Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal Basri: Lemahnya Sektor Industri Sebabkan Minimnya Ekspor Barang

Admin - Rabu, 16 Januari 2019 - 11:35 WIB

Rabu, 16 Januari 2019 - 11:35 WIB

3 Views ㅤ

Jakarta, MINA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada 2018 mengalami defisit angka sebesar USD 8,57 miliar. Defisit tersebut merupakan yang terburuk sepanjang sejarah sejak BPS mencatat pada 1975 silam.

Laporan BPS itu menuai respon dari Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. Menurutnya, defisit neraca perdagangan secara sederhana terjadi karena Indonesia melakukan impor lebih banyak dibanding ekspor.

“Indonesia tidak bisa mengekspor barang dan jasa lebih banyak dari impor disebabkan industri di Indonesia yang terus melemah. Padahal ekspor utama Indonesia adalah industri. Industri di Indonesia layu sebelum berkembang,” kata Faisal dalam sebuah forum diskusi di Jakarta, Selasa (15/1).

Faisal mengungkapkan, sektor industri Indonesia yang posisi ekspornya terus menurun adalah industri manufaktur, manufaktur hightech dan medium tech. Memang, kata dia, ekspor melemah tidak hanya terjadi di era Jokowi, tapi di era ini keadaan semakin memburuk.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

“Ekspor industri manufaktur menurun terus. Kita pakai batik, iya buatan lokal, tapi katunnya dari mana? Untuk segala industri kita lebih banyak mengimpor dari pada mengekspor,” katanya.

Ia menegaskan, ekspor manufaktur berteknologi tinggi (hightech) terus menurun setiap tahun. Padahal, kata dia, kemajuan suatu negara diukur dari ekspor produk berteknologi tinggi yang naik.

Faisal kemudian menunjukkan sebuah data manufaktur hightech di Indonesia turun dari 16,7 persen pada 2002 menjadi 5,8 persen pada 2016. Sedangkan ekspor hightech ditambah medium tech juga mengalami penurunan dari 34,4 persen pada 2002 menjadi 28,8 persen pada 2015.

“Di saat seharusnya menambah ekspor di sektor manufaktur, pemerintah justru melakukan ekspor batu bara secara masif yang menyebabkan eksploitasi besar-besaran,” katanya.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

Bahkan Faisal menyebutkan pada 2017 lalu, pemerintah menambah jatah ekspor batu bara hingga 100 juta ton. Menurut Faisal, akibat dari ekspor batu bara yang besar-besaran itu, Indonesia sudah mengalami over eksploitasi.

“Kan ekspornya lagi memble, jadi keruk sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya untuk menutup (ekspor yang kurang), itupun tidak tertutup,” katanya.

Dia memaparkan data bahwa sebenarnya Indonesia hanya memiliki cadangan batu bara 2,2 persen dari total kekayaan dunia. Tapi produksi batu bara mencapai 7,2 persen dari total dunia dengan mengekspor 16,1 persen dari total dunia.

“Padahal kekayaan batu bara Indonesia tidak gede-gede amat, bukan top five produsen batu bara dunia,” ujarnya.

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Ia mengatakan, negara yang memiliki cadangan batu bara yang banyak sekalipun tidak rakus mengekploitasinya. Ia mencontohkan India yang memiliki cadangan batu bara 9,4 persen dari total kekayaan batu bara dunia, tapi hanya memproduksi 7,8 persen dari produksi dunia.

“Sedangkan yang diekspor India hanya 0.1 persen dari total ekspor batu bara dunia,” katanya. (L/Mufi/R06)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng

Rekomendasi untuk Anda

Internasional
Pendidikan dan IPTEK
Indonesia
Ekonomi
Kolom
Kolom
Khadijah