Hadapi Transisi Dari Musim Hujan Ke Kemarau, BMKG Imbau Masyarakat Siap

Sumber data BMKG

Jakarta, MINA – Badan Metrologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menghimbau masyarakat untuk bersiap menghadapi masa transisi dari ke .

Berdasarkan pantauan BMKG dengan lembaga internasional terhadap kondisi Samudera Pasifik dan Samudera Hindia mengindikasikan, bahwa hingga awal April 2018 ini kondisi La Nina kategori lemah sudah berakhir menuju kondisi normalnya pada bulan Mei hingga September 2018 nanti.

Sementara itu, tidak ada indikasi anomali iklim dipole mode yang terjadi di Samudera Hindia bagian barat Sumatera.

“BMKG memprediksi Samudera Hindia tetap dalam kondisi normal pada periode April hingga September 2018 nanti,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam siaran tertulis yang diterima MINA, Selasa (17/4).

Ia menjelaskan, sirkulasi angin regional sudah didominasi angin Monsun Australia (angin timuran) hampir di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa.  Angin timuran membawa massa udara kering dari Benua Australia, kondisi ini selaras dengan awal periode musim kemarau di Indonesia.

“Meski demikian, di beberapa wilayah terutama di bagian barat, masih terdapat massa udara basah yang cukup lembap (lebih dari 65 persen), terutama di atmosfer lapisan menengah (ketinggian 3000 meter),” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini dapat mendukung tumbuhnya awan-awan konvektif sehingga hujan sporadis masih berpeluang terjadi di beberapa wilayah di Sumatera bagian Selatan, Jawa bagian Tengah dan Timur, Kalimantan bagian Utara dan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat dan Selatan, serta Maluku bagian Utara.  Pada musim transisi, potensi dan peluang ekstrem seperti hujan es dan puting beliung dapat terjadi.

“Analisis Hari Tanpa Hujan hingga dasarian I April menunjukkan panjang kekeringan meteorologis akibat ketiadaan hari hujan berturut-turut, dilaporkan bahwa beberapa daerah telah mengalami hari tanpa hujan kategori sangat panjang (lebih dari 30 hari) yaitu di Aceh Utara (35 hari), kategori  panjang (lebih 20-30 hari) yaitu di Batuta, Nusa Tenggara Timur (30 hari) dan di Sumatera Utara (26 hari). Sementara itu, beberapa daerah di Jawa Timur dan NTB sudah mengalami ketiadaan hari hujan berturut-turut kategori menengah (11 – 20 hari),” paparnya.

Sebelumnya, BMKG telah memprediksi sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau awal bulan April ini. Awal musim kemarau tidak seragam di tiap daerah. Hingga awal April, daerah yang sudah memasuki kemarau adalah Provinsi NTT, NTB, DIY, Riau, Sumatera Utara, dan Aceh.

Kemudian merambat perlahan ke arah barat dan utara ke Pulau Jawa, sebagian Sulawesi, sebagian Kalimantan, dan Sumatera yang memasuki awal kemarau secara umum di bulan Mei. Demikian juga untuk sebagian Papua. Prospek curah hujan 10-harian ke depan, beberapa daerah diprediksikan mendapatkan akumulasi curah hujan kategori rendah (kerang dari 50 mm dalam 10 hari) di antaranya daerah NTT, NTB, dan sebagian Jawa Timur. Sementara wilayah lain, umumnya masih berpeluang mendapat akumulasi curah hujan dengan tingkat menengah (50 – 150 mm dalam 10 hari).

“Menghadapi musim kemarau tahun ini, perlu diwaspadai daerah-daerah yang rentan terjadinya Kebakaran lahan dan hutan, di antaranya Aceh dan Sumatera Utara bagian timur, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, serta sebagian Papua bagian Selatan,” tambahnya. (R/R10/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.