IHW: Negara Harus Beri Kemudahan Sertifikasi Halal Bagi UMKM

Jakarta, MINA – Lembaga Advokasi Indonesia Halal Watch () mendorong pemerintah untuk memberikan subsidi berupa bantuan pembiayaan bagi pelaku bisnis Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) terhadap kewajiban sertifikat yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).

Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah menjelaskan, hal ini sesuai dengan Pasal 4 UU JPH yang menyatakan bahwa “produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal”, maka Negara mengatur dari sukarela (voluntary) menjadi wajib (mandatory).

“Karena Negara memberlakukan sistem mandatory atau mewajibkan sertifikasi halal, maka menjadi kewajiban dan konsekuensi bagi Negara memberi kemudahan sertifikasi halal dengan membantu membiayai pelaku usaha khususnya produk UMKM,” kata Ikhsan saat acara Silaturahim dan Buka Bersama Media bertema “Nikmatnya Bulan Suci Ramadhan dengan Produk Halal” di Jakarta, Selasa (22/5).

Selain insan media pertemuan ini juga dihadiri perwakilan pelaku usaha perusahaan dan para pegiat halal. Hadir sebagai pembicara tamu yakni Pengurus Pusat Kajian Halal ITB Johansyah.

Ikhsan mengatakan dalam pelaksanaanya, subsidi sertifikasi halal jangan dipukul rata. “Artinya, Kalau ongkos sertifikasi dipatok Rp 2 juta per produk, untuk UMKM subsidinya bisa sebesar 30-50 persen. Kalo bisa untuk usaha kecil dan mikro itu diberikan secara free,” jelasnya.

Dia mencontohkan seperti yang dilakukan beberapa negara seperti Korea Selatan dan Taiwan, kedua negara tersebut memberikan subsidi penuh bagi pengusaha yang akan melakukan sertifikasi halal, apalagi untuk tujuan ekspor ke negara-negara kawasan Asia Tenggara khususnya Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.

“Pemerintah Korea Selatan memberikan subsidi sekitar 80.000 Won atau setara 80 juta rupiah untuk biaya sertifikasi halal per tahun per pengusaha,” ujarnya.

Negara Taiwan pemerintahnya juga memberikan subsidi kepada pengusahanya yang akan memperoleh sertifikat halal. Hal itu sesuai dengan kebijakan pemerintah Taiwan yaitu New Southbound Policy (mengutamakan ekspor ke negara-negara Kawasan Asia Tenggara), terutama untuk tujuan eksport ke Indonesia pelaku usaha disubsidi 100.000 NT atau setara Rp 44 juta per tahun per pengusaha.

Ikhsan mengingatkan, jika para pelaku usaha yang ada di Indonesia enggan untuk mengurusi sertifikasi halal, maka bisa jadi pada 2019 mendatang mereka akan kalah saing dengan produk impor yang sudah memiliki sertifikasi halal.

“Bisa jadi pasar Indonesia pada tahun 2019 mendatang akan dibanjiri oleh produk-produk asing dari Taiwan dan Korea. Baik itu produk yang telah mendapatkan sertifikat halal dari negara asal maupun yang di endorse oleh lembaga otoritas halal di Indonesia saat ini yaitu LPPOM MUI,” imbuhnya.

Berdasarkan data yang diterima MINA, UMKM yang telah mengajukan sertifikasi halal masih terbilang sedikit. Pasalnya, dari 54 juta UMKM yang ada di seluruh Indonesia baru sekitar 3.000 yang mempunyai sertifikat halal terhadap produknya.

Salah satu penyebab sedikitnya UMKM yang mengajukan sertifikasi tersebut adalah karena besarnya biaya proses pengurusan sertifikasi halal. Apalagi, di daerah tentu lebih mahal dibandingkan dengan kota-kota besar.(L/R01/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0