnya, tak lama setelah diumumkan presiden, Kemendagri lewat websitenya memublikasikan daftar perda yang dibatalkan beserta penjelasan kenapa dibatalkan, peraturan lebih tinggi yang mana yang dilanggar perda tersebut, sehingga jelas. Sesuai Undang-Undang KIP harus diumumkan,” ujar Fahira, kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta Kamis (16/6).
Fahira meminta pembatalan 3.143 Perda yang menurutnya tengah hangat dibicarakan di tengah masyarakat membuat banyak orang bertanya. Pihaknya mengakui banyak pertanyaan yang datang kepadanya tekait perda yang melarang total miras seperti di Cirebon dan Papua juga dibatalkan.
“Jujur, saya tidak bisa menjawab (apakah perda pelarangan total miras dibatalkan) karena hingga hari ini saya kesulitan mendapatkan nama-nama Perda yang dibatalkan,” ujar Fahira.
Menurut Fahira, dirinya mendukung kebijakan Pemerintah mengevaluasi dan membatalkan Perda-Perda bermasalah karena menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi serta menghambat proses perizinan dan investasi, kemudahan berusaha, dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Faktanya, lanjut Fahira, memang banyak Perda yang bermasalah terutama terkait proses perizinan dan penarikan retribusi yang memberatkan masyarakat dan idealnya memang Pemerintah Pusat harus mengevaluasi. Tetapi jika pembatalan itu kepada Perda yang dianggap intoleran apalagi Perda pelarangan total miras, Pemerintah harus punya alasan kuat baik secara filosofis, yuridis, dan sosiologis termasuk kearifan lokal daerah tersebut, dan alasan ini yang belum dijelaskan oleh Kemendagri secara rinci.
“Sampai tahap ini saya masih yakin tidak ada Perda yang melarang total miras dibatalkan. Karena memang, hemat saya, Perda miras ini tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Saya sangat berharap, Perda pelarangan total miras tidak ada dalam daftar 3.143 perda yang dibatalkan,” harap Senator Jakarta ini.
Pemerintah Daerah Punya Hak Otoritas
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar
Fahira yang juga penggagas dan Ketua Gerakan Anti Miras, menegaskan bahwa Pemerintah Daerah memiliki wewenang untuk mengatur daerahnya sesuai dengan karakteristik daerah dan budaya lokal sebagaimana pada pasal 7 ayat 4 terkait peredaran miras.
“Daerah tidak hanya punya wewenang membuat perda yang mengatur miras, tetapi juga diberi ruang untuk membuat perda pelarangan total miras sesuai kearifan lokalnya,” ujarnya.
Ketua Umum Yayasan Anak Bangsa itu juga mengatakan, Permendag No.06/2015 jelas melarang total semua minimarket/toko pengecer di Indonesia menjual segala jenis minol.
“Itulah kenapa Papua membuat Perda Anti Miras yang mengharamkan segala aktivitas dan semua jenis miras di daerahnya, karena memang sesuai dengan karekterisik masyarakatnya yang religius dan Perpres juga membolehkan,” tutup Fahira. (L/P004/R05)
Baca Juga: Menko Budi Gunawan: Pemain Judol di Indonesia 8,8 Juta Orang, Mayoritas Ekonomi Bawah
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)