Jakarta, MINA – Peneliti Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Ahsin Aligori menilai, jika harus ada perbaikan pada sistem ketenagakerjaan maka kebijakan paling berharga bagi para pekerja kelas bawah adalah akses pada pekerjaan yang stabil dengan arus pendapatan yang memadai.
Menurut Ahsin kehadiran RUU Cipta Kerja justru mendorong pasar kerja yang tidak berpihak pada nasib buruh, antara lain melalui diperbolehkannya pekerja kontrak dan outsourcing untuk seluruh jenis pekerjaan dan tanpa batasan waktu kontrak.
“Implikasinya, buruh berpotensi menjadi pekerja tidak tetap selamanya, tanpa hak-hak yang melekat pada pekerja tetap seperti uang pesangon, penghargaan masa kerja dan penggantian hak,” ujar Ahsin dalam diskusi hasil riset #IDEASTalk yang bertajuk ‘Nasib Buruh, Pengangguran dan Program Prakerja di Masa Pandemi’ di Jakarta, Rabu (30/9).
Ia menjabarkan tanpa RUU Cipta Kerja saja jumlah pekerja kontrak (PKWT) sangat besar, 17,4 juta orang dengan upah rata-rata Rp 2,5 juta, lebih besar dari jumlah pekerja tetap yang hanya 11,9 juta orang dengan upah rata-rata Rp 4,0 juta.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
“Selain upah yang lebih rendah dan tanpa hak-hak pekerja lainnya, pekerja kontrak juga rentan kehilangan pekerjaan. Pada 2019, terdapat 2,2 juta orang yang menganggur karena habis masa kontrak kerja-nya,” paparnya.
Ahsin menilai pada dasarnya, tujuan RUU Ciptaker adalah baik, yaitu menciptakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya ditengah bonus demografi. Akan tetapi, penciptaan lapangan pekerajaan tidak perlu mengorbankam pekerja/">kesejahteraan pekerja.
“IDEAS menemukan jika RUU Cipta kerja disahkan maka akan menekan tingkat upah pekerja yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat pekerja/">kesejahteraan pekerja,” pungkas Ahsin. (R/R1/RI-1)
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon