Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari Santri Nasional, Menyatukan Keberagaman untuk Indonesia

illa - Sabtu, 22 Oktober 2016 - 10:09 WIB

Sabtu, 22 Oktober 2016 - 10:09 WIB

861 Views

Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA

Jutaan santri di seluruh Indonesia, Sabtu 22 Oktober 2016 ini diajak untuk mengingat kembali dan meneladani semangat jihad ke-Indonesiaan para pendahulu bangsa – termasuk tokoh agama dan ulama – yang memiliki rasa kebangsaan, cinta tanah air, rela berkorban untuk bangsa dan negara, yang amat besar serta sangat kuat.

Besarnya peran dan andil santri bagi bangsa itulah yang tampaknya menjadi alasan bagi pemerintah untuk menetapkan 22 Oktober menjadi Hari Santri Nasional (HSN). Presiden RI Joko Widodo menunujuk contoh besarnya peran historis para santri dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti K.H. Hasyim As’yari dari Nahdlatul Ulama.

Juga andil besar K.H. Ahmmad Dahlan dari Muhammadiyah, A. Hassan dari Persis, Ahmad Soorhati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Matlaul Anwar serta mengingat pula 17 nama-nama perwira Pembela Tanah Air (Peta) yang berasal dari kalangan santri, dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

“Sejarah mencatat, para santri telah mewakafkan hidup mereka untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut. Mereka dengan caranya masing-masing bergabung dengan seluruh elemen bangsa, melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi, dan mengajarkan kesadaran tentang arti kemerdekaan,” kata Jokowi.

Jokowi yakin, penetapan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2015 di Masjid Istiqlal, Jakarta itu, tidak akan menimbulkan sekat-sekat sosial atau memicu polarisasi antara santri dengan nonsantri. Justru sebaliknya, akan memperkuat semangat kebangsaan, mempertebal rasa cinta tanah air, memperkokoh integrasi bangsa, serta memperkuat tali persaudaraan.

Dengan mewarisi semangat para pendahulu itulah, kata Jokowi, para santri masa kini dan masa depan, baik yang di pesantren atau di luar pesantren dapat memperkuat jiwa religius keislaman sekaligus jiwa nasionalisme kebangsaan. Mereka ini juga akan ingat memperjuangkan kesejahteraan, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dan meningkatkan ilmu pengetahuan/teknologi demi kemajuan bangsa.

“Semangat ini adalah menyatukan dalam keberagaman, semangat menjadi satu untuk Indonesia. Saya percaya dalam keragaman kita sebagai bangsa, baik keragaman suku, keragaman agama, maupun keragaman budaya melekat nilai-nilai untuk saling menghargai, saling menjaga toleransi, dan saling menguatkan tali persaudaraan antaranak bangsa,” katanya.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Sejarah HSN bermula dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh Pendiri NU KH. Hasyim Asy’ari pada 22 oktober tahun 1945 di Surabaya untuk mengantisipasi munculnya kembali kaum penjajah kolonial Belanda yang mengatas-namakan diri mereka NICA. Dia menyerukan jihad karena upaya “membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu”.

Seruan Jihad yang dikobarkan oleh kyai itu berhasil membakar semangat para santri yang merupakan bagian dari Arek-arek Surabaya kaum pejuang kala itu untuk menyerang markas Brigade ke-49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Dalam pertempuran selama 3 hari itu, Mallaby tewas bersama 2000 pasukan inggris yang menyertainya.

Bangkitkan kembali nilai juang

HSN dimaksudkan sebagai upaya membangkitkan kembali nilai juang alim ulama dan santri untuk terus berperan dalam pembangunan bangsa. “Masih ada kesan kalau menjadi santri itu suatu kemunduran karena pendidikan pesantren dianggap kelas dua. Akhirnya santri menjadi minder,” kata Bendahara Yayasan Pesantren Sirnamiskin, Iik Abdul Chalik.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Itu sebabnya, makna strategis HSN pada saat ini di antaranya membangkitkan pendidikan di pesantren sehingga menjadi lembaga pendidikan yang bermutu. “Karena pendidikan terbaik adalah di pesantren sebagai lembaga pendidikan tertua di Indonesia.”

Keunggulan pendidikan di pesantren menurut dia terletak pada penerapan sistem asrama atau kobong yang dalam pendidikan modern disebut boarding school. “Dengan adanya sistem asrama ini membuat penanaman nilai-nilai karakter dapat ditumbuhkan sebab santri belajar selama 24 jam,” ujarnya.

HSN dinilai Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak erat kaitannya dengan perjuangan NKRI dalam meraih kemerdekaan. Menurut pemuda Muhammadiyah, Indonesia dibangun dengan semangat keagamaan para santri, yang merupakan representasi kelompok Islam.

Oleh karena itu HSN sinyal bahwasannya kekuatan Islam telah menghadirkan kemerdekaan. “Nilai-nilai Islam yang juga integral dengan nilai-nilai kebangsaan. Artinya tidak ada pemisahan antara nilai-nilai kecintaan terhadap perjuangan Islam dengan perjuangan merawat nilai-nilai kebangsaan,” katanya.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Sayangnya, belum semua santri paham bahwa 22 Oktober merupakan Hari Santri Nasional. “Sudah dan pernah dengar ada hari santri, tapi tentang asal usulnya tidak tahu,” kata Rizky Ramadhan, santri Tahfidz Darul Quran, Yayasan Daarul Quran Indonesia di Ketapang, Cipondoh, Tangerang, Banten.

“Tahu sih Hari Santri Nasional,” ujar Rifki, santri lainnya di Yayasan Darul Quran, yang berasal dari Kota Baru, Kalimantan Selatan.

Di Ponpes Darul Quran Pusat asuhan Ustaz Yusuf Mansur, ada dua lokasi ponpes yang ditempati para santri. Salah satunya di Jl  H. Koteng dan lainnya di Jl Raya Ketapang. Di ponpes di Jl. H. Koteng bermukim sekitar 40 santri, diasuh lima ustaz diantaranya Ustaz Syaiful (28) asal Kudus yang sudah lima tahun membina santri di kawasan itu.

Syaiful merasa gembira karena bersama lima ustaz lainnya banyak melihat kemajuan yang dicapai para santri. Tentang HSN dia mengaku merasa bersyukur karena lembaga pendidikan seperti pondok pesantren mendapat perhatian dari pemerintah. Ia berharap orang tua juga terus mendorong para santri untuk giat belajar. “Kami berharap santri dapat mengambil pelajaran dari para ulama.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Dari baca salawat hingga apel akbar

Tanggal 22 Oktober 2016 merupakan peringatan tahun kedua setelah penetapan HSN oleh Presiden Jokowi tahun lalu. Beragam kegiatan digelar untuk menyambut HSN salah satunya oleh Kemenag dalam bentuk lomba penulisan bertema “santri” yang dimuat di media sosial termasuk twitter.

Ada nuansa berbeda pada pelaksanaan HSN 2016 oleh Pengurus NU. Mengambil tema “Merajut Kebhinekaan dan Kedaulatan Indonesia” organisasi keagamaan itu menurut Sekretaris PC NU Lamongan , Imam Ghazali, menggelorakan bacaan 1 Miliar Salawat Nariyah di sembilan wilayah Indonesia oleh warga Nahdliyin.Membaca 1 miliar Salawat Nariyah ini untuk menyelesaikan segala persoalan bangsa, disamping kegiatan di antaranya napak tilas dan ziarah ke makam tokoh – tokoh NU di masing – masing MWCNU.

Sementara itu  Santri Jakarta menyerukan Deklarasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta Damai. “Sebentar lagi kan mau pilih Gubernur Jakarta. Kami santri-santri Jakarta yang belum bisa milih, hanya bisa memohon supaya yang bisa ikut Pilkada milih pemimpin yang benar. Gubernur yang tegas, berani, bersih dari korupsi.”

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Para santri mendeklarasikan hal itu Jumat (21/10) malam di antara sejumlah tokoh ulama, antara lain Rais Syuriah PBNU Ahmad Ishomuddin dan Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia Masdar Farid Masud. Para santri di Jakarta juga meminta agar Pilgub berlangsung berlangsung tanpa keributan dan pertengkaran yang bisa mengorbankan masa depan mereka.

Ditargetkan sebanyak 50 ribu orang mengikuti apel akbar HSN 2016 di Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Sabtu (22/10) ini. Agenda peringatan HSN dipimpin Kapolri Jendral Polisi Tito Karnavian.

Wasekjen PBNU, Imam Pituduh mengaku warga Nahdliyin dan masyarakat antusias menghadiri apel HSN yang semula diagendakan di Lapang Banteng, lalu dipindahkan ke Monas. Acara ini  diikuti oleh organisasi masyarakat Islam, habib, pejabat pemerintah, tokoh agama dan pelajar.

Apel di Monas sendiri merupakan puncak peringatan Hari Santri Nasional 2016 yang dimulai dari Kirab Resolusi Jihad NU, kompetisi santri, dan pembacaan Shalawat Nariyah secara nasional.

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Warga NU Semarang memperingati HSN dengan ziarah ke makam KH Sholeh Darat. Menurut  salah satu peziarah, Agus Fatuddin Yusuf, ziarah ini kami gelar sebagai rangkaian kegiatan menyambut HSN.

Wakil Ketua Pengelola Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) ini menyebutkan, penetapan HSN tak bisa dilepaskan dari peran warga nahdliyin., karenanya tidak aneh jika warga NU berziarah ke makam KH Soleh – salah satu ulama besar yang menjadi cikal bakal berdirinya NU.

Di Semarang HSN juga diperingati dengan sepak bola api dan istigasah di Pelataran MAJT yang diikuti sekitar 5.000-an santri dari berbagai ponpes di Semarang. “Sepak bola api ini diikuti pula oleh Wali Kota Semarang beberapa pejabat lainnya,” kata Agus.

Di Banten, peringatan HSN ditandai dengan penyelenggaraan Pekan Olahraga dan Seni Antar-Pondok Pesantren Nasional (Pospenas) VII dari 22-28 Oktober 2016. Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Banten Bazari Syam mengatakan, Pospenas ini diikuti 6.000 santri dari 34 provinsi dari seluruh Indonesia.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

HSN diperingati di mana-mana, tentu tujuannya bukan sekedar seremoni belaka tetapi mengingat dan membangkitkan kembali semangat jihad para santri pejuang yang bahu membahu dengan seluruh komponen bangsa – tanpa kecuali – guna meraih kemerdekaan dan mempertahankan NKRI – di tengah kegaduhan terkait toleransi umat beragama di tanah air saat ini. (R01/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Indonesia
Kolom
Indonesia