Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Generasi Ulul Albab, Ahli Zikir dan Pikir

Ali Farkhan Tsani - Selasa, 14 November 2017 - 08:55 WIB

Selasa, 14 November 2017 - 08:55 WIB

1120 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA (Mi’raj News Agency) 

Salah satu ciri khas dari orang yang berakal atau Ulul Albab yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu dalam penciptaan langit dan bumi dan segala isinya, selalu memperoleh manfaat dan faedah.

Ia selalu memadukan potensi pikir dan zikir, untuk mengagungkan kebesaran Allah.

Di dalam Al-Quran Allah menyebutnya dengan Ulul Albab. Seperti firman-Nya:

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

 إِنَّ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَـٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّہَارِ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّأُوْلِى ٱلۡأَلۡبَـٰبِ (١٩٠) ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَـٰمً۬ا وَقُعُودً۬ا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَڪَّرُونَ فِى خَلۡقِ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَـٰذَا بَـٰطِلاً۬ سُبۡحَـٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ (١٩١)

Artinya: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, [yaitu] orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi [seraya berkata]: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS Ali Imran [3]: 190-191).

Sebab turun (Asbabun Nuzul) ayat ini disebutkan oleh Imam Ath-Thabari dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abas Radhiyallahu ‘Anhu, salah seorang sahabat Nabi. Bahwa orang-orang Quraisy saat itu mendatangi kaum Yahudi dan bertanya, ”Bukti-bukti kebenaran apakah yang dibawa Musa kepadamu?” lalu dijawab, “Tongkatnya dan tangannya yang putih bersinar bagi yang memandangnya”.

Kemudian mereka mendatangi kaum Nasrani dan menanyakan, “Bagaimana halnya dengan Isa?” Dijawab, “Isa menyembuhkan mata yang buta sejak lahir dan penyakit sopak serta menghidupkan orang yang sudah mati.”

Selanjutnya mereka mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan berkata, “Mintalah dari Tuhanmu agar Bukit Shafa itu jadi emas untuk kami.” Maka Nabi pun berdoa memohon kepada Allah.

Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa

Beberapa saat kemudian, turunlah kedua ayat ini Surat Ali Imran ayat 190 dan 191.

Ayat ini mengajak mereka bukan untuk meminta sebukit emas. Namun justru mengajak untuk memikirkan penciptaan langit dan bumi dan hal-hal yang menakjubkan di dalamnya, seperti bintang-bintang, bulan, matahari serta peredarannya, laut, gunung-gunung, pohon-pohon, buah-buahan, binatang-binatang, dan sebagainya.

Semua itu menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal.

Pada riwayat lain bersumber dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, isteri Nabi. Malam itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada isterinya, “Wahai ‘Aisyah, saya malam ini akan beribadah penuh kepada Allah”. Aisyah pun menjawab, “Sesungguhnya saya senang jika baginda berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendak baginda. Namun  baiklah. Saya tidak keberatan”.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Maka bangunlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari tempat tidurnya, lalu mengambil air wudu tidak jauh dari tempatnya, kemudian beliau shalat. Saat shalat itu, beliau menangis hingga air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat-ayat Al-Quran yang dibacanya.

Setelah shalat beliau duduk memuji Allah, dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi, hingga air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal datang seusai azan subuh dan melihat Nabi menangis, ia bertanya, “Wahai Rasulullah. Mengapakah baginda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa baginda, baik yang terdahulu maupun yang akan datang”. Nabi pun menjawab, “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Allah telah menurunkan ayat-ayat-Nya kepadaku”.

Selanjutnya beliau berkata: “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini, Ali Imran 190-191, tapi tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya”.

Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital

Kalimah Allah di muka bumi. (Youtube)

Keagungan Kekuasaan Allah

Di dalam penjelasan Tafsir Depag dijelaskan, salah Satu ciri khas bagi orang yang berakal yaitu apabila ia memperhatikan sesuatu, selalu memperoleh manfaat dan faedah. Ia selalu menggambarkan kebesaran Allah, mengingat dan mengenang kebijaksanaan, keutamaan dan banyaknya nikmat Allah kepadanya.

Ia pun selalu mengingat Allah pada setiap kesempatan waktu dan keadaan, baik di waktu ia berdiri, duduk atau berbaring. Tidak ada satu waktu dan keadaannya dibiarkan berlalu begitu saja. kecuali diisi dan digunakannya untuk memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.

Memikirkan keajaiban-keajaiban yang terdapat di dalamnya, yang menggambarkan kesempurnaan alam dan kekuasaan Allah Sang Pencipta.

Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!

Hingga pada ujungnya setiap orang yang berakal akan mengambil kesimpulan dan berkata, “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan makhluk ini semua, yaitu langit dan bumi serta segala isinya dengan sia-sia. Tidaklah Kau ciptakan semuanya dengan tidak mempunyai hikmah yang mendalam dan tujuan yang tertentu yang akan membahagiakan kami di dunia dan di akhirat. Maha Suci Engkau Ya Allah dari segala sangkaan yang bukan bukan yang ditujukan kepada Engkau. Karenanya, maka peliharalah kami dari siksa api neraka yang telah disediakan bagi orang-rang yang tidak beriman”.

Begitulah, semua itu menjadi tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berakal sehat (Ulul Albab).

Selanjutnya mereka akan berkesimpulan bahwa tidak ada satu pun ciptaan Allah dan kejadian yang sia-sia, karena semuanya adalah inspirasi bagi orang-orang yang berakal.

Alam semesta bisa menginspirasi menjadi temuan ilmu pengetahuan yang selalu terbuka untuk dipelajari. Pengamatan ilmiah terhadap fenomena-fenomena alam semesta dan kekaguman terhadap hukum-hukum yang mengaturnya dapat memunculkan getaran-getaran spiritualitas jiwa dalam diri manusia.

Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI

Hingga aktifitas berpikir dalam pengamatan ilmiah terhadap fenomena-fenomena di alam semesta tersebut mendorong aktivitas berdzikir kepada Allah Sang Pencipta jagat raya. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kemenangan Trump dan Harapan Komunitas Muslim Amerika

Rekomendasi untuk Anda

MINA Health
Tausiyah
Indonesia
Indonesia
Kolom
MINA Millenia
MINA Preneur
MINA Health