Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Setiap bayi Muslim lahir, maka ada satu ajaran mulia yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak, yaitu aqiqah.
Aqiqah, secara Bahasa artinya memotong (al-qat’u). Sedangkan secara istilah syar’i adalah memotong/menyembelih hewan (kambing) sebagai wujud rasa syukur atas karunia Allah atas lahirnya bayi.
Dasarnya antara lain adalah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-16] Jangan Marah
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya : “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Tentang jumlah kambing aqiqah, disebutkan dalam hadits:
أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ, وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ
Baca Juga: Bahaya Zina dan Sebab Pengantarnya
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan”. (H.R. Abu Dawud).
Hadits lain juga menyatakan :
وَزَنَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ شَعَرَ حَسَنٍ وَحُسَيْنٍ، فَتَصَدَّقَتْ بِزِنَتِهِ فِضَّة
Artinya: “Fatimah binti Rasulullah (setelah melahirkan Hasan dan Husain) mencukur rambut Hasan dan Husain, kemudian ia bershadaqah dengan perak seberat timbangan rambutnya”. (H.R. Malik dan Ahmad).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-15] Berkata yang Baik, Memuliakan Tamu, dan Tetangga
مَنْ اَحَبَّ مِنْكُمْ اَنْ يُنْسَكَ عَنِ وَلَدِهِ فَلْيَفْعَلْ عَنِ الْغُلاَمِ شاَتَاَنِ مُكاَفأَ َتاَنِ وَعَنِ الْجاَ رِيَةِ شاَةٌ
Artinya: “Barang siapa diantara kamu ingin beribadah tentang anaknya, hendaklah dilakukan aqiqah untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor kambing”. (H.R. Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Pada hadits lain dikatakan :
أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ اَلْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ كَبْشًا كَبْشًا
Baca Juga: Masih Adakah yang Membela Kejahatan Netanyahu?
Artinya: “Nabi beraqiqah untuk Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing kibas”. (H.R. Abu Dawud).
Jika kambing sudah tersedia, maka memotong hewan itu disunnahkan dengan membaca “bismillaah” dan niat untuk aqiqah atas nama bayi yang dimaksud.
Adapun secara hukum, ada tiga pendapat di kalangan ulama dalam masalah status hukum aqiqah yaitu : wajib, sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan) dan sunnah. Menurut madzhab Syafi’i hukumnya adalah sunnah (mustahab) apabila mampu.
Makna Tergadaikan
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-14] Tidak Halal Darah Seorang Muslim
Pada hadits disebutkan :
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya : “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Makna ‘Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya’ setidaknya ada beberapa pendapat ulama :
Baca Juga: Masih Kencing Sambil Berdiri? Siksa Kubur Mengintai Anda
Pertama, syafaat yang diberikan anak kepada orang tua tergadaikan dengan aqiqahnya. Artinya, jika anak tersebut meninggal sebelum baligh dan belum diaqiqahi maka orang tua tidak mendapatkan syafaat anaknya di hari kiamat. Pendapat ini dari ulama tabi’in Atha al-Khurasani, dan Imam Ahmad.
Kedua, keselamatan anak dari setiap bahaya itu tergadaikan dengan aqiqahnya. Jika diberi aqiqah maka diharapkan anak akan mendapatkan keselamatan dari mara bahaya kehidupan. Atau orang tua tidak bisa secera sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan anaknya. Ini merupakan keterangan Mula Ali Qori, ulama madzhab hanafi).
Pendapat Ketiga, Allah jadikan aqiqah bagi bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan syaitan. Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti syaitan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan bagi akhiratnya. Ini merupakan pendapat Ibnul Qoyim Al-Jauziyyah. Beliau juga membantah pendapat yang mengatakan bahwa aqiqah menjadi syarat adanya syafaat anak bagi orang tuanya.
Intinya dalah bahwa aqiqah merupakan contoh sunnah Nabi yang untuk diikuti umatnya, dengan hikmah akan sebuah harapan agar Allah berkenan menjadikan anak melalui aqiqah tersebut sebagai wujud syukur atas kehadiran bayi serta sebagai sebab untuk melepaskan kekangan dari syaitan, sehingga mendapatkan keselamatan dan kesempurnaan kebaikan bayi.
Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-13] Mencintai Milik Orang Lain Seperti Mencintai Miliknya Sendiri
Syarat Kambing Aqiqah
Syarat hewan kambing yang dapat dijadikan aqiqah itu sama dengan syarat hewan qurban yaitu :
– Kambing: sempurna berusia 1 (satu) tahun dan masuk usia (dua) tahun.
– Domba: sempurna berusia 6 (enam) bulan dan masuk bulan ke-7 (tujuh).
– Tidak ada anggota badan hewan yang cacat.
– Dagingnya tidak boleh dijual.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Waktu pelaksanaan aqiqah disunnahkan pada hari ketujuh lahirnya bayi, sekaligus memberi nama bayi, seperti hadits:
Baca Juga: Memilih Pemimpin dalam Islam
Dasarnya antara lain adalah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّيكُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تَذْ بَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya : “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ke tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (H.R. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Hadits ini dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi).
Pada hadits lain disebutkan, boleh juga pada hari ke-14 atau ke-21, sebagaimana disebutkan di dalam hadits dari Buraidah, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan, ”Pelaksanaan penyembelihan dalam aqiqah pada hari ketujuh atau hari keempat belas atau keduapuluh satu”. (H.R. Al-Baihaqi).
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-12] Tinggalkan yang Tidak Bermanfaat
Hadits ini di dalam kitab Shahihul Jami’ wa Ziyadatuhu oleh Al-Albani dinilai shahih karena dzahir sanad dipandang sahih. Namun dipandang cacat dalam kitab Irwa’ul Ghalil.
Mengingat banyaknya hadits dan berbagai pandangan ulama terdahulu mengenai waktu aqiqah ini, Saiikh Nashirudin Al-Albani dalam fatwa Silsilah al-Hady wan-Nuur termasuk yang berpendapat bolehnya aqiqah seperti ini.
Namun, apabila aqiqah tidak dilakukan karena orang tuanya tidak mampu pada saat itu, maka gugurlah kewajiban aqiqah bagi orang tua. Hanya jika bayi tersebut meninggal sebelum hari ketujuh, maka tetap disunnahkan untuk memberi nama.
Walaupun ada juga sebagian ulama seperti Syaikh Shalih Al-Fauzan dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin yang berpendapat bolehnya melakukan ‘aqiqah selain waktu tersebut, tanpa batasan kapan saja. Sehingga berdasarkan pendapat ini, maka ada juga orangtua yang belum mampu pada waktu-waktu tersebut, tapi kemudian dapat menundanya manakala sudah mampu, sampai pun bayi tersebut menjadi dewasa. Tetapi tetap orang tuanyalah yang melaksanakannya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!
Hikmah melaksanakan aqiqah pada anak adalah sebagai bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah dengan lahirnya sang bayi.
Aqiqah juga sebagai sarana berbagi rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam dengan bertambahnya keturunan orang Islam yang akan memperbanyak umat Rasulullah Shallalalhu ‘Alaihi Wasallam.
Syaikh Abdullah Nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam menyebtukan beberapa hikmah aqiqah lainnya adalah : sebagai ibadah menghidupkan sunnah rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam, merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah dengan lahirnya sang bayi serta sebagai sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at Islam dengan bertambahnya keturunan Muslim, juga untuk memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat Muslim.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari ibadah aqiqah untuk anak-anak Muslim. Amiin. (P4/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)