Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Generasi Muda Dan Kemandirian Bangsa (Oleh : Habibi Adi Cipto)

Septia Eka Putri - Sabtu, 7 Oktober 2017 - 06:12 WIB

Sabtu, 7 Oktober 2017 - 06:12 WIB

443 Views ㅤ

M. Habibi Adi Cipto. Filantropi Pendidikan dan Aktivis Sosial. (Foto: Istimewa)

M. Habibi Adi Cipto (Foto: Istimewa)

 

Oleh: Habibi Adi Cipto, Filantropi Pendidikan dan Aktivis Sosial

Di tengah arus modern yang tergambarkan dalam wujud globalisasi sekarang ini, isu “Kemandirian Bangsa” bukan hanya merupakan sesuatu yang penting, tetapi sekaligus merupakan kebutuhan bagi bangsa Indonesia. Ada cukup banyak perspektif yang dapat diajukan tentang kemandirian bangsa Indonesia, termasuk oleh pemuda. Pemuda diakui oleh khalayak sebagai generasi penerus bangsa, Di tangan pemudalah maju mundurnya suatu bangsa bergantung. Kalimat tersebut memberi makna betapa pentingnya peran pemuda dalam mewujudkan kemandirian bangsa.

Betapa tidak. Sejarah telah membuktikan peran pemuda mempersatukan bangsa ini, yang terwujud dalam ikatan “Sumpah Pemuda”. Bahkan berkat dorongan paksa pemuda, Soekarno dan Hatta memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Hingga wajar kalau kemudian dalam Biografi, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, Beliau pernah mengatakan “Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia”. Kita juga mungkin masih ingat pula perjuangan para pemuda melawan kekorupan penguasa, Orde Lama tumbang, pun Orde Baru lengser oleh gerakan pemuda.

Baca Juga: Menjaga Kesehatan Saat Menghadiri Tabligh Akbar: Ini 7 Kiatnya

Itulah peran pemuda masa lalu. Pertanyaannya bagaimanakah peran pemuda saat ini? Apa yang seharusnya diperankan untuk mewujudkan kemandirian bangsa? Haruskah pemuda sekarang angkat bambu runcing? Untuk menjawab pertanyaan tersebut hendaknya kita merenungkannya dengan seksama. Apakah dengan gerakan mereka (para pendahulu) telah benar-benar membuahkan perubahan yang siginifikan saat ini sesuai dengan tujuan utama suatu bangsa, mencapai rakyat adil makmur sentosa? Singkatnya, Sudahkah bangsa ini mandiri?

Sudahkah kita berdaulat secara politik? Bangsa ini kita tahu mempunyai banyak partai politik, Pemimpin diusung melalui Pemilihan Umum secara langsung oleh rakyat. Apakah benar yang terjadi di lapangan demikian? Percaturan politik di lapangan patut diakui atau tidak, banyak melenceng dari aturan yang semestinya.

Sudahkah kita mandiri secara ekonomi? Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyampaikan kondisi ekonomi bangsa bagus ada peningkatan kesejahteraan rakyat. Seraya kami berkata, Amin! Ironisnya, rakyat yang mana, persoalan kemiskinan juga belum mengalami pengentasan, kalaupun terjadi pengentasan, itu lebih disebabkan karena banyaknya faktor kematian akibat bencana yang bertubi melanda bangsa ini. Lebih miris lagi ketika mengetahui hutang negara bertambah, bahkan saat ini mencapai Rp 3,779,98 Triliun (Bank Indonesia per Juni 2017), angka utang yang berada pada level berbahaya. Perusahaan Besar yang mempengaruhi hajat orang banyak pun, masih banyak dikuasai oleh Perusahaan Asing.

Bagaimana dengan berkepribadian sosial dan budaya? Banyak Ilmuwan sosial mengakui bahwa Indonesia adalah ladang kajian Ilmu Humaniora atau Ilmu Sosial. Bangsa ini diakui mempunyai beraneka macam suku dan budaya. Berkepribadian suka bergotong royong, bertoleransi, ramah dan masyarakat agamis . Ironisnya, di masyarakat yang agamis, korupsi jadi budaya, kebohongan melingkar seumpama spiral dan moralitas masih jadi persoalan mendasar.

Baca Juga: Silaturahim Membuka Pintu Keberkahan

Lemahnya kemandirian bangsa ini, tentu mempunyai sebab. Di awal kita pahami bahwa maju mundurnya suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh pemuda, apabila pemudanya lemah maka bangsa pun lemah. Sehingga logikanya lemahnya kemandirian pemuda menyebabkan lemahnya kemandirian suatu bangsa.

Melihat kenyataan yang terjadi saat ini, maka dibutuhkan sosok pemuda yang dapat melakukan akselerasi perbaikan bangsa. Akselerasi tersebut dapat terwujud melalui tindakan nyata dan peran yang dapat mereka berikan. Lalu, peran seperti apakah yang dapat membawa kita menuju ke gerbang kesejahteraan? Saat ini, banyak pemuda yang di mana masing-masing pribadi, bergerak sendiri untuk memenuhi kebutuhan dan keuntungan pribadi.

Mereka memang manusia-manusia brilian dan jenius tetapi seperti lidi yang berserakan, tidak terorganisasi menjadi kekuatan bangsa di bawah sebuah kepemimpinan yang solid. Kepemimpinan yang kuat dan baik tidaklah menjamin semua kesulitan kita selesai, tapi kepemimpinan yang kuat dan baik memastikan bahwa semua solusi strategis dan teknis yang kita rumuskan dapat bekerja secara benar dan efektif. Tapi, itu pulalah yang menjadi kunci masalah di mana semua berakar dari sana yaitu krisis akhlak dan kepemimpinan.

Kemandirian Bangsa

Baca Juga: Ini Dia Para Pembicara Tabligh Akbar dari Luar Negeri

Kemandirian bangsa tentu saja menjadi atensi dari semua elemen bangsa khususnya pemuda sebagai pengemban masa depan bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemuda memiliki peranan sejarah yang penting dan berkelanjutan dalam perjalanan kehidupan berbangsa. Mengingat peranan dan posisinya yang strategis dalam konfigurasi kehidupan kebangsaan, sudah sepatutnya pemuda mesti dipandang sebagai aset sosial bangsa yang strategis.

Secara kuantitatif, jumlah pemuda Indonesia hampir mencapai 28 persen atau sekitar 80 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia 260 juta jiwa (Data BKKBN, 2017). Sedangkan secara kualitatif, pemuda pun memiliki talenta dan kapasitas yang cukup memadai untuk menjalankan tugas-tugas kepeloporan dalam pembangunan nasional, demi menuju pencapaian kemandirian bangsa. Berkaitan dengan kebijakan pembangunan kepemudaan, pemerintahan sekarang ini haruslah memiliki visi yang reformis sekaligus progresif dalam menyusun regulasi kepemudaan.

Maka, sudahlah menjadi tanggung jawab generasi muda, sebagai anak zaman, untuk terus berjuang dari masa ke masa guna memperbaiki bangsanya. Merekatkan kembali persatuan yang retak. Pemuda dituntut untuk memikirkan nasib bangsa hari ini dan selanjutnya. Idealis, responsif, kritis merupakan karakter yang harus dimiliki pemuda, dengan tetap menjunjung etika dan moral.

Pemuda harus terus memperjuangkan amanat penderitaan rakyat dan terus mendorong demokrasi, yang jauh dari berbagai bentuk tindakan anarkistis dan akan merugikan kehormatan perjuangan itu sendiri. Wacana pengetahuan dan kemampuan yang memadai begitu diperlukan oleh generasi muda agar dapat melaksanakan tugas-tugas kebangsaannya. Jiwa patriotisme dan semangat nasionalisme mutlak harus dimiliki pemuda agar tidak kehilangan jati dirinya sebagai anak bangsa yang senantiasa menjaga kehormatan-kedaulatan bangsa.

Baca Juga: Panitia Nyatakan Siap Gelar Tabligh Akbar, Layani Jamaah dengan Sepenuh Hati

Untuk itu pemuda perlu membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang tinggi, agar berilmu dan berakhlak mulia. Pada tempatnyalah para pemuda bangsa saat ini bercermin kepada para pemuda tempo dulu yang begitu gigih tanpa pamrih dalam berjuang, cerdas dalam berkarya, dan berwawasan jauh ke depan. Dengan atribut kepeloporan seperti itu dipastikan kita mampu mengembalikan kehormatan dan martabat bangsa yang hampir sirna. Selamat datang para pemuda, perbuatanmu akan dikenang sepanjang zaman. Karya-karyamu akan dibaca sepanjang masa dan engkaulah kebanggaan bangsa di hari esok. (A/MHAC/R07/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Pentingnya Tabligh Akbar dalam Dakwah Islam

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Kolom
Indonesia
Indonesia