Jakarta, MINA – Indonesia Halal Watch (IHW) berkerjasama dengan H. Ikhsan Abdullah & Partners Law, Senin (11/5), menggelar Diskusi Kelompok Terarah atau Focus Group Discussion (FGD) secara daring guna menemukan solusi tepat berbagai masalah yang diprediksi akan muncul pada pasca pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya pada aktivitas perekonomian di Indonesia.
FGD daring dengan mengambil tema “Approach Pembiayaan Syariah yang Tertunda Semasa Covid-19 dan Treatment Khusus Penyelesaiannya Pasca Pandemi. Siapkah Pengadilan Agama Menghadapi Lonjakan Sengketa Syariah Tersebut?” menghadirkan tokoh – tokoh yang berkompeten di bidangnya, untuk memberikan usulan dan solusi bagi sengekata syariah yang akan dihadapi itu.
Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah saat membuka acara mengatakan, pada awal 2020 ini, dunia mengalami bencana pandemi COVID-l9. Penyebaran COVID-19 membawa risiko bagi kesehatan masyarakat dan bahkan telah merenggut korban puluhan ribu jiwa yang terinfeksi di berbagai belahan penjuru dunia, tak terkecuali Indonesia.
Pandemi COVID-19 juga secara nyata telah mengganggu aktivitas ekonomi dan membawa implikasi besar bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Sementara itu, lanjut dia, yang terlihat adalah adanya bank konvensional dan syariah seolah-olah memprioritaskan marjin keuntungannya sendiri daripada membantu kelangsungan hidup UMKM dan ekonomi rakyat.
“Seharusnya, Bank tidak melulu mengejar Marjin, justru yang menjadi hal utama yang harus dilakukan bank adalah menjaga kelangsungan hidup usaha nasabahnya,” kata Ikhsan yang menjadi moderator dalam FGD daring ini.
Dalam menghadapi COVID-19, berbagai lembaga negara maupun pemerintahan telah mengeluarkan berbagai kebijakan mengenai pandemi global ini, salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK juga mengeluarkan kebijakan stimulus keuangan untuk memberi ruang bagi Industri Jasa Keuangan dan masyarakat yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat COVID-19.
Stimulus ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 11 /POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus Dampak COVID-19).
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Peraturan OJK ini berlaku bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, Bank Perkreditan Rakyat, dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank-bank ini dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM, dalam kebijakan penetapan kualitas aset dan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
Debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur UMKM adalah debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Beberapa Bank seperti Bank BRI dan Mandiri sudah memberikan Relaksasi Kredit UMKM terdampak corona, relaksasi Nasabah diberikan sesuai dengan POJK. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) telah menyiapkan empat skema relaksasi untuk UMKM yang terdampak Pandemi Covid-19. Namun, masih terdapat banyak fakta di lapangan di mana beberapa Bank masih belum sepenuhnya menjalankan komitmen restrukturisasi kredit untuk membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), khususnya peserta program KPR.
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Penyebaran pandemi COVID-19 yang memberikan dampak dan mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia antara lain karena menurunnya penerimaan negara serta ketidakpastian ekonomi global. Oleh karena itu, Ikhsan melanjutkan, perlunya kebijakan dan langkah-langkah luar biasa di bidang keuangan negara termasuk di bidang perpajakan dan keuangan daerah, dan sektor keuangan, yang harus segera diambil Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait.
“Hal ini guna mengatasi kondisi mendesak dan darurat tersebut dalam rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial, serta pemulihan dunia usaha yang terdampak,” ujarnya.
Dia mengatakan perlu perangkat hukum yang memadai untuk memberikan landasan yang kuat bagi Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait untuk pengambilan kebijakan dan langkah-langkah dimaksud.
Ikhsan juga menilai, melihat situasi saat ini, Hakim Pengadilan Agama yang masih sering tertinggal dengan perkembangan mutahir dari hubungan hukum dan bentuk-bentuk transaksi yang berkaitan dengan syariah, seperti gadai pasar modal dan lainnya, sehingga menyulitkan masyarakat dan praktisi dalam beracara di Peradilan yang sering terjadi pada Peradilan tingkat pertama.
Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng
Pasca Pandemi ini, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan menurun dari 3% menjadi hanya l,5% saja atau bahkan lebih rendah dari itu.
Perkembangan pandemi COVID-19 juga berpotensi mengganggu aktivitas perekonomian di Indonesia. Salah satu implikasinya berupa penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan hanya dapat mencapai 4% atau lebih rendah, tergantung kepada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi ini mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas perekonomian.
Implikasi pandemi saat ini telah berdampak pula terhadap ancaman semakin memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik karena langkah-langkah penanganan yang berisiko pada ketidakstabilan makroekonomi dan sistem keuangan yang perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah.
Peserta yang hadir dalam FGD lebih dari 200 peserta dari praktisi dan akademisi hukum di berbagai daerah.
Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional
Hadir sebagai pembicara dalam FGD daring itu, Ahli Hukum Syariah Hakim Yustisial Mahkamah Agung RI Mardi Candra, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim, Wakil Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan MUI Zaenal Arifin Husein, Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional MUI Jaih Mubarok, Anggota Asosiasi Pengacara Syariah Indomesia (APSI) Mustolih Siradj, Ketua Umum Forum Doa Bangsa (FKDB) Ayep Zaki, dan partner H. Ikhsan Abdullah & Partners Law Syaeful Anwar.(L/R1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ketum Muhammadiyah: Jadikan Indonesia Pusat Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah