Oleh: Ali Farkhan Tsani, Wartawan Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Presiden RI Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Palestina Rami Hamdallah di Jakarta pada Selasa (21/4) dalam rangkaian peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60.
Selain membahas masalah kemerdekaan Palestina, Presiden Jokowi juga mengajukan keinginan membuka Konsulat Kehormatan Indonesia di Ramallah.
“Kita minta persetujuan untuk pembukaan konsul kehormatan Indonesia di Ramalah, dan tadi Perdana Menteri menyampaikan dukungan. Itu akan mempermudah,” ujar Jokowi.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Jokowi juga mengatakan bahwa negara Palestina masih dalam penjajahan. Oleh karenanya, penjajahan di Palestina harus diakhiri.
“Saya sampaikan ke Perdana Menteri bahwa Palestina adalah satu-satunya negara yang masih dalam penjajahan, masih dalam posisi dijajah dan saatnya sekarang harus diakhiri,” kata Jokowi.
Presiden Jokowi menambahkan, akan ada pertemuan tindak lanjut untuk Palestina sebagai langkah konkret.
Pendirian kantor konsulat di Palestina tentu merupakan salah satu bentuk dukungan nyata atas kemerdekaan negara Palestina.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Selain pembukaan kantor konsulat di Ramallah, kerja sama perdagangan antara kedua negara juga akan ditingkatkan. Palestina, kata Jokowi, juga mengusulkan adanya pembebasan pajak untuk barang-barang yang berasal dari Palestina.
“Ini masih dalam kajian. Kalau bisa diberikan insentif pajak akan diberikan,” katanya.
Dalam pertemuan dengan PM Palestina Hamdallah itu, Presiden Jokowi didampingi oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel.
Dalam pertemuan itu, Rami Hamdallah menyebut Presiden Jokowi sebagai sahabat bangsa Palestina.
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
“Presiden Jokowi adalah sahabat bangsa Palestina. Kami sangat tersanjung dengan dukungan presiden Jokowi yang sejak kampanye telah menyatakan komitmennya untuk kemerdekaan Palestina,” katanya.
Usulan Konsulat
Dalam sambutan diskusi Hari Solidaritas Palestina di Kementerian Luar Negeri Indonesia di Jakarta pada 28 November 2014 lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno Marsudi, mengatakan, Indonesia akan membangun Konsulat Jenderal di Ramallah, Palestina.
Hal itu sekaligus sebagai tanda solidaritas dan hubungan baik Indonesia dan Palestina yang sudah terjalin lebih dari tujuh dekade.
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
“Hubungan antara Palestina dan Indonesia sudah terbangun sejak Indonesia merdeka,” ucap Retno waktu itu.
Menlu Retno menyebutkan, Mufti Agung Palestina, Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini sudah menyatakan dukungannya sejak Indonesia merdeka. Bahkan Syaikh Al-Husaini saat itu menyerukan kepada para pemimpin di Timur Tengah untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
Syaikh Al-Husaini saat itu memimpin Dewan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (Lajnah Difa’i An Indonesy) yang didirikan pada tanggal 16 Oktober 1945, beranggotakan Sekjen Liga Arab Dr. Shalahuddin Pasha, dan Menteri Pertahanan/Kepala Staf Angkatan Perang Mesir, Jenderal Saleh Harb Pasha.
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia Dr. H. Agus Salim, sempat berdialog dengan Menlu Saudi Arabia Pangeran Faisal ibn Saud dan Mufti Agung Palestina Syaikh Al-Husaini dalam Resepsi Persahabatan Arab-Indonesia, di Kairo, 10 Juni 1947.
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Mengenai rencana pendirian konsulat Indonesia di Palestina, pernah dibicarakan juga pada era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dengan rencana pengajuan proposal untuk membuka konsulat kehormatan di Palestina, yang dipimpin oleh seorang diplomat tingkat tinggi.
Hal itu merupakan salah satu usulan hasil kunjungan Komisi l DPR RI ke Palestina, kata Ketua Komisi I DPR RI waktu itu, Mahfud Sidiq kepada Miraj Islamic News Agency (MINA) di Gedung Nusantara II Jakarta, 25 September 2014 lalu.
Mahfud menjelaskan, Komisi I sudah bertemu dengan calon konsul tersebut dan meminta proses persetujuan dari pemerintah Palestina dipercepat agar konsulat di sana bisa segera bekerja.
