Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

GAZA TERUS MEMBARA

Admin - Senin, 4 Agustus 2014 - 19:23 WIB

Senin, 4 Agustus 2014 - 19:23 WIB

1501 Views ㅤ

Para ibu Palestine yang kehilangan anak-anak dan suami merea di Hari Raya Idul Fitri tak kuasa menahan kesedihan mereka. (Foto: news.in.msn.com)

oleh: Illa Kartila*

Para ibu Palestine yang kehilangan anak-anak dan suami merea di Hari Raya Idul Fitri tak kuasa menahan kesedihan mereka. (Foto: news.in.msn.com)

Hari Raya Idul Fitri lalu dilalui para ibu Palestina dengan penuh kesedihan karena mereka kehilangan anak-anak dan suami suami mereka akibat serangan udara dan darat yang dilancarkan Zionis Israel terhadap Gaza.. (Foto: news.in.msn.com)

Bagi Abir Shammaly, wanita paruh baya penduduk Gaza, hari paling membahagiakan dalam kalender Islam – hari raya Idul Fitri 1435 H – malah dilewatkannya dengan tangis duka dan penderitaan, karena anak lelakinya tewas dalam serangan Israel di distrik Shejaia, sebelah timur Gaza.

Bukannya merayakan lebaran dengan anggota keluarganya yang masih hidup, Shammaly memilih duduk di samping makam anaknya yang masih basah, bergabung dengan warga Gaza lainnya yang menyampaikan penghormatan kepada lebih dari 1.000 orang – banyak diantaranya adalah warga sipil – yang menjadi korban gempuran Israel.

Anak perempuannya meletakkan bunga putih dan jambon dengan bisu ke gundukan yang baru ditimbun itu. “Bagaimana perasaan seorang ibu, ketika ia bangun membuka mata pada hari raya Idul Fitri dan tidak melihat anak lelakinya berada di sisinya?” Begitu kata Shammaly.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Pada saat normal, jalan-jalan di Gaza akan dipenuhi oleh anak-anak yang bergegas memamerkan pakaian baru dengan tangan penuh menggenggam permen. Tapi ini bukan masa-masa normal di Gaza. Di hari raya itu jalan-jalan kosong. Suasana tegang. Jika telepon berbunyi, tak selalu artinya dari kerabat atau teman yang ingin menyampaikan selamat lebaran.

“Dengar Hamas, jika kamu masih hidup kamu harus tahu bahwa bila kalian melanjutkan (serangan roket), kami akan membalas, kami akan membalas keras,” demikian rekaman pesan telepon yang diterima warga Palestina, yang merupakan bagian dari propaganda Israel untuk membujuk Hamas menghentikan serangan.

Israel menurut Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry akan tetap melanjutkan operasi-operasi penghancuran terowongan-terowongan, meskipun telah diberlakukan gencatan senjata selama 72 jam di Gaza.

Kerry, yang mengumumkan kesepakatan gencatan senjata kemanusiaan 1 Agustus 2014 dalam kunjungan ke India, menyebutkan Israel dan Hamas akan “menghentikan semua kegiatan militer dan kedua pihak tidak akan bergerak di luar lokasi-lokasi sekarang.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

“Israel akan dapat melanjutkan operasi-operasi pertahanannya pada terowongan-terowongan yang berada di belakang garisnya, dan Palestina bisa menerima bantuan pangan, obat-obatan dan bantuan kemanusiaan tambahan serta dapat merawat para warga yang cedera dan mengubur orang yang tewas,” kata Kerry.

Dalam kesepakatan itu juga disebutkan adanya perbaikan pemasokan air bersih dan perbaikan infrastruktur energi selama periode ini. Namun, genjatan senjata antara Israel dan Hamas yang diberlakukan mulai Jumat (1/8) pk. 05.00, sudah terancam gagal beberapa jam kemudian.

Setelah langit Gaza sempat tenang sejenak, beberapa jam kemudian terdengar raungan sirene pertanda datangnya serangan roket yang disusul suara tembakan artileri Israel, kata wartawan kantor berita AFP yang berada di Israel. Pemerintah Israel langsung menuding Hamas dan kelompok militan Gaza lainnya melanggar kesepakatan gencatan senjata.

Sudah sekitar 1000 warga Palestina tewas dan 4.000 warga terluka – lebih dari 73 persen warga Palestina yang terbunuh di Gaza adalah penduduk sipil dan sepertiga di antaranya adalah anak-anak.- dalam operasi militer Israel sejak 7 Juli 2014 sampai saat ini.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Korban tewas di pihak Israel tercatat 43 orang. Sasaran serangan ditujukan ke lebih dari 2.900 target di Gaza. Sebaliknya, jatuh 28 korban warga Israel—dua di antaranya penduduk sipil—akibat serangan lebih dari 2.000 roket dan mortir yang diluncurkan ke sasaran di Israel oleh pejuang Hamas dan Jihad Islamiyah.

