Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari Jilbab Dunia Untuk Lawan Islamophoia

Fauziah Al Hakim - Kamis, 1 Februari 2018 - 23:51 WIB

Kamis, 1 Februari 2018 - 23:51 WIB

110 Views ㅤ

Oleh: Saba Aziz, Wartawan Al-Jazeera

Tumbuh di wilayah termiskin di New York dengan jilbab yang menutupi kepalanya, Nazma Khan terlalu akrab dengan diskriminasi agama sejak usia muda.

Wanita asal Bangladesh ini bermigrasi ke Amerika Serikat pada usia 11 tahun dan terus-menerus diintimidasi di sekolah menengah dan atas.

“Setiap hari, saya akan menghadapi tantangan yang berbeda hanya dengan berjalan di jalan,” katanya kepada Al Jazeera.

“Saya dikejar, diludahi, dikelilingi oleh manusia, disebut teroris, Osama bin Laden, dll,” ujar Khan.

Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir

Untuk terhubung dengan orang lain yang menghadapi tantangan serupa karena menggunakan jilbab, Khan mengundang wanita Muslim untuk berbagi pengalaman mereka tentang diskriminasi di media sosial.

Saat itulah Khan memutuskan untuk meluncurkan Hari Hijab Dunia (WHD).

Setiap tahun pada 1 Februari, organisasi nirlaba Khan mengundang wanita dari semua agama, latar belakang dan etnis untuk memakai jilbab selama sehari dalam solidaritas dengan wanita Muslim di seluruh dunia.

“Mungkin, pengalaman satu hari ini akan membuat mereka melihat jilbab dalam cahaya yang berbeda.”

Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia

Mengubah Persepsi

Sejak didirikan pada 2013, lebih dari 70 duta besar dunia dari lebih 45 negara terlibat dan perempuan dari sekitar 190 negara berpartisipasi dalam acara tahunan tersebut.

Ellie Lloyd, seorang Kristen Inggris, dan anak perempuannya yang berusia 11 tahun termasuk di antara mereka yang mengenakan jilbab.

“Saya percaya wanita harus bebas dari prasangka dan diskriminasi karena pilihan mereka untuk menutupi rambut mereka,” kata Lloyd, yang juga duta besar WHD Qatar.

Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh

“Jika saya memilih memakai topi, saya tidak dihakimi,” katanya kepada Al Jazeera. “Jika saya memilih untuk memakai rambut saya ke atas atau ke bawah atau dikepang, saya tidak dihakimi.

“Jadi mengapa adil bagi wanita yang memilih mengenakan jilbab untuk diadili?”

Afaf Nasher, direktur eksekutif untuk bagian New York di Council on American-Islamic Relations (CAIR), percaya prakarsa tahunan membantu mengubah persepsi tentang jilbab.

“Seorang wanita Muslim mengenakan jilbab secara munafik dipandang asing, dan terbelakang,” katanya.

Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh

“WHD menyulut pesan balasan positif dengan menyoroti keragaman dan kekuatan wanita Muslim yang berjilbab.”

Islamofobia

Miroslava, seorang pribumi Ceko yang bekerja di Inggris, menyesalkan hujatan yang dilontarkan padanya seperti “jalang”, “ISIS”, mendapat ancaman pembunuhan, dan diludahi sejak dia mulai mengenakan jilbab empat tahun yang lalu.

“Beberapa pekan setelah saya pindah ke tempat baru, saya pulang ke rumah dan menemukan pesan yang disemprotkan di jendelaku: ‘ini bukan negara Anda!'”

Secara global, kelompok advokasi telah melaporkan adanya kejadian Islamofobia dan kejahatan kebencian dalam beberapa tahun terakhir.

Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung

Warga Los Angeles Ojaala Ahmad mengatakan, “jilbab membuat wanita lebih terlihat Muslim dan karena itu merupakan sasaran yang lebih mudah untuk Islamofobia.”

Setelah pemilihan Presiden Donald Trump, jumlah kejahatan anti-Muslim di AS meningkat 91 persen pada paruh pertama 2017, dibandingkan dengan periode yang sama pada 2016, menurut sebuah laporan CAIR.

“Jilbab wanita Muslim menjadi pemicu 15 persen insiden,” kata kelompok tersebut.

Aktivis hak sipil di negara ini khawatir dengan tren tersebut.

Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel

“Kami memiliki seorang presiden yang tidak peduli dan menyerang komunitas Muslim setiap hari. Karena itu saya prihatin dengan orang-orang yang diliputi oleh rasisme dan kefanatikannya,” kata Zahra Billoo, direktur eksekutif CAIR di kawasan Teluk San Francisco.

Sementara itu, wanita Muslim di Inggris kesulitan mendapatkan pekerjaan.

“Saya sangat prihatin dengan diskriminasi perempuan yang mengenakan jilbab di pasar kerja,” kata Khan.

Organisasi Hari Jilbab Dunia bekerja untuk membangun sebuah program pendidikan yang disebut “Corporate Anti-Islamophobia Programme (CAIP)” untuk mengurangi diskriminasi terhadap umat Islam di sektor korporasi.

Baca Juga: Pejuang Palestina Punya Cara Tersendiri Atasi Kamera Pengintai Israel

Ada kemarahan di kalangan wanita Muslim di Eropa tahun lalu ketika Pengadilan Tinggi Eropa memutuskan pengusaha berhak melarang staf mengenakan simbol keagamaan yang terlihat.

Beata Rocska, seorang warga Hungaria yang tinggal di ibukota Budapest mengatakan, bosnya di sebuah perusahaan multinasional memperingatkan untuk tidak mempekerjakannya karena menggunakan jilbab dan dicap teroris.

“Penghinaan sehari-hari adalah hal yang biasa, terutama karena politisi kita mulai membangun kampanye mereka atas kebencian terhadap imigran (Muslim),” kata petenis berusia 26 tahun itu kepada Al Jazeera.
#StrongInHijab

Terlepas dari tantangannya, Khan optimis media sosial memberi wanita Muslim sebuah platform untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka.

Dengan menandai Hari Hijab Dunia, maka dapat membangun jembatan pemahaman, kesadaran, dan pendidikan tentang jilbab.

Baca Juga: Catatan Perjalanan Dakwah ke Malaysia-Thailand, Ada Nuansa Keakraban Budaya Nusantara

“Jilbab bukan hanya selembar kain yang saya gunakan untuk menutupi kepala saya,” kata pendiri WHD itu.

“Ini jauh lebih dari itu. Jilbab mewakili siapa saya sebenarnya.”

Menjelang 1 Februari, wanita dari berbagai wilayah dunia berbagi pengalaman mengenakan jilbab di media sosial menggunakan hashtag #WorldHijabDay.

Slogan tahun ini adalah #StrongInHijab. (AT/R05/P1)

Baca Juga: Pengabdian Tanpa Batas: Guru Honorer di Ende Bertahan dengan Gaji Rp250 Ribu

(Sumber: Al-Jazeera)

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: RSIA Indonesia di Gaza, Mimpi Maemuna Center yang Perlahan Terwujud

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Kolom
Dunia Islam
Indonesia