Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عن أبي حمزة أنس بن مالك رضي الله عنه –خادم رسول اله صلى الله عليه وسلم قال ” لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu, pelayan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai milik saudaranya (sesama muslim) seperti ia mencintai miliknya sendiri.” [Bukhari no. 13, Muslim no. 45]
Demikian dijelaskan di dalam kitab Shahih Bukhari. Digunakan kalimat “milik saudaranya” tanpa kata yang menunjukkan keraguan. Di dalam Shahih Muslim disebutkan “milik saudaranya atau tetangganya” dengan kata yang menunjukkan keraguan.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan
Para ulama berkata bahwa “tidak beriman” yang dimaksudkan ialah imannya tidak sempurna karena bila tidak dimaksudkan demikian, maka berarti seseorang tidak memiliki iman sama sekali bila tidak mempunyai sifat seperti itu.
Maksud kalimat “mencintai milik saudaranya” adalah mencintai hal-hal kebajikan atau hal yang mubah. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Nasa’i yang berbunyi, “Sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti mencintainya untuk dirinya sendiri.”
Abu ‘Amr bin Shalah berkata, “Perbuatan semacam ini terkadang dianggap sulit sehingga tidak mungkin dilakukan seseorang. Padahal tidak demikian, karena yang dimaksudkan ialah bahwa seseorang imannya tidak sempurna sampai ia mencintai kebaikan untuk saudaranya sesama muslim seperti mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri. Hal tersebut dapat dilaksanakan dengan melakukan sesuatu hal yang baik bagi diriya, misalnya tidak berdesak-desakkan di tempat ramai atau tidak mau mengurangi kenikmatan yang menjadi milik orang lain. Hal-hal semacam itu sebenarnya gampang dilakukan oleh orang yang berhati baik, tetapi sulit dilakukan orang yang berhati jahat.”
Sementara itu salafus shalih yang lain, Abu Zinad berkata, “Secara tersurat hadits ini menyatakan hak persaman, tetapi sebenarnya manusia itu punya sifat mengutamakan dirinya, karena sifat manusia suka melebihkan dirinya. Jika seseorang memperlakukan orang lain seperti memperlakukan dirinya sendiri, maka ia merasa dirinya berada di bawah orang yang diperlakukannya. Bukankah sesungguhnya manusia itu senang haknya dipenuhi dan tidak dizhalimi? Sesungguhnya iman yang dikatakan paling sempurna ketika seseorang berlaku zalim kepada orang lain atau ada hak orang lain pada dirinya, ia segera menginsafi perbuatannya sekalipun hal itu berat dilakukan.”
Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina
Diriwayatkan bahwa Fudhail bin ‘Iyadz, berkata kepada Sufyan bin ‘Uyainah, “Jika anda menginginkan orang lain menjadi baik seperti anda, mengapa anda tidak menasihati orang itu karena Allah. Bagaimana lagi kalau anda menginginkan orang itu di bawah anda?” (Tentunya anda tidak akan menasihatinya).
Sebagian ulama yang lain berpendapat, “Hadits ini mengandung makna bahwa seorang mukmin dengan mukmin lainnya laksana satu tubuh. Oleh karena itu, ia harus mencintai saudaranya sendiri sebagai tanda bahwa dua orang itu menyatu.”
Seperti tersebut pada hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا.
“Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya seperti satu bangunan yang tersusun rapi, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” Dan beliau merekatkan jari-jemarinya.[HR. Al-Bukhari (no. 481, 2446, 6026), Muslim (no. 2585) dan at-Tirmidzi (no. 1928), dari Sahabat Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu.
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-1] Amalan Bergantung pada Niat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun pernah bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.
“Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” [HR. Al-Bukhari (no. 6011), Muslim (no. 2586) dan Ahmad (IV/270).
Dalam keterangan lain dari sahabat Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhuma, lafazh ini milik Muslim lain, “Orang-orang mukmin laksana satu tubuh, bila satu dari anggotanya sakit, maka seluruh tubuh turut mengeluh kesakitan dengan merasa demam dan tidak bisa tidur malam hari.”
Kesimpulannya, tidaklah sempurna keimanan seorang hamba jika dia sendiri tidak atau belum bisa mencintai kebaikan yang dilakukan saudaranya, wallahua’lam.(A/RS3/RS2)
Baca Juga: Enam Langkah Menjadi Pribadi yang Dirindukan
(Sumber: Hadits Arbain An-Nawawi. Penerbit: Darul Haq)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: BSP 2024, Solidaritas dan Penghormatan Bagi Pahlawan di Tengah Genosida