Amerika Serikat, MINA – Perubahan iklim bisa membuat sebagian besar Asia Selatan – tempat tinggal bagi seperlima populasi dunia – terlalu panas untuk kelangsungan hidup manusia pada akhir abad ini, para ilmuwan memperingatkan pada hari Rabu (3/8).
Jika perubahan iklim berlanjut pada kecepatan saat ini, gelombang panas yang mematikan yang dimulai dalam beberapa dekade mendatang akan menyerang bagian India, Pakistan, dan Bangladesh, menurut sebuah penelitian yang didasarkan pada simulasi komputer oleh para periset di Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.
Daerah pertanian utama di daerah aliran sungai (DAS) Indus dan Sungai Gangga akan sangat terpukul, mengurangi hasil panen dan meningkatnya kelaparan di beberapa daerah berpenduduk paling padat di dunia, kata periset.
“Perubahan iklim bukanlah konsep abstrak, ini berdampak pada jumlah besar orang-orang yang rentan,” ujar Profesor MIT, Elfatih Eltahir, kepada Thomson Reuters Foundation.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
“Situasi yag berlanjut berisiko mengalami gelombang panas yang mematikan,” kata Eltahir seperti dilaporkan National Geographic yang dikutip MINA.
Eltahir menunjukkan daerah yang kemungkinan paling parah terkena dampak perubahan iklim ekstrem di India Utara, Pakistan Selatan, dan Bangladesh merupakan rumah bagi 1,5 miliar orang.
Saat ini, sekitar 2% populasi India kadang-kadang terkena kombinasi panas dan kelembaban ekstrem; pada tahun 2100 akan meningkat menjadi sekitar 70% jika tidak ada yang dilakukan untuk mengurangi perubahan iklim, kata studi tersebut.
“Gelombang panas di Asia Selatan pada musim panas 2015 menewaskan sekitar 3.500 orang dan kejadian serupa akan menjadi lebih sering terjadi dan intens,” ujar para periset.
Baca Juga: Pengadilan Belanda Tolak Gugatan Penghentian Ekspor Senjata ke Israel
Proyeksi juga menunjukkan kawasan Teluk akan menjadi wilayah terpanas di dunia pada tahun 2100 akibat perubahan iklim.
Tapi dengan populasi yang kecil dan kaya dan kebutuhan produksi pangan minimal, negara kaya minyak di Teluk akan lebih mampu merespons kenaikan panas dibandingkan negara-negara di Asia Selatan, kata Eltahir.
Studi tersebut tidak secara langsung membahas migrasi namun para periset mengatakan kemungkinan jutaan orang di Asia Selatan terpaksa bermigrasi akibat suhu yang terik dan gagal panen, kecuali jika langkah-langkah pengurangan emisi gas rumah kaca digalakkan.
Pakar bencana dari negara-negara Asia Selatan bertemu di Pakistan bulan lalu untuk meluncurkan satu set alat untuk membantu pemerintah kota mengembangkan cara mengelola dampak gelombang panas di daerah perkotaan.
Baca Juga: Macron Resmi Tunjuk Francois Bayrou sebagai PM Prancis
Ahmedabad, di India Barat, telah memperkenalkan rencana aksi panas – sistem peringatan dini pertama di Asia Selatan dalam menghadapi gelombang panas yang ekstrem.
Pihak berwenang di kota berpenduduk 5,5 juta ini telah memetakan daerah dengan populasi rentan dan menyiapkan ‘ruang pendinginan’ di kuil, bangunan publik, dan mal selama musim panas.
Gelombang panas di India dan Pakistan pada tahun 2015 membunuh sekitar 3.500 orang. (T/R-1/RS1)
Baca Juga: Jerman Batalkan Acara Peringatan 60 Tahun Hubungan Diplomatik dengan Israel
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)