Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gelombang Petisi Warga Israel Desak Hentikan Perang Terus Meluas

Ali Farkhan Tsani Editor : Sri Astuti - 24 detik yang lalu

24 detik yang lalu

0 Views

Demo warga Israel (Common Dreams)

GELOMBANG penandatangan petisi warga Israel mendesak gencatan senjata dan penghentian perang di Gaza kini semakin meluas.

Tentara pendudukan Israel dan lembaga-lembaga pemerintahan Israel sedang mengalami situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena petisi dan surat yang ditandatangani oleh ratusan ribu warga Israel dari berbagai bidang, sektor, dan spesialisasi, yang diedarkan ke publik.

Semuanya punya satu tujuan: “hentikan perang, sekarang, jangan nanti.”

Petisi dan surat tersebut telah meningkatkan tekanan pada pemerintah Israel dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang mendorong Netanyahu menanggapinya dengan melontarkan tuduhan keras terhadap warganya sendiri.

Baca Juga: Fitrah Manusia untuk Hidup Berjama’ah, Kebutuhan Hakiki yang Terabaikan

Ia bahkan meminta komando tentara untuk mengeluarkan perintah pemecatan terhadap siapa pun yang terlibat dalam kampanye tersebut.

Nama-nama terkemuka ikut menandatangani petisi tersebut, sebagai reaksi kemarahan terhadap pemerintah Netanyahu.

Semakin meluasnya petisi tersebut mempengaruhi semua bagian tentara pendudukan Israel.

Selama sepekan ini saja, Israel telah menyaksikan kampanye yang semakin membesar menuntut pengembalian tentara yang diculik dan diakhirinya perang di Gaza.

Baca Juga: Perintah Allah untuk Hidup Berjama’ah

Dimulai dengan petisi besar yang diajukan oleh 1.000 penerbang cadangan, dan segera diikuti oleh banyak satuan tempur dan keamanan, anggota serikat buruh, pengacara, pakar hukum, dan akademisi, hingga ke keluarga prajurit yang tewas di Gaza.

Semua petisi dan surat yang dikeluarkan oleh pasukan pendudukan Israel memiliki satu kesamaan: “Seruan untuk menyelamatkan nyawa dan memulangkan para korban penculikan ke rumah mereka tanpa penundaan, bahkan jika itu berarti mengakhiri perang di Gaza dengan segera, karena kelanjutannya hanya demi kepentingan politik dan pribadi, bukan kepentingan keamanan.”

Penelusuran media terhadap petisi menyimpulkan bahwa jumlah warga Israel yang menandatanganinya telah melebihi 100.000 orang. Ini adalah angka yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah protes Israel terhadap perang-perang sebelumnya.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pergeseran kualitatif dalam penolakan yang semakin meningkat terhadap kelanjutan perang Gaza.

Baca Juga: Wajah Kota Syariat di Balik Tirai Hotel

Mereka yang menuntut diakhirinya perang telah terkumpul 100.000 tanda tangan yang didistribusikan ke dua lapisan masyarakat Israel. Pertama adalah warga sipil, yang meliputi 63.000 orang. Sisanya bervariasi, mulai dari keluarga tentara yang tewas di Gaza (1.200 orang), ibu yang berduka (14.000), keluarga prajurit yang ikut serta dalam perang (1.500),  akademisi dan staf universitas (3.500), guru sekolah dasar (3.200), dan pengacara (364).

Tanda tangan lainnya dari bagian keamanan dan militer adalah sebagai berikut: keluarga siswa sekolah militer (2.000 orang), pasukan terjun payung dan prajurit infanteri (2.000), mantan perwira intelejen Mossad dan Shin Bet (400), staf senior Dewan Keamanan Nasional (101),  pilot dan awak Angkatan Udara (1.020), dan 8.500 tanda tangan dari pendukung mereka.

Lainnya adalah: tentara kendaraan lapis baja (1.700 orang), personel medis tentara (200). unit khusus dan unit juru bicara militer (750), unit pengawasan dan pemantauan (102), anggota unit cyber ofensif (200), anggota unit cadangan dan tempur tentara (300), unit kampanye tentara (220), kapten angkatan laut (500), lulusan unit pelatih prajurit (200), prajurit dan perwira Golani (300), personel artileri (612), personel dari Unit Intelijen 8200 (1.000), unit elit Shayetet dari Staf Umum (230), dan unit Moran (230).

Tidak hanya itu, terdapat juga nama-nama paling menonjol yang menandatangani petisi tersebut, di antaranya: Panglima Angkatan Darat: Ehud Barak dan Dan Halutz, Komandan Angkatan Laut: Ami Ayalon, Yedidya Yaari, Alex Tal, dan Dudu Ben-Bistat, Komandan Armada ke-13: Ran Glinka, Uzi Livnat, Nevo Erez, Ilan Paz, Pimpinan Mossad: Danny Yatom, Efraim Halevy, dan Tamir Pardo.

Baca Juga: Perlawanan Palestina di Era Digital, Suara yang Tak Bisa Dibungkam

Lainnya, Komandan artileri: Avraham Bar-David, Doron Kadmiel, Komandan Komando Pusat: Amram Mitzna dan Avi Mizrahi, Komandan Intelijen Militer: Amos Malka, Korps Lapis Baja: Amnon Reshef, Pasukan Darat: Moshe Sukenik, Brigade ke-479: Eyal Ben-Reuven, dan Wakil Kepala Staf: Menachem Inan.