Indonesia sendiri secara resmi mengambil kebijakan membuka konsulat sebagai bentuk dukungan atas kemerdekaan Palestina dengan ibukotanya Yerusalem (Al-Quds).
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
“Kita pilih tempat konsulat kehormatan di Yerusalem dengan pertimbangan karena WNI yang berkunjung ke Palestina umumnya ke Yerusalem, sehingga lebih mudah untuk memberikan pelayanan,” ujar Siddiq.
Dia juga manjelaskan, jika konsulat kehormatan ditempatkan di Kota Al-Quds, maka akan lebih mudah mobilitasnya, karena orang Palestina di Al-Quds lebih mudah masuk ke Ramallah ketimbang orang Palestina dari Ramallah masuk ke Al-Quds.
Ide pembukaan kantor perwakilan di Palestina sudah lama, Kedubes Palestina telah hadir di Jakarta lebih dari dua dasawarsa. Sebagai timbal balik, Indonesia sejak tahun 2012 telah menetapkan untuk membuka perwakilan RI pada level kedutaan besar.
Konsulat di Gaza
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
Menurut Kementerial Luar Negeri (Kemlu) Indonesia, saat ini diplomasi di Palestina secara resmi ditangani Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman (Yordania). Khusus dalam permasalahan Jalur Gaza, Kemlu menugaskan KBRI di Kairo (Mesir).
Beberapa lembaga keislaman, Aqsa Working Group (AWG), Medical Emergency Rescue Committee (MER-C), Pondok Pesantren Al-Fatah se-Indonesia, Shuffah Al-Quran Abdullah bin Mas’ud, atas nama Konferensi Pembebasan Al-Quds dan Kemerdekaan Palestina Bandung, pada tanggal 3 Juli 2014 mengajukan usulan Konsulat Kehormatan untuk ditempatkan di Jalur Gaza.
Peserta sidang Konferensi Bandung 2012 menyatakan, secara khusus mendesak Pemerintah Republik Indonesia untuk membuka Konsulat Pelayanan Diplomatik di wilayah Jalur Gaza.
Ketua delegasi, Agus Sudarmaji, menyebutkan, alasan utama kemungkinan itu karena saat ini adalah era Kabinet Bersatu Palestina Fatah-Hamas, sehingga penempatan di Jalur Gaza sama dengan penempatan di Ramallah, katanya saat memberikan draft tersebut kepada Presiden RI SBY, yang diterima Dr. Teuku Faizasyah, Staf Ahli Presiden Bidang Hubungan Internasional.
Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah
Alasan lainnya, tidak seperti di Ramallah yang mengharuskan izin administrasi dari Israel. Di Jalur Gaza tidak perlu izin seperti itu, cukup pengantar pemerintah melalui pemerintah Palestina dan Mesir.
“Di sana juga sudah ada warga negara Indonesia yang sedang membangun RS, didukung warga dan pejabat setempat, serta dapat menggunakan Wisma Indonesia yang sedang dibangun MER-C di kompleks RS Indonesia di Bayt Lahiya, Gaza Utara,” kata Agus Sudarmaji.
Upaya lainnya, seperti disampaikan Presidium Medical Emergency Rescue Committee (Mer-C) dr. Joserizal Jurnalis, atas nama lembaga kemanusiaan yang sedang membangun Rumah Sakit (RS) Indonesis di Jalur Gaza, adalah dengan memberi dukungan Palestina melalui diplomasi kemanusiaan.
Menurutnya, RS Indonesia di Jalur Gaza, Palestina, dapat menjadi humanitarian diplomacy (diplomasi kemanusiaan), dengan para relawan yang berasal dari Indonesia, merupakan duta-duta rakyat Indonesia untuk Palestina.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah
“RS Indonesia adalah sumbangan dari rakyat Indonesia untuk rakyat Palestina,semua dananya dari rakyat Indonesia,” ujar Jose.
Untuk itu, bersebelahan dengan RS Indonesia di Gaza, disiapkan bangunan Wisma Indonesia, sebagai representasi rakyat Indonesia di Palestina.
Apalagi menurut Nur Ikhwan Abadi, relawan Indonesias di Jalur Gaza, mengatakan bahwa ada beberapa mahasiswa setempat di Jalur Gaza yang siap mendukung rencana pendirian konsulat Indonesia di Jalur Gaza.
Negara Palestina
Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi
Berbicara soal negara Palestina, Indonesia sebenarnya merupakan negara pertama yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara yang berdaulat, pada tahun 1989, atau hanya satu tahun setelah Palestina memproklamasikan kemerdekaannya.