Lebih dari separuh penduduk Shujaiya di Gaza Timur terpaksa meninggalkan rumahnya dan mengungsi di sekolah-sekolah yang dikelola oleh The United Nations Relief and Work Agency (UNRWA), bergabung dengan 135.000 pengungsi lainnya. Tercatat 120 orang yang tidak ikut meninggalkan rumahnya tewas kejatuhan reruntuhan rumah akibat serangan bom Israel.

Keadaan semakin memprihatinkan karena sekolah UNRWA di Maghazi termasuk sasaran serangan udara Israel, padahal sekolah ini menampung 300 pengungsi. Insiden kontroversial ini terjadi Kamis lalu di mana sedikitnya 15 warga sipil, termasuk anak-anak tewas dalam insiden tersebut. Peristiwa itu menyulut kecaman dari seluruh dunia terhadap Israel.
Militer Israel mengakui, mereka menembakkan mortir ke sekolah itu, namun membantah ada korban tewas “akibat kegiatan operasional para tentara”.

Tiga kali konflik

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Penduduk Gaza menurut Makarim Wibisono, Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM di daerah Palestina yang diduduki sejak 1967, sebenarnya telah mengalami tiga kali konflik bersenjata yang membawa banyak korban jiwa, yaitu tahun 2009, 2012, dan 2014. Hal ini menimbulkan tragedi kemanusiaan yang mencemaskan akibat blokade Israel yang berkepanjangan sejak tujuh tahun lalu.

Blokade Israel telah melumpuhkan ekonomi Gaza, menimbulkan tingkat pengangguran yang tinggi, dan ketergantungan pada bantuan internasional. Kelangkaan pangan menjadi masalah nutrisi dan kesehatan yang serius, di mana 67 persen kebutuhan pangan penduduk Gaza dipenuhi oleh PBB.

Kondisi infrastruktur yang minimal di Gaza diperburuk rangkaian serangan Israel, baik dari udara maupun pemboman lewat kapal perang yang merapat di pantai Gaza. Akibatnya, saluran air bersih dan fasilitas sanitasi bagi 1,2 juta penduduk Gaza rusak parah. Aliran listrik hanya menyala 4 jam sehari. infrastruktur lain yang ada di Gaza.

Pemerintah Israel selalu berdalih bahwa aksi militernya adalah usaha melindungi warganya dari serangan roket yang diluncurkan Hamas dan Jihad Islamiyah dari Gaza. Alasan ini dipertanyakan validitasnya karena status Israel sebagai penguasa pendudukan yang menduduki wilayah lain dan jumlah korban dari aksi beladiri Israel kebanyakan penduduk sipil, termasuk anak-anak dan perempuan.

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Menurut laporan Badan Anak-Anak PBB UNICEF, selama perang Gaza 240 anak tewas, hampir 30 persen dari seluruh korban sipil. Memasuki minggu keempat konflik 2014, sekitar 215 ribu warga Gaza – terpaksa mengungsi.

Israel bersikeras akan melanjutkan operasi militernya untuk menghancurkan jaringan terowongan bawah tanah di Gaza yang digunakan Hamas melancarkan serangan ke Israel, sementara pimpinan Hamas di pengasingan, Khaled Meshaal menyatakan, pihaknya akan melanjutkan perjuangan sampai pendudukan Israel berakhir.

Bukannya PBB dan masyarakat internasional tidak berupaya untuk menghentikan pertumpahan darah di Gaza. Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan resolusi pada 12 Juli 2014, meminta para pihak untuk melakukan gencatan senjata dan melakukan usaha menghentikan jatuhnya korban penduduk sipil.

Dewan HAM PBB juga telah mengeluarkan Resolusi No S-21/L-1 tanggal 23 Juli 2014, yang membentuk Komisi Penyelidikan (Commission of Inquiry) untuk meninjau situasi pelanggaran HAM di lapangan, kata Makarim.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Namun, faktanya menunjukkan, banyak resolusi DK PBB yang bersifat mengikat tak diindahkan Israel. Demikian juga Komisi Penyelidikan yang dibentuk di masa lalu tak dapat menjalankan fungsinya dengan baik karena tidak mendapat akses ke wilayah Palestina yang diduduki.

Bila konflik ini terus berkepanjangan, korban penduduk sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, terus berjatuhan. Di rumah sakit terbesar Gaza, sekelompok anak muda datang pada hari raya Idul Fitri membagikan permen kepada anak-anak yang terluka, yang tubuh kecilnya menanggung luka merah dan marah akibat perang.

“Saya tidak tahu Idul Fitri. Mungkin ada Idul Fitri di luar. Kami semua terluka di sini,” kata Inas Ashour, 16 tahun, yang kepalanya cedera akibat gempuran senjata di kota pinggiran timur Gaza, Zeitoun.
Ketika seorang anak usia 5 tahun, Aya Al-Namla ditanya apakah dia bahagia? Setelah berfikir sejenak sambil berbaring di tempat tidurnya di rumah sakit itu, bocah tersebut menjawab, “ya, sebelum pengeboman.” (T/IK/E01)

Miraj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Illa Kartila

Illa Kartila

* Illa Kartila adalah redaktur senior MINA. (Ia dapat dihubungi via Email:[email protected])

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Internasional
Palestina
Palestina
Foto: Anadolu Agency
Indonesia