Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA
Di antara sunnatullah yang terus berlangsung dan dialami oleh hamba-hamba-Nya, sedari yang paling awal hingga hari kiamat kelak adalah, Allah akan memberikan mereka musibah dan cobaan dengan berbagai macam bentuknya.
Dengan itu, akan terlihat mana hamba yang baik dan mana di antara mereka orang-orang yang jelek, mana yang sabar dan mana yang tidak sabar.
Allah Ta’ala menerangkan musibah ini dalam firman-Nya,
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ (١٥٦) أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157)
Setiap hamba akan mengalami dan mendapatkan musibah, cobaan, dan ujian. Bagi mereka yang ridha atas ujian tersebut, maka bagi mereka ridha Allah. Dan barangsiapa yang murka atas musibah dan ujian tersebut, bagi mereka murka pula.
Siapa yang murka dan kufur ketika musibah menimpanya, maka ia dicatatkan dalam daftar orang-orang yang binasa. Siapa yang berputus asa dan meratapi apa yang menimpanya, maka ia dicatatkan termasuk orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah. Siapa yang mencela takdir Allah dan mengkritik hikmah keputusan Allah, maka ia termasuk orang-orang yang merugi.
Siapa yang ridha, maka ia dicatat ke dalam golongan orang-orang yang ridha. Barangsiapa yang bersabar, maka ia dicatat sebagai orang-orang yang bersabar. Siapa yang bersyukur atas ujian yang menimpanya, maka ia dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Jika demikian halnya, maka yang perlu diketahui oleh setiap muslim dalam permasalahan musibah, cobaan, dan ujian adalah bagaimana Islam menuntunkan seorang muslim ketika mendapatkan hal-hal demikian.
Musibah adalah sesuatu yang menyesakkan dan membuat seseorang terluka. Namun jika seseorang telah mendapat petunjuk dengan hidayah Islam, maka luka tersebut pun akan mudah terobati. Obat dalam permasalahan ini sangatlah jelas dalam tuntunan Islam. Akan tetapi taufik tetap di tangan Allah Jalla wa ‘Ala. Seseorang tidak akan mampu berpegang teguh dengannya kecuali atas izin Allah Ta’ala.
Pertama: Hal yang paling utama yang mampu mengobati rasa luka dan duka seseorang saat ditimpa musibah adalah mengucapkan dan merenungi makna kalimat istirja’ ‘innaa lillaahi wa inaa ilaihi raaji’uun’. Allah Ta’ala berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ (١٥٥) الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji´uun”.” (QS. Al-Baqrah: 155-156).
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Ini adalah obat yang paling utama yang hendaknya diucapkan seorang hamba tatkala mendapatkan suatu musibah. Kalimat ini membuatnya kembali tersadar bahwa dia adalah seorang hamba milik Allah, dan akan kembali kepada-Nya pula. Kesadaran yang mendalam akan kalimat ini, akan membuat musibah terasa ringan, betapa pun besar musibah tersebut.
Kedua: hal yang dapat mengobati duka lara saat terjadi musibah adalah seseorang memiliki keyakinan yang utuh tanpa keraguan, bahwa apa yang telah Allah tetapkan akan menimpanya, maka pasti akan ia alami. Tidak akan mungkin meleset. Dan sebaliknya, kalau itu bukan bagian dari takdirnya, maka ia tidak akan tertimpa dan mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami mencipta-kannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22).
Ketiga: seseorang yang mendapatkan musibah memban-dingkan musibah yang ia derita dengan musibah orang lain. Pasti akan ia dapati orang-orang yang mendapatkan musibah lebih besar dan lebih berat dibanding musibah yang sedang ia alami. Yang demikian ini, akan membantu memperingan deritanya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Keempat: menyadari bahwa murka dan amarah yang ia ekspresikan karena musibah yang menimpanya, tidak akan mampu menolak musibah atau mengubah ketetapan takdir Allah atasnya. Bahkan murka dan amarahnya itu malah menjadikannya semakin tertekan dan lemah.
Kelima: jika ia murka dan marah atas musibah yang ia terima, ia akan kehilangan pahala yang sangat besar dari sisi Allah.
أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 157).
