Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Haji dan Panggilan Kemanusiaan (Oleh: Imam Shamsi Ali)

sajadi - Senin, 4 Juli 2022 - 19:55 WIB

Senin, 4 Juli 2022 - 19:55 WIB

2 Views

Jamaah haji mengenakan masker wajah saat melakukan tawaf mengelilingi Ka'bah di Masjidil Haram, kota suci Mekah, Arab Saudi, Jumat (31/7/2020).(Sumber: Saudi Ministry of Media)

Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation, New York

Saat ini umat Islam di seluruh dunia bersiap-siap menyambut datangnya hari-hari penting di bulan haji. Bahkan saat ini pun musim haji telah mulai terasa. Penerbangan jamaah haji dari berbagai negara dunia sudah dilakukan sejak beberapa waktu terakhir.

Haji memang adalah ibadah yang paling menghebohkan. Tentu selain karena merupakan kewajiban sekali seumur hidup. Juga karena haji itu memerlukan persiapan yang banyak. Apalagi dalam konteks Indonesia yang antriannya di saat suasana tidak normal ini mencapai 99 tahun di beberapa daerah.

Sehingga wajar ketika seseorang terpilih melaksanakan ibadah ini menjadi kebahagiaan sekaligus kehormatan komunal yang besar. Di berbagai daerah diekspresikan dengan berbagai tradisi yang berbeda.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Tapi yang pasti ada satu hal yang menarik dari panggilan menunaikan ibadah haji ini dalam Al-Quran. Allah Subhanallahu wata’ala tidak lagi menggunakan kata spesifik “orang-orang beriman”, yang biasanya dipahami secara konsensus sebagai panggilan kepada umat Islam.

Ketika Allah memanggil orang-orang beriman untuk menunaikan ibadah haji, justeru penggilan itu bersifat kemanusiaan. Panggilan yang bersifat universal, seolah tanpa batas.

Hal ini dapat kita lihat pada ayat-ayat berikut:

“Dan kumandangkan kepada ‘manusia’ untuk menunaikan ibadah haji. Niscaya mereka akan datang kepadamu berjalan kaki atau dengan onta-onta jinak. Mereka datang dari tempat-tempat yang jauh”. (S. Al-Haj: 28).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

“Dan bagi Allah atas ‘manusia’ untuk menunaikan ibadah haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu melakukannya” (S. Ali Imran: 97).

Penyebutan “an-naas” dalam ayat-ayat haji di atas merupakan indikasi jelas akan panggilan universal ini. Sekaligus deklarasi umum bahwa Islam adalah “hudan lin-naas” atau petunjuk universal bagi seluruh manusia.

Panggilan universal kemanusiaan ini juga sekaligus menggaris bawahi persaudaraan universalitas dalam Islam. Bahwa dalam Islam semua manusia itu bersaudara secara asal. Semua berasal dari Adam dan Hawa. Dan Adam berasal dari tanah.

Panggilan universalitas ini juga sekaligus mengingatkan saya tentang rasisme dan tendensi meningginya “White Supremacy” di dunia Barat. Seolah manusia terkotak dan nilainya ada pada ras dan warna kulitnya.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Panggilan kemanusiaan universal juga mengingatkan universalitas “kesetaraan manusia” (human equality” yang pernah dideklarasikan Rasul Allah, Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, di Padang Arafah. Bahkan jauh sebelum Komisi HAM melakukan hal sama hanya di abad lalu.

Secara khusus, amalan-amalan haji pada galibnya berhubungan dengan Nabi Allah Ibrahim AS. Juga sebuah indikasi bahwa Islam itu adalah dasar dari agama-agama monoteisme. Ibrahim-lah pertama kali yang sesungguhnya mengumumkan jika umat monoteis itu bernama “Muslim”.

“Dialah (Ibrahim) yang pertama kali menamaimu Muslim” (Al-Quran).

Dengan haji umat Islam akan terus menyadari dan memperjuangkan kesetaraan kemanusiaan itu. Dengan haji umat juga tersadarkan bahwa semua orang dalam agama ini memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sekaligus memiliki peluang yang sama untuk menjadi “the best” (terbaik).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Jika di Amerika ada slogan “equal opportunity” atau peluang yang sama dalam dunia, maka di agama ini peluang sama itu juga ada dalam segala hal. Termasuk peluang menjadi yang terbaik dan termulia.

“sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa” (Al-Hujurat: 13).

Pesan-pesan haji akan kembali mengingatkan dan membangun kesadaran itu. Bahwa Islam-mu tidak ditentukan oleh kebangsaan dan ras-mu. Tapi oleh iman, karakter dan karyamu. Kesemunya menyatu dalam satu kata: TAQWA.

Sebuah terminologi yang tidak didefenisikan oleh apapun, kecuali hati (iman), karya (amal) dan karakter kepribadian (akhlak) manusia.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Dan haji yang diterima dengan sebutan “mabrur” itu ditandai oleh hadirnya perubahan hidup manusia dalam iman, amal, akhlaknya. Semoga jamaah haji kita dikaruniai kemabruran dalam berhaji. Amin! (AK/RE1/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Feature
Kolom
Kolom