HIDUP ini hanya sekali. Ia bagaikan sekejap singgah di sebuah terminal sebelum melanjutkan perjalanan panjang ke negeri abadi, yaitu akhirat. Satu hal yang pasti dari kehidupan adalah bahwa ia akan berakhir.
Sadar akan hal ini seharusnya menjadikan setiap manusia lebih bijak dalam menggunakan waktunya. Apalagi bagi seorang Muslim, hidup yang hanya sekali ini semestinya dipastikan penuh makna, bukan di mata manusia semata, tapi di sisi Allah, Dzat yang menciptakan kita dan kelak akan menghisab seluruh amal kita.
Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. Adz-Dzariyat: 56)
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman
Ayat ini dengan sangat gamblang menunjukkan bahwa tujuan utama hidup manusia bukanlah sekadar mengejar dunia, bukan pula hanya untuk memenuhi ambisi pribadi, tetapi untuk beribadah kepada Allah, menjalani kehidupan yang diridhai-Nya. Maka setiap detik hidup ini sejatinya adalah kesempatan untuk mendekat kepada-Nya, memperbaiki diri, dan menabung amal saleh untuk bekal di akhirat.
Sayangnya, banyak manusia terbuai oleh dunia yang fana ini. Mereka sibuk mengejar jabatan, kekayaan, popularitas, dan kenikmatan sesaat, hingga lupa bahwa semua itu hanya sementara. Dunia hanyalah tempat ujian. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ»
“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau seorang pengembara.” (HR. Bukhari)
Perumpamaan ini sangat menyentuh. Bayangkan seorang musafir yang tahu bahwa ia tidak akan tinggal lama di suatu tempat. Ia tidak akan menghabiskan banyak tenaga untuk membangun rumah mewah di sana. Ia hanya fokus pada bekal dan arah tujuannya. Demikianlah seharusnya seorang Muslim memandang kehidupan dunia: sebagai tempat singgah sebelum menuju kampung akhirat.
Baca Juga: Mengakui Negara Israel Dalam Prespektif UUD 1945
Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Hisablah dirimu sebelum kalian dihisab. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang. Bersiaplah untuk hari besar di mana amal akan disebarkan.”
Perkataan ini menjadi pengingat yang tajam, bahwa hidup bukan hanya soal hari ini, tetapi soal apa yang kita persiapkan untuk kehidupan yang kekal setelah mati.
Kematian adalah pintu yang pasti akan dilalui oleh setiap jiwa. Tak seorang pun tahu kapan ajal menjemput. Ia bisa datang di waktu muda, ketika sehat, atau di tengah kesibukan duniawi. Allah berfirman,
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ﴾
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.” (Qs. Ali Imran: 185)
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
Setelah kematian, manusia akan dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban. Tiada yang bisa menolong, selain amal saleh yang ikhlas. Hartanya, keluarganya, pangkatnya, semuanya tertinggal. Yang ikut masuk ke liang kubur hanyalah amalnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«يَتْبَعُ الْمَيِّتَ ثَلَاثَةٌ، فَيَرْجِعُ اثْنَانِ وَيَبْقَى وَاحِدٌ: يَتْبَعُهُ أَهْلُهُ، وَمَالُهُ، وَعَمَلُهُ، فَيَرْجِعُ أَهْلُهُ وَمَالُهُ، وَيَبْقَى عَمَلُهُ»
“Tiga hal mengikuti jenazah: keluarganya, hartanya, dan amalnya. Dua akan kembali, dan satu yang tinggal bersamanya: keluarganya dan hartanya akan pergi, dan amalnya yang tetap bersamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, mari kita bertanya kepada diri: apakah hidup kita sudah bermakna di sisi Allah? Sudahkah hari-hari kita terisi dengan amal yang bermanfaat, ucapan yang menenangkan, ibadah yang khusyuk, sedekah yang menyentuh hati, dan sikap yang penuh cinta kepada sesama?
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, engkau hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari berlalu, maka sebagian dirimu telah pergi.”
Betapa dalam nasihat ini. Ia mengajak kita untuk menghargai waktu. Karena hidup ini sejatinya adalah waktu yang terus berjalan. Jika kita tidak mengisinya dengan kebaikan, maka kita telah menyia-nyiakannya. Dan sia-sia dalam pandangan Allah adalah kerugian besar.
Allah juga mengingatkan dalam QS. Al-‘Ashr,
﴿وَالْعَصْرِ ﴿١﴾ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ ﴿٢﴾ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ﴾
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.”
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya
Ayat ini menunjukkan bahwa hidup yang tidak disertai iman, amal saleh, dan perjuangan dalam kebenaran adalah kehidupan yang rugi. Maka, jangan sampai kita hidup tetapi dalam keadaan lalai. Jangan sampai nyawa dicabut saat kita sedang sibuk dengan perkara yang sia-sia, atau bahkan dalam keadaan maksiat.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
«إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ، تَقُولُ: اتَّقِ اللَّهَ فِينَا، فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِنِ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا، وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا»
“Apabila anak Adam memasuki pagi hari, seluruh anggota tubuhnya berseru kepada lisannya: ‘Bertakwalah kepada Allah terhadap kami, karena kami hanyalah mengikutimu. Jika engkau lurus, kami pun lurus. Jika engkau menyimpang, kami pun menyimpang’.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Setiap pagi adalah awal kesempatan baru. Gunakan hari-hari kita untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan untuk menyebarkan manfaat. Jangan menunggu tua untuk taubat, jangan menanti waktu luang untuk ibadah, karena bisa jadi ajal lebih cepat datang daripada yang kita sangka.
Baca Juga: Pesan Surah As-Syuraa: Persatuan Bukti Keimanan, Perpecahan Bukti Kemusyrikan
Maka, maknai hidup ini dengan ibadah yang ikhlas, kerja yang jujur, keluarga yang harmonis karena iman, serta kontribusi kepada umat. Hidup yang berarti di sisi Allah bukan tentang berapa banyak kita miliki, tapi seberapa besar kita memberi. Bukan tentang seberapa lama kita hidup, tapi seberapa berkah umur yang kita jalani.
Para ulama sering berkata, “Umur bukan dihitung dari berapa tahun, tapi dari berapa banyak amal dan keberkahan dalam tahun-tahun itu.”
Mari jadikan hidup ini sebagai jalan menuju husnul khatimah. Kehidupan hanya sekali. Tak akan terulang. Maka isilah dengan hal yang bernilai di sisi Allah. Karena pada akhirnya, hanya keridhaan Allah yang akan menyelamatkan kita.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ أَفْضَلَ أَعْمَالِنَا خَوَاتِيمَهَا، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ
“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amal kami adalah penutupnya, dan jadikan sebaik-baik hari kami adalah hari ketika kami bertemu dengan-Mu.” Aamiin ya Rabbal ‘Alamin.[]
Baca Juga: Bacalah: Perintah Ilahi yang Mengubah Dunia
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tiga Godaan Lelaki: Ujian Harta, Fitnah Wanita, dan Ambisi Takhta