Kalau kesempatan pahala ini ia lewatkan, maka ia hanya akan mendapatkan derita saja atau bahkan dosa.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Keenam: hal yang menjadi musibah terasa ringan lainnya adalah tatkala kita berharap gantinya dari sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang ditimpa musibah, dia bersabar, mengucapkan istirja’ “innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”, merasa takut kepada Allah, maka Allah Jalla wa ‘Ala akan gantikan yang lebih baik untuknya. Dalam Shahih Muslim, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيبَةٌ فَيَقُولُ: «إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، اللهُمَّ أْجُرْنِي فِي مُصِيبَتِي وَأَخْلِفْ لِي خَيْرًا مِنْهَا» إِلَّا أَجَارَهُ اللهُ فِي مُصِيبَتِهِ وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa [Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”
Ketujuh: seseorang yang tidak sabar ketika pertama kali mendapatkan musibah, kesabaran yang penuh dengan keimanan dan berharap pahal di sisi Allah Jalla wa ‘Ala, maka nanti di hari-hari berikutnya rasa sakitnya juga akan hilang. Jika dia memilih sabar saat pertama terkena musibah, baginya pahala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى
“Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.”
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Kedelapan: Allah mendatangkan musibah bukan untuk membinasakan hamba-Nya yang beriman. Musibah itu datang sebagai ujian, agar tampaklah orang yang bersabar dan orang yang tidak sabar.
Hendaknya seorang hamba merenungi hal-hal di atas agar mereka termasuk golongan orang-orang yang bersabar dan ridha. Dengan itu, mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Allah Jalla wa ‘Ala. Dalam sebuah hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
((عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ)) .
“Sungguh menakjubkan perkara kaum mukmin, sesungguhnya semua perkaranya adalah kebaikan, dan itu tidak akan terjadi kecuali bagi orang beriman. Jika ia dianugrahi nikmat ia bersyukur dan itu baik baginya , jika ia tertimpa musibah ia bersabar maka itu baik baginya.” (HR. Muslim).
Kesembilan: seseorang merenungi keadaan orang lain. Ia lihat keadaan orang-orang di sekitarnya atau bahkan dunia. Tidak ada seorang pun di antara mereka kecuali mendapatkan musibah. Kesenangan dunia itu hanya bagaikan mimpi indah di saat tidur atau hanya naungan bayangan. Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
مع كل فرحةٍ ترحة ، وما مُلئ بيت حَبرة إلا ومُلئ مثلها عَبرة
“Bersama kebahagiaan itu ada kesedihan. Dan tidaklah suatu rumah itu dipenuhi dengan kegembiraan kecuali akan dipenuhi dengan kesedihan serupa.”
Kesepuluh: seseorang harus tetap menyadari bahwa ada suka dan ada duka. Terkadang Allah menyayangi hamba-Nya dengan cara memberikannya musibah. Bisa saja seseorang yang apabila ia terus-menerus dalam keadaan sehat dan banyak harta, ia akan menjadi seseorang yang lalai dan tertipu, sombong dan ujub.
Hal ini akan membuatnya binasa. Ketika Allah ‘Azza wa Jalla turunkan musibah pada badannya atau pada hartanya atau pada suatu hal yang membuatnya bersedih. Ia akan terus mengingat Allah, tunduk kepada-Nya, hilang kesombo-ngan dan ujub darinya. Maka Maha suci Allah atas segala hikmah keputusan takdir-Nya. Maha suci Allah yang menyayangi hamba-hamba-Nya dengan cara memberikan musibah kepada hamba tersebut.
Kesebelas: adanya musibah di dunia kemudian disikapi seorang hamba dengan kesabaran dan berharap pahala dari sisi Allah, menjadi penyebab kebahagiannya di hari kiamat kelak. Ia bersabar atas kesusahan yang sedikit dan fana, Allah ganti dengan kebahagiaan yang lebih baik dan abadi. Dan sebaliknya bagi orang-orang yang tidak bersabar.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Semoga Allah Ta’ala menguatkan keimanan kita sehingga saat ujian berupa musibah itu datang, kita bisa menghadapi dan menjalaninya dengan penuh kesabaran, tawakal dan penuh harap hanya kepada-Nya, wallahua’lam. (RS3/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital