Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٩٠) إِنَّمَا يُرِيدُ ٱلشَّيْطَٰنُ أَن يُوقِعَ بَيْنَكُمُ ٱلْعَدَٰوَةَ وَٱلْبَغْضَآءَ فِى ٱلْخَمْرِ وَٱلْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَن ذِكْرِ ٱللَّهِ وَعَنِ ٱلصَّلَوٰةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ (٩١) (المائدة [٥]: ٩٠ــ٩١)
Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?
“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (90) Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”(91) (QS Al-Maidah [5]: 90-91)
Ahmad Musthafa Al-Maraghi Rahimahullah menjelaskan, ayat di atas merupakan larangan tegas terhadap perbuatan-perbuatan yang merusak akal, moral dan tatanan sosial. Perbuatan itu adalah meminum minuman keras (khamar), berjudi, menyembah berhala, dan mengundi nasib.
Keempat perbuatan tersebut merupakan hal yang menjijikkan, hina dan termasuk bagian dari pekerjaan setan. Meminum miras dan berjudi menyebabkan terlepasnya iman dalam hati manusia, menghancurkan akhlak, menimbulkan permusuhan dan melalaikan manusia dari mengingat Allah Ta’ala sehingga hilanglah kesadaran spiritualnya.
Larangan-larangan dalam Islam yang memiliki keterkaitan erat satu sama lain. Larangan meminum miras menyebabkan lemah dan hilangnya akal. Berjudi menghancurkan harta. Menyembah berhala dan mengundi nasib merusak akidah dan agama.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-14] Tidak Halal Darah Seorang Muslim
Semua itu merusak merusak tubuh, akal, jiwa dan harta seseorang. Setelah akal dan jiwanya rusak, maka hancurlah tatanan sosial masyarakat. Permusuhan dan perbuatan anarkis melajalela. Dengan demikian, rusaklah tatanan agama dan peradaban manusia.
Dalam sebuah hadits, dari sahabat Anas bin Malik Radhiallhu anhu:
وَعَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى الْخَمْرِ عَشْرَةً :عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَاَكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِىَ لَهَا وَالْمُشْتَرَى لَهُ. (رواه ابن ماجة)
“Rasulullah ﷺ melaknat khamar bagi sepuluh orang yaitu, orang yang memeras (yang membuat khamar), yang minta atau menerima diperaskan khamar (minta dibuatkan), yang meminum khamar, yang membawa atau mengantarkan khamar, orang yang diantarkan khamar, yang memberikan khamar, yang menjual khamar, yang makan dari uang khamar, yang membeli khamar, dan orang yang dibelikan khamar.” (HR. Ibnu Majah).
Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda
Syariat Islam berupaya menjaga manusia agar terhindar dari kerusakan moral dan sosial masyarakat, sehingga mereka dapat menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam istilah ushul fiqih, itulah yang disebut Maqasidus Syariah (tujuan syariat).
Miras Merusak Kehidupan Masyarakat
Minuman keras (miras) merupakan penyakit masyarakat karena dampaknya yang merusak, tidak hanya terhadap individu, tetapi juga terhadap masyarakat secara luas.
Seseorang yang mengonsumsi miras dapat menyebabkan berbagai penyakit dan merusak organ fisiknya, seperti kerusakan hati, jantung, ginjal dan lainnya. Mengonsumsi miras juga dapat menyebabkan gangguan mental, depresi, kecemasan berlebihan hingga kematian dini.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri
Fakta di masyarakat, miras selalu dikaitkan dengan peningkatan angka kejahatan, termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kejahatan di jalanan, dan kecelakaan lalu lintas. Orang yang berada di bawah pengaruh alkohol cenderung kehilangan kontrol diri dan akan melakukan tindakan yang membahayakan dirinya dan orang lain.
Kasus terbaru di wilayah DI Yogyakarta, peredaran miras semakin memprihatinkan. Dampak dari hal itu, dua orang santri menjadi korban penusukan oleh orang yang terpengaruh miras. Sri Sultan Hamengku Buwono X sampai mengeluarkan titah terkait pemberantasan miras di wilayahnya.
Miras juga menyebabkan beban ekonomi keluarga. Pengobatan penyakit yang disebabkan oleh alkohol, biaya kecelakaan, dan penegakan hukum terhadap kejahatan yang terkait dengan alkohol menjadi masalah tersendiri, terutama bagi masyarakat dan negara.
Orang yang mengonsumsi miras akan mengalami ketergantungan (kecanduan). Hal itu akan mengakibatkan penurunan semangat dan produktivitas kerja. Akhirnya orang yang kecanduan miras akan kehilangan pekerjaan.
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
Bagi orang yang sudah kecanduan miras, mereka sering kali menghadapi masalah serius dalam kehidupan rumah tangganya. Kasus yang sering terjadi dalam rumah tangga mereka di antaranya: terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga berujung pada perceraian. Anak-anak menjadi pihak yang paling berisiko mengalami masalah emosional dan sosial.
Memberantas Miras
Di Indonesia, peraturan tentang miras tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 204. Dalam pasal itu disebutkan: “Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang yang diketahuinya membahayakan nyawa atau kesehatan orang, sedangkan sifat berbahaya itu tidak diberitahukannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.”