Otoritas Nasional Palestina atau Palestina merupakan sebuah negara yang berbentuk Republik Parlementer yang diumumkan berdirinya pada tanggal 15 November 1988 di Aljiria, ibu kota Aljazair.
Berbeda dengan kebanyakan negara di dunia yang mengumumkan kemerdekaannya setelah memperoleh Konsesi Politik dari negara penjajah. Palestina mengumumkan eksistensinya bukan karena mendapat konsesi politik dari negara lain, melainkan untuk mengikat empat juta kelompok etnis dalam satu wadah, yaitu negara Palestina. Dalam pengumuman itu ditetapkan pula bahwa Yerusalem Timur dijadikan ibu kota negara, dengan Presiden pertamanya adalah Yasser Arafat.
Setelah Yasser Arafat meninggal, kursi presiden diduduki oleh Mahmud Abbas. Dewan Nasional Palestina, yang identik dengan Parlemen Palestina beranggotakan 500 orang.
Namun hingga kini masih belum dan tidak pernah diakui secara resmi sebagai sebuah negara oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Baru pada Sidang Umum PBB 28 November 2012 memutuskan penerimaan Palestina sebagi anggota baru Negara tidak tetap PBB .Dengan demikian, Palestina memiliki status pengamat di PBB seperti yang dimiliki Vatikan.
Dari 193 negara anggota PBB pada pemilihan suara saat itu, Palestina mendapat dukungan 138 negara, termasuk dari Spanyol,Perancis dan Italia. Sementara 9 negara menolak pengakuan Palestina, termasuk Amerika Serikat dan Israel. Sementara Jerman beserta 40 negara lainnya memberika suara abstain.
Jika AS tidak memveto penerimaan dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB, Palestina tentu sudah lama masuk dalam keanggotaan PBB.
Harapan Umat Islam
Patut dicatat pernyataan Jama’ah Muslimin (Hizbullah) atas nama umat Islam, khususnya di Indonesia bahwa sehubungan dengan peringatan ke-60 KAA tahun 2015 ini hendaknya menjadi pendorong perjuangan gerakan dunia ketiga untuk mewujudkan dunia yang bebas dari penjajahan.
Imaam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) Syaikh Yakhsyallah Mansur dalam pernyatannya mengatakan, umat Islam di seluruh dunia dan bangsa-bangsa di dunia, khususnya di kawasan Asia-Afrika, tentu berharap untuk bersatu padu dan saling mendukung dalam melenyapkan kebatilan dan kezaliman yang diakibatkan oleh penjajahan.
Semangat KAA Bandung 1955 yang dimotori oleh sebagian pemimpin negeri-negeri Muslim di kawasan Asia Afrika kiranya sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an surah Al Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
Menurut Yakhsyallah Mansur, faktanya saat ini yang terjadi adalah bahwa setelah berjalan selama enam dasawarsa, penjajahan belum dapat dilenyapkan dari muka bumi.
“Sampai saat ini bangsa Palestina masih berada di bawah penjajahan Israel, dan fakta ini diketahui oleh seluruh dunia,” ujarnya.
Ia menambahkan, Gerakan Non-Blok yang dijiwai oleh Semangat Bandung 1955 memang sudah melakukan sesuatu untuk menolong bangsa Palestina meraih kemerdekaannya. Namun perlu upaya yang lebih keras dari seluruh anggota gerakan tersebut untuk betul-betul meraih misi utamanya yakni membebaskan dunia terutama kawasan Asia Afrika dari penjajahan.
Perlu meningkatkan upaya bersama guna mewujudkan kemerdekaan bagi bangsa Palestina dan memastikan bebasnya dunia dari kezaliman akibat penjajahan suatu bangsa atas bangsa lain, ujarnya.
Saatnya seluruh kaum Muslimin untuk istiqamah dalam melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya dalam memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin di Palestina untuk meraih kemerdekaannya dan untuk membebaskan Masjid Al Aqsa dari penistaan kaum penjajah Zionis Israel.
Firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surah Al-Hujurat ayat 10 merupakan landasn terkuat untuk itu, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. sebab itu damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Juga sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, “Perumpamaan orang-orang Mukmin dalam hal ikatan kasih sayang di antara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit maka anggota tubuh yang lain ikut merasakan sakit itu, dengan tidak dapat tidur dan merasa demam.” (HR Bukhari, Muslim dan Ahmad). (T/P4/P2.
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)