New York, 13 Rabi’ul Awwal 1438/13 Desember 2016 (MINA) – Lembaga hak asasi Human Rights Watch (HRW) menegaskan citra satelit dan hasil wawancara dengan sejumlah pengungsi menujukkan bahwa tentara Myanmar adalah pihak yang melakukan pembakaran desa-desan suku Rohingya di Negara Bagian Rakhine.
Lembaga HAM nonpemerintah yang berbasis di New York, Amerika Serikat, itu mengatakan sejak 9 Oktober sedikitnya 1.500 bangunan telah hancur, menyebabkan ribuan warga suku Rohingya melarikan diri dari rumah mereka.
“Temuan baru membantah klaim militer Mynamr dan pemerintah bahwa milisi Rohingya yang bertanggung jawab atas pembakaran desa mereka sendiri,” ujar Direktur Asia HRW, Brad Adams, Selasa (13/12), seperti dalam rilis resmi yang diterima MINA.
“Citra satelit dan wawancara saksi mata dengan jelas mengarah pada militer yang membakar bangunan-bangunan tersebut,” ia menambahkan.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
HRW mendesak para pejabat militer dan pemerintah agar segera mengizinkan lembaga-lembaga kemanusiaan, media, dan pengamat HAM mengakses semua Kota Maungdaw di Rakhine, tempat pembekaran dan kekerasan terjadi.
Dalam berbagai kesempatan, pemerintah Myanmar berulang kali membantah melakukan pembakaran, sebaliknya menuduh kelompok militan Rohingya yang membakar desa-desa suku minoritas yang bergama Islam itu.
Analisis citra satelit baru desa di Maungdaw, kata HRW, menyingkap empat elemen baru. Pertama, jumlah bangunan hancur melonjak menjadi 1.500 per 23 November 23. Jumlah sesungguhnya diperkirakan lebih tinggi karena beberapa area tidak bisa dilacak karena tertutup pepohonan.
Kedua, HRW menyebut pola pembakaran dari waktu ke waktu menunjukkan bahwa pemerintah terlibat dalam insiden penghancuran.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Ketiga, HRW mencatat kerusakan bangunan yang sistematis di desa-desa pada tiga peristiwa setelah pasukan pemerintah mengklaim diserang di daerah-dearh itu, menunjukkan elemen pembalasan atas pembakaran.
Keempat, citra sateli mengungkapkan kehadiran pasukan keamanan Myanmar di Pos Penjaga Perbatasan Nomor 1 yang terletak berbatasan langsung dengan Desa Wa Peik, yang hampir seluruhnya terbakar habis dalam tiga gelombang selama satu bulan.
“Sulit untuk percaya bahwa anggota kelompok militan yang membakar lebih dari 300 bangunan di Wa Peik selama satu bulan sementara pasukan keamanan Burma (Myanmar) ada di sana dan melakukan penjagaan,” kata Adams.
“Pejabat-pejabat pemerintah Burma telah tertangkap citra satelit ini, dan sudah waktunya mereka mengakui bahwa bantahan mereka tidak kredibel,” ujarnya.
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Saksi Mata
Selain bukti citra satelit, hasil wawancara langsung HRW dengan sepuluh pengungsi menunjukkan mereka menyaksikan tentara Myanmar menghancurkan bangunan dan melakukan pembakaran, termasuk di wilayah Desa Kyet Yoe Pyin, Dar Gyi Zar, dan Yae Khat Chaung Gwa Son.
Abdul (23), dari wilayah Kyet Yoe Pyin, mengatakan ia melarikan diri pada 12 Oktober ketika militer merangsek ke desanya, menembaki warga, dan membakar desa dengan kombinasi bensin dan peluncur roket.
“Saya melihat tentara membakar desa itu dan membidik dan menembak orang-orang,” kata Abdul.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Saksi mata lainnya, Chomi (35), mengungkapkan ia menyaksikan militer memasuki desanya di wilayah Dar Gyi Zar pada 13 November, dan menembakkan roket ke rumah penduduk hingga terbakar. Ia melarikan diri daerah itu dengan istri dan tiga anaknya dan terdampar di Bangladesh.
Sementara Ahmet (45), mengatakan tentara memasuki desanya di Yae Khat Chaung Gwa Son pada pertengahan November dan melemparkan botol bensin di atas atap, menyebabkan bangunan warga terbakar satu demi satu.
Ribuan Mengungsi
Operasi militer yang sedang berlangsung di Rakhine sejak 9 Oktober berdampak besar pada penduduk. Sekitar 30.000 orang telah mengungsi tapi militer dan pemerintah menghalangi lembaga kemanusiaan melakukan verifikasi atau mengidentifikasi kebutuhan warga yang terdampak.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan sekitar 21.000 orang telah melarikan diri ke Bangladesh.
Pemerintah Myanmar, ujar HRW, harus mengundang atau melibatkan PBB untuk membantu dalam proses penyelidikan yang berimbang.
“Memblokade akses dan pemeriksaan yang tidak berimbang tidak akan membantu orang-orang yang sekarang menghadapi risiko besar. Apa pun yang terjadi selama operasi militer, pemerintah berkewajiban memungkinkan lembaga kemanusiaan mengakses daerah itu untuk menyalurkan bantuan,” tegas Adams. (P022/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza