DI ANTARA tokoh pembaharu pemikiran Islam abad ke-20, nama Hassan Abdullah al-Turabi menempati posisi tersendiri. Lahir di Omdurman, Sudan, pada 1932, ia tumbuh sebagai intelektual Muslim yang menggabungkan tradisi fikih klasik dengan kegelisahan modernitas, mendorong Islam untuk tampil bukan sekadar sebagai doktrin spiritual, tetapi juga kekuatan sosial dan politik.
Turabi dikenal sebagai sosok yang visioner sekaligus penuh kontroversi. Gagasannya kerap memikat kalangan muda terpelajar, namun juga memicu perdebatan tajam di dunia internasional. Sepanjang hidupnya, ia tidak hanya berbicara tentang Islam sebagai nilai, tetapi menjadikannya proyek sosial-politik yang nyata.
Turabi menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Sudan, kemudian melanjutkan studi ke tingkat global. Ia meraih gelar hukum dari University of Khartoum, melanjutkan pascasarjana di University of London, dan memperoleh gelar doktor di Sorbonne, Paris.
Paduan pendidikan Islam dan Barat itulah yang melahirkan pendekatan pemikirannya yang khas: Islam yang dinamis, adaptif, namun tetap memegang prinsip dasar syariat.
Baca Juga: Sunan Drajat: Dakwah Kasih Sayang yang Menyentuh Hati
Turabi dikenal sebagai tokoh pembaharuan (tajdid) yang menolak stagnasi tradisi keagamaan. Ia menekankan: ijtihad sebagai kewajiban zaman, peran aktif negara dalam mengimplementasikan nilai Islam, keterlibatan perempuan dalam ruang public, partisipasi politik umat Islam dalam sistem demokrasi, dan konsep konstitusionalisme Islam modern
Bagi Turabi, syariat bukan warisan mati, tetapi sistem hidup yang harus merespons realitas sosial dan politik kontemporer.
Pandangan-pandangan ini membuatnya dekat dengan wacana Islam politik global, bersama tokoh sekelas Abul A’la al-Maududi, Sayyid Qutb, dan Rashid Ghannouchi, meski tetap memiliki corak pemikiran sendiri.
Arsitek Gerakan Islam di Sudan
Baca Juga: Tiga Ulama, Satu Napas Keilmuan Pesantren Lirboyo
Turabi bukan hanya teoritikus. Ia menjadi aktor kunci kebangkitan Islam politik di Sudan, terutama melalui National Islamic Front (NIF). Pada 1989, ia berperan dalam mendukung kudeta Omar al-Bashir, yang membuka jalan penerapan syariat Islam di Sudan.
Namun, hubungan keduanya kelak retak, dan Turabi berulang kali ditangkap serta dijebloskan ke penjara oleh rezim yang dulu ikut ia bangun.
Figur Politik dan Diplomat Ideologi
Dalam percaturan global, Turabi dikenal memainkan peran diplomasi ideologis. Ia membuka ruang bagi aktivis dan tokoh Islam dari berbagai negara, termasuk tokoh gerakan Islam Afrika, Timur Tengah, dan Asia.
Baca Juga: Sunan Bonang, Sang Penuntun Jiwa yang Mengharmonikan Cahaya Islam dan Budaya Nusantara
Beberapa pengamat menilai Turabi sebagai salah satu sosok kunci dalam lahirnya jaringan Islam politik internasional akhir abad ke-20. Ia sering hadir dalam dialog antaragama, forum internasional, hingga pertemuan akademik bergengsi, menghadirkan wajah Islam yang intelektual, percaya diri, dan bersuara tegas.
Tidak semua pandangannya diterima luas. Kritik diarahkan pada kedekatannya dengan kekuasaan, dukungan pada revolusi militer, serta dugaan keterlibatan Sudan era 1990-an dalam menghadirkan figur-figur militan internasional.
Turabi pun menghabiskan banyak tahun hidupnya di belakang jeruji besi, menjadi oposisi bagi pemerintah yang pernah ia dukung.
Akhir Perjalanan dan Warisan Intelektual
Baca Juga: Prof. Omar Yaghi, Seorang Pengungsi Palestina yang Menangkan Hadiah Nobel Bidang Kimia
Hassan al-Turabi wafat pada 5 Maret 2016 di Khartoum. Meski sosoknya sarat polemik, meninggalkan warisan pemikiran yang tak bisa diabaikan di antaranya, dorongan kuat pada ijtihad dan pembaruan Islam, penguatan peran hukum Islam dalam negara modern, gagasan demokrasi Islam dan partisipasi politik rakyat, pembelaan pendidikan dan peran perempuan Muslim, dan keberanian mewarnai politik dengan nilai agama.
Dalam ruang sejarah pemikiran Islam, Turabi berdiri sebagai pembaharu radikal, politisi strategis, dan intelektual Muslim global yang mengajukan satu pertanyaan besar: bisakah Islam menjadi dasar bagi negara modern tanpa kehilangan ruhnya? []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sunan Ampel, Pelita Peradaban Islam di Tanah Jawa
Baca Juga: Atif Dudakovic; Bosnia dan Gaza
















Mina Indonesia
Mina Arabic