Jakarta, MINA – Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi), Rosidayati Rozalina, menyebut Hari Buku Nasional ke- 70, Ahad (17/5) tahun ini berbeda dari sebelumnya, penerbit berhadapan dengan pembajak buku
Menurut Rosidayati, tantangan paling besar adalah pembajakan buku yang kian marak dan kerja sama internasional yang terhambat.
“Saat ini penerbit hanya bisa berjualan buku online, maka akan sangat merugikan jika di beberapa marketplace malah dijual buku bajakan,” Kata Rosidayati dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Sabtu (16/5).
Menurutnya banyak tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku industri perbukuan dalam situasi seperti ini, sehingga uluran tangan pemerintah sangat diharapkan untuk membangkitkan industri perbukuan yang kian lemah.
Baca Juga: RISKA Ajak Sisterfillah Semangat Hadapi Ujian Hidup
Para pelaku perbukuan mengalami pukulan keras akibat pandemi Covid-19 yang menutup jalur utama pemasaran maupun proses produksi buku.
“Penerbit buku yang sah harus bertarung untuk mengalahkan para pembajak buku yang berjualan di lapak-lapak online. Di sisi lain, mereka juga berhadapan dengan maraknya peredaran ilegal buku digital dalam bentuk pdf,” imbuhnya
Selain itu, kata Rosidayati, kerja sama internasional tidak bisa dilakukan karena banyak negara telah menerapkan lockdown yang mengakibatkan banyak pameran buku internasional dibatalkan, seperti London Book Fair dan Kuala Lumpur International Book Fair.
“Beberapa negara juga mulai mengubah pamerannya ke dalam format digital,” tambahnya
Baca Juga: Menhan Sjafrie Sjamsoeddin Wacanakan Dewan Pertahanan Nasional
Industri penerbitan nasional terdampak cukup keras dalam terpaan pandemi ini karena tutupnya toko-toko buku, sekolah-sekolah, dan pengadaan buku oleh dinas/perpustakaan.
“Berdasarkan hasil survei Ikapi, sebanyak 58,2 persen penerbit mengeluhkan penjualan yang turun lebih dari 50 persen. Separuh penerbit juga menyebutkan merosotnya produktivitas karyawan secara tajam dalam kondisi work from home (wfh) saat ini. Sebanyak 60,2 persen penerbit menyatakan bahwa mereka hanya sanggup menggaji karyawan selama tiga bulan dan hanya 5 persen yang menyatakan sanggup bertahan sampai satu tahun,” jelasnya
Hal ini jugalah yang membuat para pelaku industri harus memutar otak agar bisa bertahan di tengah situasi ini. Industri penerbitan memperlihatkan cukup banyak perubahan. Hal ini terutama ditunjukkan oleh banyaknya penerbit (74,5 persen) yang sudah melakukan penjualan melalui toko buku online, walaupun kontribusi omzet dari jalur distribusi ini masih relatif kecil yakni kurang dari 10 persen yang diklaim oleh 52,6 persen penerbit.
Hal lain yang juga menunjukkan perubahan pesat adalah banyaknya jumlah penerbit yang menerbitkan buku digital (40,8 persen).
Baca Juga: Guru Supriyani Divonis Bebas atas Kasus Aniaya Siswa
Dalam membantu industri perbukuan, pemerintah telah menerbitkan PMK No 5 tahun 2020 yang membebaskan PPN untuk semua jenis buku.
Selain itu dalam masa pandemi ini, pemerintah melalui Kemenparekraf berupaya memberikan stimulus kepada penerbit untuk meningkatkan penjualan melalui e-commerce sekaligus meluncurkan program untuk para penulis dalam rangka memperingati Hari Buku Nasional dan HUT ke-70 Ikapi. (R/Putri/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Abdul Mu’ti: Guru Agen Peradaban