SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Genosida Muslim Chameria: Luka yang Terbuka Lagi di Balkan

Bahron Ansori Editor : Zaenal Muttaqin - Senin, 1 Juli 2024 - 09:05 WIB

Senin, 1 Juli 2024 - 09:05 WIB

29 Views

Selama beberapa dekade di bawah pemerintahan komunis, warga Albania tidak diperbolehkan mengangkat isu pengungsi Cham agar tidak mengganggu hubungan Yunani-Albania (Foto: UNRRA)

Oleh Bahron Ansori, wartawan Kantor Berita MINA

Kala itu, ribuan Muslim Cham, termasuk wanita, anak-anak, dan lansia, dibantai tanpa ampun. Desa-desa mereka dibakar, harta benda mereka dijarah, dan mereka dipaksa melarikan diri ke Albania. Perkiraan jumlah korban bervariasi, dengan klaim dari 25.000 hingga 70.000 orang Cham terbunuh.

Peringatan 80 tahun pengusiran dan pembunuhan brutal orang Cham, Muslim Albania, oleh pasukan Yunani di tahun 1944, kembali membuka luka lama di Balkan. Peristiwa tragis ini, dikenal sebagai “Genosida Chameria” oleh orang Albania, menjadi pengingat kelam akan kekejaman etnis dan ketegangan yang masih ada antara Albania dan Yunani.

Awal Tragedi

Baca Juga: Memberantas Judi Online di Masyarakat

Pada akhir Perang Dunia II, ketika Nazi Jerman mulai terdesak, pergeseran kekuatan di Balkan memicu konflik etnis di wilayah Chameria, Yunani utara. Saat pasukan Jerman mundur, pasukan nasionalis Yunani yang dipimpin oleh Jenderal Napoleon Zervas melancarkan serangan brutal terhadap penduduk Cham.

Genosida Chameria meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Albania. Bagi banyak orang, peristiwa ini menjadi simbol penindasan dan pembersihan etnis terhadap Muslim di Yunani.

Peringatan 80 tahun tragedi ini memicu kembali seruan untuk pengakuan dan permintaan maaf dari pihak Yunani, namun belum ada tanggapan signifikan.

Genosida Chameria tidak hanya berdampak pada masa lalu, tetapi juga terus memengaruhi hubungan Albania dan Yunani hingga saat ini.

Baca Juga: Kunci Sukses Dalam Membina Umat

Ketegangan antar kedua negara masih terasa, dan isu Chameria menjadi salah satu batu sandungan utama dalam normalisasi hubungan keduanya.

Perjuangan untuk Pengakuan

Generasi baru di Albania terus menyuarakan tuntutan pengakuan dan keadilan bagi para korban Genosida Chameria.

Berbagai organisasi dan aktivis Albania bekerja keras untuk menjaga ingatan peristiwa ini tetap hidup dan mendorong dialog konstruktif antara Albania dan Yunani.

Baca Juga: KH. Ahmad Hanafiah, Ulama Lampung yang Gigih Melawan Penjajah

Meskipun 80 tahun telah berlalu, luka Genosida Chameria masih terasa. Penyelesaian masalah ini membutuhkan upaya serius dari kedua belah pihak untuk mengakui sejarah, meminta maaf atas kesalahan masa lalu, dan membangun hubungan yang lebih damai dan konstruktif di masa depan.

Perkiraan Korban Genosida Chameria:

Sejarawan Paul Mojzes mengatakan, setidaknya 2.877 orang Cham Albania terbunuh, 475 wanita diperkosa, 68 desa dihancurkan.

Sementara itu menurut catatan dari Organisasi Cham Albania, ada sekitar 5.800 orang Albania terbunuh.

Baca Juga: 10 Kunci Meraih Sukses Menurut Petunjuk Al-Quran

Dampak Genosida Chameria membuat pengusiran paksa sekitar 20.000 orang Cham Albania oleh Liga Yunani Republik Nasional.

Orang-orang Cham dipaksa pindah ke Albania dan yang tertinggal hanya Helenisasi komunitas Cham Kristen yang tersisa.

Seorang aktivis muda bernama Sildi Koqini hingga kini terus berusaha untuk melesatrikan dan menjaga kenangan genosida warga Muslim Cham agar bisa menjadi pelajaran dan pengingat bagi generasi penerus selanjutnya.

Konteks Sejarah

Baca Juga: Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 Terbilang Sukses?

Di awal abad ke-20, Balkan merupakan mosaik kelompok agama dan etnis di bawah kekuasaan Ottoman. Sebuah sinergi keindahan budaya, agama dan sosial hidup subur di sana.

Namun di tahun 1912, Albania merdeka dan memisahkan diri dari Ottoman. Di saat yang sama, nasionalisme Yunani dan Serbia menguat, berusaha mencapai homogenitas etnis dan agama.

Genosida Chameria merupakan konsekuensi tragis dari nasionalisme ekstrem dan pembersihan etnis kelompok tak bertanggung jawab di Yunani.

Peristiwa ini meninggalkan luka mendalam bagi rakyat Albania dan masih menjadi batu sandungan dalam hubungan Albania-Yunani. Upaya untuk pengakuan, permintaan maaf, dan rekonsiliasi masih terus dilakukan.

Baca Juga: Global Kurban, Bukti Cinta Umat Islam Indonesia untuk Dunia

Sebenarnya, wilayah Chameria, di sepanjang sejarah modernnya, telah menjadi rumah bagi orang-orang Yunani dan Albania.

Namun, awal mula Perang Balkan pada tahun 1912-1913 menandai pergeseran dramatis. Didorong oleh semangat irredentisme, pasukan Yunani melancarkan kampanye untuk menguasai wilayah yang mereka anggap sebagai milik mereka.

Iredentisme adalah sebuah ideologi politik yang mencita-citakan penyatuan kembali wilayah yang dianggap sebagai bagian integral dari suatu negara, namun saat ini dikuasai oleh negara lain.

Biasanya, iredentisme didasarkan pada kesamaan etnis, sejarah, atau budaya antara wilayah yang diklaim dan negara yang ingin menyatukannya.

Baca Juga: Naik Turunnya Keuangan Syariah: Refleksi Ketidaksempurnaan Sistem

Menurut sejarawan Renaud Dorlhiac dalam bukunya “The Cham Issue in Relation to Albanian, Greek and Turkish National Projects (1908–25)”, pasukan Yunani menargetkan para pemimpin Albania, membakar desa-desa, dan merampas tanah.

Akibatnya, ribuan orang terpaksa mengungsi ke wilayah Ottoman atau negara Albania yang baru berdiri.

“Pada tahun 1945, dengan mengusir orang-orang Albania Chameria dari rumah mereka, Yunani menyelesaikan proyek pembersihan etnis yang telah berlangsung selama beberapa dekade,” kata Alket Veliu, direktur Yayasan Chameria “Hasan Tahsini”.

“Ini adalah fakta sejarah yang tidak boleh dibungkam. Selama 80 tahun, Yunani telah berupaya keras untuk mengubur masalah ini di Athena dan Tirana. Namun, kami masih memiliki saksi mata yang hidup,” tambah Veliu dalam wawancaranya dengan MEE.

Baca Juga: Khutbah Idul Adha 1445: Pengorbanan Untuk Pembebasan Al-Aqsa

Di bawah rezim komunis, hanya sedikit orang Cham Albania yang berani menyuarakan masalah ini, karena takut mengganggu hubungan Yunani-Albania. Baru pada tahun 1991 diskusi tentang reparasi mulai mengemuka, dan berturut-turut pemerintah Yunani berusaha untuk menghalangi upaya tersebut.

Pada tahun 2022, anggota parlemen Uni Eropa Manolis Kefalogiannis dari partai berkuasa Yunani mengecam upaya parlemen Albania untuk mengakui genosida Cham, menyebutnya sebagai tindakan yang “tidak dapat diterima”.

Genosida Muslim Cham merupakan luka sejarah mendalam bagi masyarakat Cham Albania. Upaya untuk mengakui dan menuntut keadilan atas peristiwa tragis ini terus dilakukan, meskipun ditentang oleh pihak Yunani.

Aspirasi Keanggotaan Uni Eropa Albania

Baca Juga: Peran Penting Literasi Pengakuan Internasional terhadap Warisan Tak Benda Indonesia

Pengajuan mosi ke Parlemen Eropa terkait genosida Cham di Albania menimbulkan kekhawatiran bahwa hal ini dapat menghambat kemajuan Albania dalam upayanya untuk bergabung dengan Uni Eropa.

Yunani secara konsisten menyangkal keberadaan isu Cham dan menolak untuk membahasnya.

