Jakarta, MINA – Lembaga advokasi halal, Indonesia Halal Watch (IHW), memberikan catatan penting soal sertifikasi Halal dan perpanjangannya di masa pandemi berdasarkan Undang-Undang No. 11 tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah No 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal.
Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah, mengharapkan Pemerintah dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Republik Indonesia dapat terus berusaha memberikan kemudahan dan fasilitasi sertifikasi halal.
“Hal ini sejalan dengan amanah Presiden yang disampaikan dalam Keterangan Pers terkait UU Cipta Kerja di Istana Bogor pada tanggal 9 Oktober 2021 yang menyatakan bahwa, UMK yang bergerak di sektor makanan dan minuman, sertifikasi halalnya dibiayai Pemerintah artinya gratis,” kata Ikhsan pada webinar yang digelar IHW, Rabu (1/9).
Dia juga mengatakan salah satu catatan penting yaitu terkait dengan self-declare (pernyataan halal) dalam ketentuan Pasal 4a UU Cipta Kerja, yang mengatur kewajiban bersertifikat halal didasarkan pernyataan pelaku usaha Mikro dan Kecil.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Menurut Ikhsan, kehalalan suatu produk apabila dinyatakan sendiri oleh Pelaku Usaha UMK yang tidak berdasarkan fatwa halal dan penetapan kehalalan produk dari MUI (atau Ormas Islam yang berbadan hukum), maka akan menimbulkan masalah dan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat atas kehalalan suatu produk.
“Untuk itu, diperlukan Peraturan Menteri untuk prosedur dan pendampingannya jangan sampai semua UKM menyatakan sendiri kehalalannya,” ujarnya.
IHW juga mencermati pengaturan pada PP 39/2021 yaitu Pasal 2 ayat (3), yakni Produk yang berasal dari Bahan yang tidak halal dikecualikan dari kewajiban bersertifikat halal, wajib diberikan keterangan tidak halal.
Informasi kehalalan dan tidak halal adalah sangat penting terutama untuk produk makanan dan minuman yang telah bersertifikat halal.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Ikhsan mengimbau masyarakat lebih berhati–hati dalam memilih makanan dan lebih peduli serta peka terhadap produk–produk yang beredar di Indonesia yang sudah bersertifikat halal ataupun yang tidak bersertifikat halal.
“Hal ini juga dalam rangka meningkatkan kepercayaan konsumen serta kenyamanan konsumen,” pungkasnya.
Sesuai dengan data statistik halal yang disampaikan Plt. Kepala BPJPH Mastuki, bahwa saat ini ada 22.665 pendaftar permohonan sertifikat halal.
Maka percepatan sertifikasi halal sangat diperlukan, salah satunya dengan telah dilakukannya inovasi oleh LPPOM MUI dengan metode Modified On-site Audit (MosA) yang juga disampaikan Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati untuk menjamin kelancaran proses sertifikasi halal.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
Webinar ini diikuti oleh 800 peserta yang terdiri dari kalangan para pelaku usaha, UKM, pegiat halal, akademisi, mahasiswa serta rekan media dari berbagai daerah seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan hingga Papua, dengan menghadirkan beberapa narasumber.
Diharapkan dalam acara webinar ini, pelaku usaha dan masyarakat mendapatkan gambaran yang jelas dalam kaitannya dengan proses permohonan sertifikasi halal dan perpanjangannya di masa pandemi.
Sehubungan dengan masa berlaku sertifikat halal juga penting agar diketahui masyarakat dengan telah diberlakukannya Ketetapan Majelis Ulama Indonesia Nomor: Kep-49/DHN-MUI/V/2021 tentang Perubahan Waktu Berlakunya Ketetapan Halal yang sebelumnya dua tahun menjadi empat tahun.
“Mengenai perpanjangan sertifikasi halal dari 2 tahun menjadi 4 tahun diharapkan agar BPJPH dan LPPOM MUI memudahkan prosesnya,” tambahnya.(L/R1/P1)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal
Mi’raj News Agency (MINA)