Bogor, 7 Dzulhijjah 1436/21 September 2015 (MINA) – Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof.Dr. Dadang, berhasil mengembangkan pestisida nabati ramah lingkungan.
Dalam orasi ilmiah yang dibacakannya di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga pekan lalu, Dadang mengatakan, tumbuhan memproduksi dua kelompok senyawa yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder.
Salah satu fungsi metabolit sekunder adalah sebagai chemical defense terhadap serangan organisme termasuk hama dan patogen, demikian laman resmi IPB melaporkan sebagaimana dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Senin (21/9).
Contoh tanaman yang bisa dijadikan pestisida nabati adalah Gomphrena globosa (Amaranthaceae) dan A. Galanga yang terbukti dapat menekan populasi larva P. Xylostella pada pertanaman kubis.
Baca Juga: Warga Israel Pindah ke Luar Negeri Tiga Kali Lipat
Perasan daun tembakau (Nicotiana tabacum/Solanaceae) digunakan untuk mengendalikan beberapa hama. Dari famili Clusiaceae, ekstrak getah dan kulit batang Calophyllum soulattri memberikan efek kematian yang tinggi pada larva C. Pavonana dan di lapangan dapat menekan populasi hama jenis C. Pavonana ini hingga 64,8%.
“Walaupun pestisida nabati lebih aman daripada pestisida sintetik, beberapa ekstrak tumbuhan dapat berdampak buruk bagi serangga berguna, antropoda tanah dan tanaman budidaya. Ekstrak yang bekerja sebagai racun kontak dapat memberikan pengaruh buruk pada predator, parasitoid, penyerbuk dan artopoda lainnya,” ujarnya.
“Aplikasi ekstrak tunggal atau campuran dapat memberikan efek fitotoksis pada tanaman budidaya. Untuk itu pengujian secara komprehensif diperlukan untuk menguji kelayakannya,” tambahnya.
Menurut Dadang, pengembangan pestisida nabati di Indonesia masih sangat terbuka seiring dengan kebutuhan masyarakat akan produksi pertanian sehat.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Jika tidak dapat menggantikan peran pestisida sintetik sepenuhnya, paling tidak pestisida nabati dapat berperan mengurangi penggunaan pestisida sintetik dan menjadi alternatif dalam pengendalian OPT di Indonesia.
Undang-undang No.12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman mengamanatkan agar setiap usaha pertanian mengimplementasikan Sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Strategi pengendalian dengan pestisida diposisikan sebagai alternatif terakhir.
Namun masyarakat masih menjadikan pestisida sebagai pilihan pertama dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
Aplikasi pestisida sintetik yang sangat intensif, berlebihan dan diaplikasikan secara tidak bijaksana dapat menyebabkan dampak negatif yang sangat berbahaya bagi OPT, manusia dan lingkungan.
Baca Juga: Timnas Indonesia Matangkan Persiapan Hadapi Bahrain
Masalah lain adalah keberadaan residu pestisida yang sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen produk pertanian dan dapat menurunkan nilai jual komoditas pertanian.(T/P007/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)