Dukungan Oposisi

Gelombang petisi ratusan ribu warga Israel yang menuntut penghentian segera Perang di Gaza merupakan peristiwa luar biasa, yang menarik perhatian besar Israel, yang menunjukkan besarnya skala reaksi mendukung maupun negatif, baik dalam kuantitas maupun kualitas.

Laporan menunjukkan bahwa petisi ini kemungkinan akan memengaruhi cabang-cabang tentara pendudukan Israel yang tersisa untuk mengeluarkan petisi baru yang menuntut diakhirinya perang di Gaza.

Baca Juga: Jejak Para Nabi di Tanah Palestina

Petisi-petisi tersebut memobilisasi pihak oposisi, yang dengan cepat mendukungnya. Pihak oposisi menuduh pemerintah Netanyahu menargetkan apa yang mereka sebut “ujung tombak” militer Israel, angkatan udara.

Sebelumnya, para perwira Angkatan Udara menahan diri untuk tidak terlibat dalam misi militer yang melayani pemerintah sayap kanan, yang menimbulkan kekhawatiran militer bahwa negara tersebut akan terekspos ke musuh-musuhnya jika Angkatan Udara Israel “melumpuhkan dirinya sendiri.”

Pemimpin oposisi Yair Lapid menekankan bahwa “posisi Netanyahu mengenai petisi tersebut berbahaya dan tidak bermoral, dan semua orang harus bergabung dengannya.”

Pemimpin Partai Demokrat Jenderal Yair Golan menegaskan bahwa “pemerintah melemahkan tentara pendudukan Israel, mengancam keamanan negara, dan mengarahkannya menuju kehancuran moral, sipil, dan keamanan.”

Baca Juga: Zionis Tak Lebih dari Teroris Berseragam Militer

Kolonel Rami Matan, mantan wakil komandan Brigade Yiftach, menekankan, “Kami telah membayar harga yang mahal dalam perang ini, dan kami menyerukan agar perang ini dihentikan. Tidak ada cara militer untuk memulangkan tentara yang diculik, yang ada hanyalah cara politik.”

“Setiap hari yang berlalu merupakan kerugian moral, jadi mengapa kita terus mengorbankan nyawa para tentara?” Ia mempertanyakan.

Sementara dokter tentara cadangan Israel Ofer Kobo, salah satu penandatangan petisi, mengungkapkan bahwa “kami menulis surat tersebut karena menyadari perlunya melakukan segala hal yang kami mampu untuk memulihkan tujuan perang, yang terpenting di antaranya adalah pengembalian para sandera.”

Keseriusan petisi ini diperparah dalam waktu bersamaan dengan kampanye “pembersihan” pemerintah sayap kanan terhadap siapa pun yang menentangnya.

Baca Juga: Kolonialisme Modern Bernama Israel

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memecat Kepala Dinas Intelejen Shin Bet. Bersiap mengambil langkah serupa bersama Jaksa Agung, dan telah menunjuk komandan angkatan darat yang loyal.

Sementara itu, para menterinya melancarkan serangkaian serangan terhadap para pemimpin militer dan keamanan senior.

Petisi tersebut menegaskan bahwa perang dapat dihentikan dua bulan lalu dengan selesainya tahap pertama perjanjian gencatan senjata, tetapi apa yang dilakukan pemerintah sayap kanan adalah “kejahatan moral.”

Petisi yang memprotes kelanjutan perang itu juga bertepatan dengan penurunan tingkat perekrutan prajurit cadangan, yang mencapai 130% selama bulan-bulan perang yang panjang. Berlanjutnya perang membuat sulit untuk merekrut tentara cadangan tambahan dan meningkatkan seruan untuk mengakhiri perang.

Baca Juga: Al-Aqsa, Masjid Tertua Kedua dalam Sejarah Islam

Tanda tangan tersebut menimbulkan pertanyaan sulit bagi pimpinan tentara pendudukan Israel, pertanyaan yang bergema di dalam unit tempurnya, mengenai jumlah prajurit cadangan yang akan bergabung dengan mereka ketika dipanggil. Meskipun jumlah mereka melebihi 220.000 pada awal perang untuk waktu yang lama. Sekitar seperempat dari mereka diperkirakan akan direkrut tahun ini, mengingat penurunan 30% dalam jumlah prajurit dan perwira cadangan sejak dimulainya kembali serangan ke Gaza pada bulan Maret.

Krisis besar ini kemungkinan akan mengguncang militer Israel, karena pemerintah terus membuat undang-undang yang melarang kaum Haredi untuk menghindari dinas militer. Akibatnya, kekurangan prajurit reguler yang parah mengakibatkan kerugian bagi cadangan. Situasi ini membuat tentara pendudukan Israel kekurangan 12.000 tentara setiap tahunnya, termasuk 7.000 di unit tempur.

Tentara pendudukan Israel telah mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan dan kemerosotan yang serius, dan penipisan yang tidak masuk akal di Gaza menjadi sulit disembunyikan.

Bak gelombang tsunami, penandatangan petisi warga Israel itu akan berujung pada penghentian perang di Gaza atau kejatuhan pemerinahan Netanyahu. []

Baca Juga: Arah Kehidupan Pernikahan, Menemukan Tujuan Bersama

Sumber: Arabic Post

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Yahudi, Seburuk-buruk Teman

Rekomendasi untuk Anda

Palestina
Palestina
Palestina