Jakarta, 6 Jumadil Akhir 1436/26 Maret 2015 (MINA) – KH Yakhsyallah Mansur,MA, Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), wadah kesatuan umat Islam, mengatakan, tidak semua orang kafir harus diperangi umat Islam.
“Orang-orang kafir yang tidak menyerang dan memusuhi kita, maka kita tidak memerangi mereka. Dahulu Rasulullah juga bergaul dengan non-Muslim bahkan Yahudi yang tidak memerangi Islam,” kata Yakhsyallah saat mengunjungi Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency), Jakarta, Kamis (26/3).
Menurutunya, di dalam Al-Qur’an banyak digunakan kata ‘Kuffar’ dan ‘Kaafiruun’. Kalimat kaafiruun, ini adalah kelompok orang kafir yang tidak diperangi. Ada pun kuffar, inilah kelompok orang yang sangat kafir dan harus disikapi dengan tegas.
Pernyataannya menyikapi isu kekerasan dan kekejaman ISIS terhadap tawanannya, baik Muslim maupun non-Muslim, yang semakin santer diberitakan media.
Baca Juga: Tiba di Inggris, Presiden Prabowo Hadiri Undangan Raja Charles III
Dia menegaskan, sebenarnya semua orang itu suka dengan ajaran Islam, tak terkecuali orang-orang kafir yang tidak memerangi Islam. Seperti dahulu kalangan nasrani Parsi, yang menerima umat Islam yang memang membawa perdamaian dan perlindungan, dibandingkan pemimpin dari kalangan mereka sendiri yang menindas mereka.
“Hanya orang yang benar-benar kafir yang tidak menyukai perkembangan Islam. Karena prinsip Islam yang utama adalah rahmat bagi semesta alam,” tegasnya.
Dalam kunjungannya, Yakhsyallah juga menjelaskan tentang Islam mengajarkan manusia, dan ini patut menjadi pedoman waratwan Muslim, yaitu agar berbuat adil, objektif dan berimbang dalam pemberitaan.
“Sumber berita diambil dari berbagai narasumber, termasuk dari narasumber non-Muslim sekalipun, dengan prinsip tabayyanu, dicek kembali, dan diperhatikan dampaknya bagi umat,” ujarnya.
Baca Juga: Syubban Jambi Kibarkan Bendera Palestina di Puncak Gunung Dempo
Adapun dalam menyikapi berita yang datang dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, menurutnya sikap Muslim adalah apabila berita itu bersesuaian dengan Al-Qur’an, maka dapat diterima. Namun, apabila berita itu bertentangan dengan Al-Qur’an, maka wajib ditolak, paparnya.
“Namun apabila berita itu tidak berkaitan dengan Al-Qur’an, maka bagi media itu menjadi kebijakan redaksi, apakah akan mengangkatnya menjadi berita atau tidak, tentu dengan memperhatikan akibat buruknya,” imbuhnya.
Berkaitan dengan pemberitaan di Kantor Berita Islam MINA, Imaam Yakhsyallah Mansur mengharapkan, agar sesuai akar namanya ‘anba’ (berita), seakar kata dengan ‘naba’ (berita besar), hendaknya mengangkat berita-berita besar, menyangkut umat banyak, bermanfaat serta memberikan informasi dan mendidik.
Dengan berita besar itulah, maka dapat mengalahkan berita-berita fahsya, yang merusak, dari media-media mainstream, terutama yang dimotori Zionis Yahudi yang konon katanya hebat.
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Shubuh Berjamaah
Padahal, kekuatan dan kehebatan orang-orang Yahudi itu hanyalah sebatas mitos. “Mereka itu sebenarnya lemah bahkan sangat lemah. Hanya ummat Islam saja yang lebih lemah lagi,” katanya. (L/P011/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue