HARUSKAH INDONESIA IMPOR BERAS ?

image : industribisnis
image : industribisnis

oleh: Nidiya Fitriyah, jurnalis kantor berita Islam internasional MINA

Pernyataan pemerintah yang berencana secepatnya membuka keran disebabkan karena Indonesia sekarang ini telah memasuki . yang berkepanjangan membuat pemerintah menempuh kebijakan tersebut demi memenuhi kebutuhan , walaupun sebelumnya pemerintah menegaskan tidak akan mengimor beras.

Penyebab dibuka keran impor beras itu salah satunya juga diakibatkan adanya fenomena alam badai El-Nino yang dapat berdampak pada kekeringan, sehingga menyebabkan gagal panen di beberapa wilayah di Indonesia.

Wakil Presiden Jusuf kalla mengatakan, impor beras harus dibuka mengingat fenomena alam El-Nino dan stok persediaan beras di Bulog hingga akhir tahun nanti masih sekitar 1,5 juta ton, sedangkan kebutuhan beras nasional kira-kira 2,5 juta sampai 3 juta ton perbulan.

Indonesia Pernah Pangan

Swasembada pangan atau lebih tepat disebut swasembada beras untuk pertama kalinya dicanangkan dalam sebuah loka karya yang diadakan pada 1968 oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Dalam lokakarya tersebut dibahas upaya-upaya untuk menghapuskan ketergantungan Indonesia pada beras impor yang cenderung melonjak dari tahun ke tahun.

Sejarah impor beras oleh oleh Indonesia memang sudah berlangsung sejak lebih dari 100 tahun sebelumnya. Indonesia mulai mengimpor beras pada 1847, dan keadaan ini berlagsung terus menerus dalam jumlah yang makin membesar, sehingga pada tahun 1980 indonesia menjadi pengimpor beras terbesar di dunia.

Sejak 1980 produksi beras naik dengan signifikan sehingga mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dan mengurangi impor. Sejak itu pula impor beras secara berangsur-angsur dikurangi, hingga terhenti sama sekali pada 1984.

Keberhasilan Indonesia mencapai swasembada beras mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan Sedunia (FAO) yang menunjuk Indonesia sebagai negara berkembang yang berhasil memenuhi kebutuhan pangannya.

Sementara 400 juta orang di sebagian negara berkembang, terutama Afrika, masih terancam kelaparan, Indonesia telah berhasil berswasembada pangan. FAO menganggap ini suatu keberhasilan. Untuk itu FAO mengundang Presiden Soeharto berpidato di depan sidang dua tahunan FAO di Roma, Italia, pada 14 November 1988.

Mungkinkah Sejarah Itu Terulang Kembali

Selama beberapa tahun terakhir, masalah ketahanan pangan menjadi masalah penting di Indonesia. Prestasi swasembada beras nampaknya sulit terulang bahkan tidak jarang Indonesia harus mengimpor beras dari negara tetangga, misalnya Thailand dan Vietnam.

Sejumlah pengamat mengatakan akibat persediaan yang terbatas, harga berbagai komoditas pangan, diperkirakan mengalami inflasi dan akan menembus tingkat yang sangat mengkhawatirkan.

Penambahan luas area pertanian di Indonesia masih menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemerintah. Hal tersebut terkait banyaknya alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan yang tidak produktif (permukiman) sehingga membuat kapasitas produksi pertanian nasional menjadi rendah.

SDM dan SDA

Saat ini, dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai angka 252 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan sekitar 1,6 persen, diperlukan lahan sawah minimal seluas 10 juta hektar.
Tahun lalu areal lahan persawahan baku yang ada di Indonesia mencapai 8,1 juta hektar dengan tingkat alih fungsi lahan mencapai 100 ribu hektar per tahunnya.

April 2015 lalu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan, ada tambahan luas areal lahan pertanian padi seluas 700 ribu hektare (ha) dalam periode Oktober 2014 hingga Maret 2015.

Amran menambahkan, tambahan luas sawah baru akan menambah luas sawah nasional menjadi 8,8 juta hektare dari sebelumnya 8,1 juta hektare.
Dari uraian di atas menunjukkan, dengan ketersediaan lahan pertanian (sawah) sebanyak 8,8 juta hektare, Indonesia belum bisa mengoptimalkan hal itu sehingga Indonesia masih mengandalkan beras Impor.

Sementara itu, sektor pertanian mampu menyerap tenaga kerja Indonesia cukup besar. Sampai saat ini sektor pertanian masih menjadi tumpuan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Tidak kurang dari 38 juta tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian atau setara dari sepertiga tenaga kerja Indonesia.

Permasalahan dari sektor pertanian juga muncul karena kualitas SDM petani cenderung masih rendah. Lebih dari 70 persen petani hanya bersekolah sampai sekolah dasar. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, akan sulit bagi petani untuk menyerap pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan produktivitas usaha, termasuk jika harus berhubungan dengan teknologi.

Belajar Dari Vietnam

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon pernah mengatakan, Negara Vietnam di tahun 1989-1990 pernah meminjam beras sebanyak 100.000 ton kepada Indonesia. Namun mereka kini menjadi pengeskpor beras terbesar di dunia bahkan mengalahkan Thailand. Beras mereka saat ini bisa surplus 5-6 juta ton/tahun, s satu kuncinya mereka mengikuti sistem pertanian di Indonesia.

Sistem pertanian yang ditiru Vietnam dari Indonesia adalah sistem/program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian.  Menurut peneliti di Lembaga Teknik Pertanian dan Teknologi Pasca Panen (Institute of Agricultural Engineering & Post Harvest Technology), Kementerian Pertanian dan Pengembangan Perdesaan Vietnam, untuk mewujudkan produksi dan tata kelola stok beras di Vietnam, paling tidak ada lima aktor yang berperan; petani, pelaku usaha, pemerintah, universitas, dan peneliti.

Vietnam sangat serius dan konsisten membuat beras sebagai komoditas strategis. Hal itu tecermin dalam kebijakan dan program kerja pemerintahnya. Untuk mendorong produksi beras, Pemerintah Vietnam menjamin petani mendapat untung 30 persen yang dihitung dari total biaya.

Pemerintah juga membebaskan pajak pengairan dan pajak lahan sawah hingga luasan tertentu. Pemerintah juga berinvestasi di pengairan senilai 145 juta dollar AS dan gudang beras berkapasitas 2,8 juta ton senilai 360 juta dollar. Pajak impor untuk alat dan mesin pertanian pun diturunkan menjadi 0-5 persen.

Biaya riset pertanian 2 miliar dollar AS. Anggaran ristek mereka 2 persen dari PDB, padahal PDB Vietnam seperenam Indonesia.

Sekarang, jika ditanya, bisakah Indonesia kembali menjadi swasembada beras? Hal ini sangat bergantung kepada pemerintah selaku pemegang kebijakan dan konsistensi penduduk Indonesia yang harus bertekad kuat untuk mewujudkan hal itu. (P008/R03)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

 

 

 

 

 

Comments: 0