Jakarta, MINA – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA mengutuk keras aksi pembakaran Kitab Suci Al-Quran di Swedia yang dilakukan oleh politisi ekstrimis Rasmus Paludan dengan penjagaan dan legalisasi dari berwenang di Swedia.
Hidayat juga mendukung sikap keras Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri yang secara terbuka menyatakan penolakan kerasnya, serta berharap agar sikap tegas tersebut dibawa ke forum Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
“Sebagai negara muslim terbesar di dunia, yang demokratis dan menghormati HAM, sudah seharusnya Kementerian Luar Negeri RI mewakili pemerintah Indonesia tidak berhenti hanya dengan mengutuk aksi pembakaran Al-Quran yang merupakan tindakan ekstrim, intoleran, radikal dan bentuk nyata dari Islamofobia yang dapat menciptakan kegaduhan. Aksi pembakaran Al-Quran itu bisa menggangu hubungan ldi banyak negara,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, dikutip MINA, Jumat (27/1).
Menurut HNW sapaan akrabnya, bisa mengganggu hubungan timbal balik Swedia dengan negara-negara OKI maupun komunitas umat Islam.
Baca Juga: [BEDAH BERITA MINA] ICC Perintahkan Tangkap Netanyahu dan Gallant, Akankah Terjadi?
“Al-Quran adalah kitab yang disucikan oleh seluruh Umat Islam di seluruh dunia. Karena itu, Pemerintah RI perlu lebih serius lagi menggalang sikap kebersamaan di forum OKI, agar gelombang penolakan terhadap tindakan intoleran, ekstrim dan islamofobia tersebut semakin besar dan semakin dapat mengkoreksi dan menghentikan,” imbuhnya.
HNW mengatakan, sudah saatnya, OKI yang beranggotakan 57 negara, bersatu mengutuk, menolak dan menghentikan aksi pembakaran Al-Quran oleh ekstrimis garis keras Swedia, Rasmus Paludan, yang sepertinya dibiarkan oleh pemerintah Swedia dengan alasan kebebasan berekspresi.
Padahal, bila kebebasan berekspresi itu terkait dengan hak asasi manusia, maka berbagai putusan pengadilan HAM Eropa tegas membedakan antara kebebasan berekspresi dan menghina ajaran agama orang lain. Misalnya, putusan tahun 2018 lalu, Pengadilan HAM Eropa di Strassbourg menyatakan bahwa penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW bukanlah kebebasan berekspresi.
“Tindakan Rasmus ini jelas-jelas menghina Nabi Muhammad dan ajaran agama Islam, tentunya hal itu jauh dari makna kebebasan berekspresi yang dibenarkan oleh akal sehat maupun Dewan HAM Eropa,” tegasnya.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Tebal Jumat Ini, Sebagian Hujan
HNW yang juga Wakil Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menambahkan, dasar untuk masyarakat internasional melakukan penggalangan penolakan tindakan pembakaran Al-Quran yang merupakan praktik Islamofobia ekstrim, sangat kuat dan relevan.
Pasalnya, pada 15 Maret 2022 lalu, PBB sudah menetapkan hari tersebut sebagai hari internasional untuk menangkal Islamofobia, di mana resolusi itu diterima dan diputuskan pada Sidang Umum PBB.
“Aksi membakar Al-Quran ini merupakan wujud nyata dari Islamofobia ekstrim yang harus ditolak, tangkal dan perangi bersama-sama masyarakat Internasional,” jelasnya.
Oleh karenanya, lanjut HNW, Kemenlu Indonesia perlu bergerak lebih konkret dengan menggalang kekuatan di OKI dan PBB juga lembaga keIslaman internasional lainnya untuk membela Al-Quran dari segala teror dan tindakan yang intoleran, Islamophobia seperti pembakaran Al-Quran ini.
Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online
“Sekaligus menunjukkan perlunya penyelamatan prinsip demokrasi agar tidak menjadi democrazy karena dirusak oleh ekstrimis intoleran, dan pentingnya menjaga toleransi dan harmoni dengan mengkoreksi Islamofobia, sebagai bagian pelaksanaan dari resolusi PBB dan pembukaan UUD NRI 1945,” pungkasnya. (R/R1/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza