Oleh: Imam Shamsi Ali/ Presiden Nusantara Foundationa
Setelah melempar Jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijjah jamaah pada umumnya langsung ke Mekah untuk melakukan Tawaf dan Sa’i. Tawaf ini adalah Tawaf haji yang dikenal dengan Tawaf Ifadhoh.
Setelah Tawaf dan Sa’i haji, jamaah secara otomatis memasuki situasi Tahallul Tsani. Artinya tidak ada lagi larangan Ihram yang berlaku. Sang haji telah halal (bebas) dari larangan-larangan Ihram.
Setelah melakukan Tawaf di Masjidil Haram, jamaah diharuskan untuk kembali ke Mina sebelum terbenam matahari sore itu untuk melakukan mabit. Mabit di Mina, sebagaimana melempar Jumrah, adalah bagian dari wajib haji. Artinya jika tidak dilakukan maka haji diharuskan memotong kambing atau domba.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Mabit di Mina, seperti disebutkan terdahulu, boleh dua malam atau tiga malam. Keduanya disebutkan secara sama dalam Al-Quran.
Selama dua malam (11, 12) atau tiga malam (11, 12, 13) bermalam di tenda-tenda Mina yang memang permanen (ber AC). Selama 2 hari 2 malam, atau 3 hari 3 malam jamaah akan melakukan sholat-sholat secara Qashar tanpa jama’.
Pada tanggal 11 Zulhijjah setelah tergelincir matahri dilakukanlah pelemparan tiga jumatj (shugra, wustha dan Aqabah). Demikian juga pada tanggal 12 Zulhijjah. Dan tanggal 13 Zulhijjah bagi nafar tsani.
Memang Rasulullah melakukan pelemparan hari-hari Tasyri’ setelah tergelincir matahari. Tapi karena pada saat itu kemungkinan sangat padat, apalagi Saudi telah mengatur jadwal pelemparan itu, maka sebaiknya dicari saja waktu yang sesuai. Jangan dipaksakan untuk waktu tertentu demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Perlu diingat bahwa beberapa kali peristiwa buruk terjadi dimusim haji, terjadinya di Mina ini. Di tahun 1991 misalnya terjadi peristiwa terowongan yang menewaskan ratusan orang. Termasuk banyak dari kalangan jamaah haji Indonesia.
Melempar Jumrah Shugra dan Wustha dapat dilakukan dari arah mana saja. Yang penting batu lemparan hendaknya mengenai tiang (simbol syetan).
Tapi melempar Jumrah Aqabah disunnahkan dari seberang Ka’bah. Artinya melempar ke arah Ka’bah. Sebenarnya hal ini tidak susah karena tempat jatuhnya bebatuan Jumrah Aqabah memang hanya satu sebelah. Sementara tempat jatuhnya batu untuk Shugra dan Wustho mengelilingi tiang.
Sebenarnya ada perbedaan pendapat para ulama tentang sasaran pelemparan ini. Ada yang mengatakan harus kena tiangnya. Dan ini yang mayoritas. Tapi ada pula yang mengatakan yang penting batunya terjatuh ke dalam tempat bebatuan yang disediakan itu.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Demikianlah amalan-amalan mabit dan melempar Jumrah dilakukan selama dua hari bagi nafar awal. Atau tiga hari bagi nafar tsani.
Mana yang lebih baik, nafar awal atau nafar tsani? Jawabannya sama saja. Yang menentukan niat dan cara pelaksanaanya (kesahihannya).
Bagi yang nafar awal harus meninggalkan Mina sebelum terbenam matahari pada tanggal 12 Zuilhijjah sore. Dan yang nafar tsani akan meninggalkan Mina pada tangga 13 Zulhijjah siang atau sore.
Dengan selesainya mabit dan pelemparan Jumrah di Mina selesai pula semua rangkaian ibadah haji. Tinggal satu amalan ritual yang wajib dilakukan oleh jamaah. Yaitu Tawaf Wada’.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
Tawaf Wada’ atau Tawaf selamat tinggal adalah aktifitas terakhir yang dilakukan oleh jamaah sebelum meninggalkan tanah haram kembali ke negaranya. Cara melakukannya sama dengan Tawaf yang lain. Hanya saja niatnya adalah untuk Tawaf Wada’ tersebut.
Setelah Tawaf maka tidak ada lagi kegiatan di Tanah Haram. Tinggal naik bus menuju bandara untuk terbang kembali ke negara asal.
Semoga perjalanan haji para hujjaj dimudahkan, dan yang terpenting dikaruniai haji mabrur oleh Allah SWT. Amin….
Bersambung!
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
* Presiden Nusantara Foundation & Pembimbing haji Nusantara USA
Mi’raj News Agency (MINA)
(A/R07/P1)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah