Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imam Marcellus Disuntik Mati oleh Otoritas Missouri AS

Rudi Hendrik Editor : Widi Kusnadi - 17 detik yang lalu

17 detik yang lalu

0 Views

Imam Mercellus Khalifah Williams. (Gambar: CBS News)

Jefferson City, MINA – Otoritas Negara Bagian Missouri, AS, mengeksekusi mati tahanan Muslim bernama Marcellus Khalifah Williams, yang juga merupakan seorang imam lembaga pemasyarakatan, Selasa (24/9) pukul 18.00 waktu setempat.

Williams, 55 tahun, menghembuskan nafas terakhir setelah disuntik mati di penjara Bonne Terre.

Suntikan mematikan terhadap Williams mulai dilakukan pada pukul 18.01 dan ia dinyatakan meninggal pada pukul 18.10 waktu setempat.

Tak ada satu pun dari pihak keluarga mendiang korban yang hadir dalam eksekusi suntik mati tersebut.

Baca Juga: AS akan Bebaskan Visa untuk Qatar

Di luar penjara, seratusan orang menggelar aksi demonstrasi menentang hukuman mati itu karena dinilai sangat tidak cukup bukti.

Eksekusi mati Williams memicu kontroversi karena jaksa yang menuntut kasusnya telah meminta Gubernur dan Mahkamah Agung setempat untuk membatalkannya.

Namun, Gubernur dan Mahkamah Agung Missouri menolak untuk menghentikan eksekusi terhadap terpidana mati Imam Marcellus Khalifah Williams meski jaksa percaya mungkin saja ada bukti yang membuatnya tidak bersalah, menurut media setempat.

“Williams telah menjalani proses hukum dan semua jalur hukum, termasuk lebih dari 15 sidang, dalam upaya membuktikan dirinya tidak bersalah dan membatalkan hukumannya,” kata Gubernur Mike Parson dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: Presiden Maladewa: Israel Harus Bertanggung Jawab atas Tindakan Terorismenya

Pada 2001, Williams (55 tahun) dihukum dan dijatuhi hukuman mati dalam kasus pembunuhan Felicia Gayle, mantan reporter surat kabar yang ditemukan tewas ditikam di rumahnya pada 1998.

Sejak awal, William mengeklaim dirinya tidak bersalah dan eksekusi hukumannya ditunda pada 2015 dan 2017 untuk melakukan tes DNA tambahan. Sebelumnya, terungkap bahwa DNA William tidak ditemukan pada senjata tajam yang digunakan dalam pembunuhan.

Pada Januari, jaksa mengajukan penangguhan eksekusi dengan alasan bahwa pengujian DNA pada senjata itu bisa membatalkan status Williams sebagai tersangka.

Bulan lalu, argumen itu ditolak setelah uji baru mengungkapkan bahwa senjata itu salah ditangani oleh penyidik sehingga mencemarkan bukti yang bisa dipakai untuk membebaskan Williams.

Baca Juga: Erdogan: PBB, Apa yang Kalian Tunggu untuk Hentikan Genosida di Gaza?

Penasihat hukum kedua pihak menerima laporan yang menunjukkan bahwa DNA pada senjata itu milik asisten jaksa penuntut dan seorang penyidik yang memegangnya tanpa sarung tangan sebelum persidangan.

Tes baru DNA itu melemahkan argumen jaksa dan sepenuhnya mendukung putusan pengadilan wilayah bahwa bukti tersebut tidak menunjukkan adanya pelaku lain, menurut Mahkamah Agung dalam putusannya pada Senin.

Sejak putusan itu dikeluarkan, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), organisasi pembela hak sipil dan kebebasan Muslim terbesar di AS, mengeluarkan petisi kepada Gubernur Missouri agar rencana eksekusi itu dibatalkan. Lebih dari 35.000 orang telah menandatangani petisi itu.

Dalam pernyataannya, Wakil Direktur Nasional CAIR Edward Ahmed Mitchell menilai eksekusi “tidak bisa diterima” jika ada bukti kredibel yang menunjukkan bahwa Williams tidak bersalah.

Baca Juga: Brasil Serukan Reformasi PBB

“Gubernur Parson memiliki kewenangan untuk mencegah eksekusi yang salah ini,” kata Mitchell.

Dia menambahkan bahwa tak seorang pun boleh dihukum mati ketika masih ada keraguan soal kesalahan terpidana, terutama dalam “kasus-kasus yang sarat dengan bias rasial dan kegagalan sistemik.” []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Qatar Serukan Segera Akhiri Agresi Israel di Gaza dan Lebanon

Rekomendasi untuk Anda