Jakarta, 19 Jumadil Akhir 1438/18 Maret 2017 (MINA) – Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyayangkan platform facebook yang sudah membiarkan adanya konten live adegan bunuh diri yang dilakukan seorang pria.
Hingga pagi ini, Sabtu (18/3), konten berisi pesan verbal dan adegan bunuh diri itu juga masih tayang dan bisa diakses di youtube kendati sudah ada laporan keberatan atas konten tersebut.
“Tayangan live bunuh diri yang ditayangkan facebook luar biasa mencederai nilai-nilai kemanusiaan dan menunjukan platform media sosial tersebut kurang tanggap dalam merespon tersebarnya pesan-pesan berbahaya melalui platform mereka. Pesan dan tindakan bunuh diri adalah hal yang secara universal tidak diinginkan untuk disebarluaskan karena selain mengerikan, juga bisa memicu tindak peniruan,” kata Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Sabtu (18/3).
Yadi mengaku kecewa dengan adanya hal itu, sebab sampai pagi ini konten tersebut masih juga diunggah sejumlah orang di Youtube, dan pengelola platform tersebut tidak kunjung memblokirnya sehingga rekaman pesan dan adegan bunuh diri semakin menyebar seperti virus.
Baca Juga: Hingga November 2024, Angka PHK di Jakarta Tembus 14.501 orang.
“Maaf, ini berbahaya. Pengelola platform media sosial harus punya tanggungjawab terhadap konten-konten “gila” seperti ini,” tegasnya.
Hal itu, lanjut Yadi, justru semakin memperpanjang daftar kasus untuk mempertanyakan tanggungjawab penyelenggara platform media sosial dalam pemuatan konten-konten berbahaya dan juga informasi serta berita palsu. IJTI memandang peristiwa ini harus menjadi dasar bagi para pembuat kebijakan dalam hal ini pemerintah untuk membuat aturan yg jelas mengenai tanggungjawab penyedia platform media sosial seperti Facebook dan Youtube.
“IJTI meminta pemerintah untuk segera membuat dan menerapkan regulasi yang mampu membuat para penyelenggara platform media sosial lebih peduli terhadap konten bermasalah dan berbahaya yang diunggah ke platform mereka. Perlu ada ancaman sanksi denda yang berat sehingga mereka tidak abai. Ini penting karena efek yang bisa ditimbulkan oleh pesan di media sosial bisa sangat serius,” ujarnya.
Dikatakan Yadi bahwa semua media mainstream memiliki tanggungjawab sesuai dengan kode etik dan regulasi yang berlaku. Konten-konten berbahaya tidak layak untuk diberitakan atau disiarkan secara luas karena dampaknya akan membuat keresahan.
Baca Juga: Menag: Guru Adalah Obor Penyinar Kegelapan
“Kami juga meminta kepada media mainstream untuk tidak ikut-ikutan menyebarkan berita ini karena bisa viral dan membuat publik penasaran akan penasaran membuka akses video ini. Pasal 4 Kode Etik Jurnalistik menyatakan wartawan tak menyiarkan berita yang sadis, yaitu berita yang mengarah pada perbuatan yang kejam dan tak mengenal belas kasihan dari seseorang termasuk kepada dirinya sendiri. Hal yg sama juga tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS),” tutupnya. (L/R09/RS-2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: AWG Gelar Dauroh Akbar Internasional Baitul Maqdis di Masjid Terbesar Lampung