Gerwani dalam Catatan Kelam G30S/PKI

Oleh Sri Astuti, wartawan MINA

Malam jahannam itu begitu kuat terngiang di benak setiap umat Islam negeri ini. Bagaimana tidak, satu demi satu jenderal yang belum dibunuh itu disiksa di sebuah rumah kosong di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Di antaranya ada sekelompok wanita yang dengan nekat menyayat wajah-wajah  jenderal yang masih hidup. Wanita-wanita itu yang dalam sejarah dikenal sebagai anggota organisasi wanita Partai Komunis Indonesia () dengan nama Gerakan Wanita Indonesia (). 

Itu adalah salah satu episode pemberontakan dan pengkianatan PKI pada 30 September 1965 tengah malam, dengan menculik dan membunuh perwira-perwira tinggi senior Angkatan Darat termasuk Menko Hankam/KASAB Jendral AH Nasution yang berhasil meloloskan diri dan Panglima Angkatan Darat Jendral Achmad Yani.

Sudah 56 tahun lalu ,Lubang Buaya itu menjadi saksi bisu bagaimana enam perwira tinggi dan 1 perwia pertama TNI AD ditangkap, disiksa, dibunuh dan dimasukkan ke sumur yang hanya berdiameter 75 sentimeter dengan kedalaman 12 meter itu. Siapa lagi pelakunya jika bukan anggota PKI.

Kini, peristiwa itu kita kenal sebagai Gerakan 30 September (), sekali lagi pengkianatan PKI pada bangsa dan negara dan sampai hari ini pula 30 September 1965 menjadi hari dengan catatan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia.

Pejabat-pejabat senior AD termasuk KASAD Jendral Achmad Yani dibunuh. Maka Panglima Kostrad  Mayor Jenderal (Mayjen) Soeharto sebagai jendral paling senior Angkatan Darat yang masih berfungsi, mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. untuk dengan cepat melancarkan pembasmian G-30S/PKI. Tangggal 3 Oktober 1965, Mayjen Soeharto diangkat sebagai Panglima Kopkamtib (Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban). Jabatan ini memberikan wewenang besar untuk melakukan pembersihan terhadap fihak-fihak yang dituduh sebagai pelaku G-30-S/PKI. Baik PKI, organisasi-organisasinya, tokoh-tokoh-tokohnya maupun kalangan-kalangan lain yang dianggap ikut gerakan.

Soeharti juga memimpin pasukan untuk menumpas habis G30S PKI dengan mengerahkan pasukan RPKAD (Resimen Para Komando Angkatan Darat) di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan-pasulan dari Divisi Siliwangi, Kavaleri dan satuan-satuan lain yang menentang G30S/PKI.

Di samping itu PKI dan organisasi-organisasi di bawahnya dibubarkan, salah satunya Gerwani, organisasi wanita PKI.

Sejarah Berdirinya Gerwani

Gerwani didirikan pada 4 Juni 1950 di Semarang, Jawa Tengah, sebelumnya bernama Gerwis (Gerakan Wanita Sedar), berubah menjadi Gerwani dalam konggres kedua mereka pada 1954 dan memilih Umi Sardjono, yang merupakan anggota PKI, sebagai ketuanya.

Keanggotaannya terus berkembang pesat. Diperkirakan memiliki lebih dari 650.000 anggota pada tahun 1957. Kemudian bertambah menjadi 1,5 juta orang anggota di tahun 1963. Terakhir mengaku memiliki  sekitar 3 juta anggota pada tahun 1965.

Kelompok yang memiliki hubungan kuat dengan PKI ini sendiri sebenarnya merupakan organisasi independen yang memperhatikan masalah-masalah sosialisme dan feminisme, termasuk reformasi hukum perkawinan, hak-hak buruh, dan nasionalisme Indonesia. .

Mulai awal 1960-an, Gerwani telah mendapatkan peran dalam politik nasional karena bagian dari  PKI dan aspek-aspek feminis telah berkurang.

Catatan Kelam Gerwani

Gerwani adalah salah satu organisasi onderbouw PKI yang dinyatakan terlibat dalam peristiwa G30S/PKI karena itu dinyatakan dilarang bersama organisasi-organisasi onderbouw lainnya PKI seperti organisasi pemuda Pemuda Rakyat, organisasi buruh SOBSI, organisasi kebudayaan Lekra dll.

Setelah kudeta 30 September 1965, Gerwani dilarang,  tindakan-tindakan sadis dan amoralitasnya sering dipaparkan.

 genirangrang.wordpress.com

Harian Kompas pada Senin 13 Desember 1965 menulis berita mengenai “Tarian Bunga Harum Jang A-susila”, yang menyebutkan Gerwani melakukan tarian Harum Bunga yang asusila di di Lubang Buaya.

Tari Harum Bunga sendiri identik dengan lagu Genjer-Genjer yang dipopulerkan oleh Bing Slamet dan Lilies Suryani pada 1962. Lagu ini  disebutkan dilagukan bersama saat pembunuhan di Lubang Buaya.

Hersri Setiawan, sastrawan yang merupakan eks tapol Pulau Buru, kemudian menjelaskan Tari Harum Bunga diciptakan oleh anggota Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) cabang Jawa Tengah yang bernama Suyud.

Pembubaran  Gerwani disusul dengan penangkapan aktivis-aktivis a Gerwani hingga ke pelosok daerah. Ada yang mencoba melarikan diri, hidup dalam buronan. Banyak pula yang akhirnya tertangkap dan dipenjara.

Mereka diisolasi di kamp tahanan politik khusus wanita di Plantungan, Kendal, Jawa Tengah, Penjara Wanita Bukit Duri di Jakarta Selatan, dan bekas sekolah Tionghoa di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Tuduhan keterkaitan Gerwani dalam Lubang Buaya kemudian diwujudkan dalam hiasan relief di kaki Monumen Pancasila Sakti yang diresmikan pada 1 Oktober 1973.  (A/R7/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)