Yunani tahu betul apa yang terjadi di Chameria, karena mereka pelakunya. Genosida itu nyata. Parlemen Albania pun sudah mengakuinya pada tahun 1994. Diam berarti berisiko mengulangi sejarah kelam itu ” kata Alket Veliu, direktur Yayasan Chameria “Hasan Tahsini”.

Pada tahun 2016, Johannes Hahn, Komisaris Eropa untuk Kebijakan dan Perluasan Lingkungan Eropa, menyebut “Masalah Cham” sebagai “masalah yang sudah ada” antara Albania dan Yunani yang perlu diselesaikan. Pernyataan ini menuai kecaman dari Yunani, yang menuduh Hahn memihak Albania daripada negara anggota UE lainnya.

Baca Juga: Luar Biasa, Sherly Polwan Banyumas Jawa Tengah Hafal Al-Quran 30 Juz

Masalah Cham menjadi batu sandungan yang rumit dalam perjalanan Albania menuju Uni Eropa. Pengakuan dan penyelesaian masalah ini oleh Yunani menjadi prasyarat penting bagi Albania untuk mendapatkan persetujuan penuh dari semua negara anggota UE.

Kebuntuan ini menggarisbawahi kompleksitas proses integrasi Uni Eropa, di mana sejarah dan politik memainkan peran penting dalam menentukan nasib suatu negara.

Luka Lama Cham Mencari Keadilan

Perdana Menteri Albania Edi Rama, dalam kunjungannya ke Yunani awal tahun ini, membuka kembali luka lama dengan menyebut “pengusiran paksa nenek moyang kami dari rumah mereka di wilayah utara Yunani”, mengacu pada wilayah Chameria.

Pernyataan ini memicu kecaman dari Kedutaan Besar Yunani di Tirana, yang menentang peringatan resmi Albania terkait dugaan genosida suku Cham Albania dan pendudukan Yunani atas wilayah Albania.

Di Albania pasca-komunis, lebih dari 100.000 orang Cham terus menuntut pengakuan atas penderitaan mereka. Sejarawan Albania Olsi Jazexhi menjelaskan bahwa mereka mendesak pemerintah Albania untuk menyelesaikan masalah ini dengan Yunani.

Pada Maret 2011, komunitas Cham membentuk partai politik mereka sendiri, yaitu Partai untuk Keadilan, Integrasi dan Persatuan. Partai ini berpartisipasi dalam pemilu, memiliki anggota parlemen, dan menuntut reparasi senilai $10,7 miliar dari Yunani atas pengusiran orang-orang Cham Albania.

Masalah Chameria merupakan isu kompleks yang berakar dari sejarah panjang perselisihan antara Yunani dan Albania. Pengakuan dan penyelesaian masalah ini oleh kedua belah pihak menjadi kunci untuk mencapai rekonsiliasi dan kerjasama regional yang berkelanjutan.

Kekhawatiran Yunani dan Implikasi Luas

Aktivisme Cham dan tuntutan mereka di badan internasional memicu kekhawatiran di pihak pemerintah Yunani. Sejarawan Albania Olsi Jazexhi menjelaskan bahwa Yunani memandang tuntutan Cham sebagai “front baru” yang mirip dengan masalah minoritas Muslim Turki yang telah lama dihadapi Yunani.

Minoritas Muslim Turki di Yunani selama bertahun-tahun menyuarakan keluhan tentang dugaan diskriminasi oleh Athena, sebuah isu yang masih belum terselesaikan.

Kekhawatiran Yunani terkait kembalinya orang-orang Cham didasari pada anggapan bahwa hal itu akan mengubah demografi wilayah yang telah di-Hellenisasi (proses penyebaran budaya Yunani Kuno, red.) selama 100 tahun terakhir.

Yunani tidak ingin membuka kembali pintu bagi umat Muslim yang diusir 100 tahun lalu. Jika mereka diizinkan kembali, ini akan membalikkan demografi Hellenisasi yang telah dilakukan Yunani selama satu abad terakhir,” kata Jazexhi.

Ketakutan Yunani akan perubahan demografi mencerminkan kompleksitas masalah Cham, di mana dimensi politik, etnis, dan agama terjalin erat.

Penyelesaian yang adil dan berkelanjutan membutuhkan dialog konstruktif dan kompromi dari semua pihak yang terlibat.[]

(Sumber: middleeasteye.net)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Artikel
Palestina
Internasional
Dunia Islam
Artikel
MINA Sport