Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hajj Journey- 03 (Oleh: Shamsi Ali, New York)

Septia Eka Putri - Rabu, 24 Juli 2019 - 06:04 WIB

Rabu, 24 Juli 2019 - 06:04 WIB

5 Views ㅤ

Oleh: Shamsi Ali/Presiden Nusantara Foundation

Menjadi kesepakatan ummah bahwa haji merupakan kewajiban bagi seluruh orang yang beragama Islam, dan telah memenuhi persyaratan kewajibannya.

Terdahulu telah disebutkan ayat Al-Quran: ”dan bagi Allah atas manusia untuk melakukan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu melakukannya”.

Bahkan lebih jauh Rasul SAW menetapkan Ibadah haji sebagai salah satu dari lima rukun Islam: ”Islam didirikan di atas lima dasar: Syahadah bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadan, dan berhaji ke Baitullah bagi siapa yang mampu”.

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

Oleh karena merupakan kewajiban sekaligus rukun agama, semua umat sepakat untuk menunaikannya. Bahkan melakukan ibadah haji menjadi impian semua umat.

Pada masa lalu menunaikan ibadah haji itu bahkan dilabeli sebagai ”panggilan” khusus. Sebagian yang tidak atau belum menunaikan haji menjadikan hal ini sebagai alasan. ”ah belum ada panggilan”, kata mereka.

Juga menjadi konsensus (ijma’) para ulama jika haji itu kewajibannya hanya sekali dalam hidup. Artinya kewajibannya menjadi selesai ketika melakukannya pertain kali. Kalaupun seseorang melakukan haji berkali-kali setelah itu maka hajinya bukan sebuah kewajiban. Melainkan ibadah sunnah yang mendapat pahala dari sisiNya.

Ketika perintah haji disampaikan kepada para sahabat mereka bertanya: ”apakah setiap tahun ya Rasul? Ditanya seperti itu beliau diam. Ditanya lagi hal yang sama tapi beliau diam. Hingga pada pertanyaan ketiga beliau menjawab: ”Kalau saja saya katakan iya, maka telah wajib atasmu setiap tahun”.

Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman

Karenanya beliau diam untuk menegaskan bahwa sebuah perintah yang jelas jangan lagi dipertanyakan. Karena akibatnya bisa menjadi lebih rumit dan membebankan.

Oleh karena kewajiban haji hanya sekali, pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah harus segera melakukan kewajiban itu? Atau kapan saja selama masih hidup?

Dengan kata lain, bolehkah kewajiban haji itu ditunda hingga akhir-akhir kehidupan atau hingga di usia tua?

Ternyata jawabannya tegas. Semua ulama sepakat bahwa kewajiban haji harus dilakukan sesegera mungkin jika ”syarat-syarat kewajiban” itu telah terpenuhi.

Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah

Yang membolehkan penundaan pelaksanaan kewajiban haji hanya Imam Syafi’i. Itupun dengan sebuah persyaratan. Bahwa orang yang menunda menunaikan ibadah haji, padahal sudah memenuhi syaratnya, harus yakin untuk tidak mati hingga dia melaksanakannya.

Persyaratan ini sesungguhnya adalah persyaratan penegasan saja. Bahwa kalau dia sudah mampu, tapi tetap tidak melaksanakannya dan mati maka dia akan mati dalam keadaan dosa besar. Bahkan matinya dimiripkan sebagai mati dalam keadaan ”nashora atau yahudian”.

Kembali kepada syarat-syarat kewajiban haji di atas, para ulama.menyebutkan lima syarat wajibnya haji atas seseorang.

Pertama, bahwa orang itu memang beragama Islam.
Kedua, orang tersebut balig (pada lelaki ditandai dengan mimpi basah biasanya. Pada.wanita dengan datangnya haid pertama).
Ketiga, yang bersangkutan berakal sehat.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Ketiga syarat di atas menjadi syarat semua ibadah dalam Islam. Non Muslim, anak-anak di bawah umur, dan yang sedang gila tidak diwajibkan melaksanakan ibadah dalam Islam.

Lalu syarat lain dari kewajiban haji adalah bahwa yang bersangkutan adalah orang merdeka. Pada masa lalu aturan ini merupakan ”rahmah” bagi para budak yang menjadi Muslim. Karena mereka masih dalam kepemilikan tuannya. Dan itu tidak memungkinkan mereka untuk melakukannya.

Dan yang terakhir sekali adalah bahwa yang bersangkutan memang memiliki isthitho’ah. Yaitu memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dalam hadits-hadits ditegaskan dua hal tentang kemampuan ini.

Pertama, adalah menyangkut perjalananan (rahilah) atau bisakah seseorang itu sampai ke sana?

Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis

Pada masa lalu ini menyangkut onta, kuda atau kemampuan berjalan hingga sampai ke tanah suci. Saya yakin ini menyangkut alat transportasi. Jika dibawa ke rana faktualnya maka mampukah yang bersangkutan membeli tiket pesawat?

Kedua, menyangkut perbelalan (zaad). Saya yakin semua ini masuk dalam kategori ONH (Ongkos Naik Haji). Ujung-ujungnya juga adalah alakah uang tersedia atau tidak.

Dalam hal istitho’ah ini memang banyak yang menjadi pertanyaan terkait. Misalnya bagaimana jika masih ada utang? Apalagi utang itu adalah utang ansuran bayar membeli rumah bulanan atau mortgage?

Hal itu akan dibahas pada masanya. Tapi intinya adalah kewajjban haji adalah masuk dalam kewajiban utama Islam. Dan hendaknya segera dilakukan jika persyaratan wajibnya telah terpenuhi.

Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global

Pertanyaan yang terkait barangkali, khususnya yang dari negara mayoritas Muslim seperti Indonesia adalah masalah quota.

Dengan aturan quota dari pemerintah Arab Saudi, bagaimana yang terjadwal berangkat 20 tahun mendatang tapi meninggal sebelum berangkat?

Jawabannya dia sudah terlepas dari kewajiban haji. Karena sejak mendaftar dia sudah berniat melaksanakan kewajibannya. Tapi karena satu dan lain hal yang bersangkutan belum sempat. Namun niatnya sudah dihitung sebagai haji di sisi Allah SWT.

Semoga Allah mengaruniai haji mabrur bagi mereka yang berhaji. Amin…

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

(bersambung….)

New York, 21 September 2019

* Presiden Nusantara Foundation & Pembimbing jamaah haji Nusantara USA

(A/R07/P1)

Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina

Mi’raj News Agency (MINA)

Foto: Kegiatan summer hafal Al-Quran intensif di pesantren Nur Inka Nusantara MADANI Amerika Serikat. Bantu melanjutkan perjuangan ini. Kontriibusi dapat dilakukan melalui:

Rekening Indonesia:
Mandiri : 1240000018185
BNI Syariah : 887000045
An. inka nusantara madani

Jazakumullah khaeral jazaa!

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Dunia Islam
Indonesia
Indonesia
MINA Health