Sementara di tingkat peraturan pemerintah, ada Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 20/M-Dag/Per/4/2014. Aturan tersebut mencakup pengawasan dan pengendalian terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Pada tahun 2021 lalu, Presiden RI mencabut aturan investasi untuk industri minuman keras beralkohol setelah mendapat kritikan dari pemuka agama dan masyarakat. Hal itu menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengendalikan konsumsi miras.
Akan tetapi, jika kita belajar dari negara Amerika Serikat (AS), peraturan yang dibuat pemerintah tidak lah cukup untuk dapat menghentikan peredaran miras di tengah-tengah masyarakat.
Amerika Serikat pernah membuat UU larangan minuman beralkohol yang disebut The National Prohibition Act atau Volstead Act. Undang-undang ini berlaku mulai 16 Januari 1920 yang melarang segala aktivitas terkait minuman beralkohol, seperti produksi, pengangkutan, penjualan, penyimpanan, kepemilikan, dan konsumsi.
Namun, kebijakan itu dihapuskan pada 1933 karena dinilai tidak efektif. Beberapa alasan di balik kegagalan kebijakan ini adalah: pemerintah federal tidak terlalu tegas dalam penegakan hukum, pelarangan ini justru mendorong perkembangan aktivitas kriminal bawah tanah, dan pelarangan itu semakin tidak populer, terutama di kota-kota besar.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Akhirnya, Presiden AS saat itu, Franklin Roosevelt mengesahkan Undang-Undang Cullen-Harrison pada 22 Maret 1933, yang mengizinkan pembuatan dan penjualan beberapa jenis minuman beralkohol (miras).
Dari kisah di atas, peran pemerintah saja tidaklah cukup. Perlu kerja sama semua pihak untuk dapat menjaga masyarakat dari bahaya miras.
Tanggung Jawab Bersama
Memberantas peredaran miras memerlukan kerja sama berbagai pihak, meliputi keluarga, sekolah, masyarakat, hingga pemerintah. Karena hal itu bukan hanya menjadi ranah individu, namun juga bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam
Di tingkat keluarga, pemahaman dan pendalaman terhadap ajaran agama menjadi hal terpenting bagi setiap anggotanya. Dengan benteng keyakinan (akidah) dan pemahaman yang kuat, maka hal itu akan menjadi perisai bagi seseorang agar tidak terjebak mengonsumsi miras.
Bagi mereka yang sudah kecanduan, dukungan dan bantuan dari keluarga sangat diperlukan. Peran anggota keluarga yang senantiasa memberi nasihat, bimbingan dan arahan menjadi faktor utama seseorang bisa berhenti dan menjauhi miras.
Di tingkat pendidikan, kampanye edukasi dalam berbagai program juga sangat diperlukan bagi siswa maupun mahasiswa. Edukasi yang tepat mengenai dampak buruk dan konsekwensi dari mengonsumsi miras hendaknya dipahami oleh setiap siswa.
Sementara dampak hukum bagi mereka yang melakukan perbuatan anarkis karena dampak miras perlu diketahui pula oleh generesi muda. Hal itu bisa disampaikan dalam bentuk kampanye edukasi di satuan pendidikan sesuai dengan tingkatannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal
Di kalangan masyarakat, pengawasan terhadap pihak-pihak yang berpotensi menjadi tempat konsumsi dan peredaran miras juga perlu diperhatikan. Jika masyarakat abai dengan hal ini, maka seakan mereka (pengonsumsi dan pengedar) seolah mendapatkan tempat dan merasa bebas dari pengawasan.
Pengadaan program kesenian, olahraga, pertemuan-pertemuan keagamaan menjadi program alternatif yang bisa dilakukan di tengah-tengah masyarakat untuk mengurangi potensi generasi muda agar tidak terjebak dalam lingkungan sarat miras.
Maka, sharing informasi dan respon cepat dari setiap elemen masyarakat menjadi hal yang penting. Seseorang yang mengonsumsi dan mengedarkan miras, rata-rata mereka berada di kalangan masyarakat yang tidak begitu peduli dengan keadaan sekitar.
Di tingkat pemerintah, penerapan hukum yang tegas oleh aparat penegak hukum kepada mereka yang terbukti melakukan pelanggaran peraturan miras menjadi faktor penting pemberantasan miras. Jika aparat tidak tegas dalam hal ini, maka akan membuka peluang terjadinya kejadian kriminal berulang di masyarakat. Sebagian lainnya akan meremehkan peraturan tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
Di samping itu, pemerintah juga perlu penyediakan layanan rehabilitasi dan dukungan bagi mereka yang sudah mengalami kecanduan miras. Program pemulihan yang komprehensif dan dukungan sosial sangat penting untuk membantu mereka pulih dan mampu kembali berkiprah di tengah-tengah masyarakat.
Pemerintah juga perlu menggalang partisipasi aktif dari pemimpin agama, tokoh masyarakat, dan organisasi sosial untuk mempromosikan nilai-nilai positif dan menolak miras. Dalam banyak agama, miras dianggap haram atau dilarang, sehingga pendekatan berbasis agama dapat lebih efektif.
Dengan menggabungkan peran keluarga, satuan pendidikan, penegakan hukum dari pemerintah, dan partisipasi masyarakat, kita dapat memberantas miras sebagai penyakit masyarakat yang harus ditangani bersama-sama.
والله أعلمُ بالـصـواب
Mi’raj News Agency (MINA)