New York, MINA – Indonesia menggaungkan pentingnya sistem perlindungan sosial, akses pelayanan publik, dan infrastruktur berkelanjutan bagi pemenuhan hak perempuan dan anak perempuan pada rangkaian pertemuan ke-63 Commission on the Status of Women (CSW-63) di Markas Besar PBB di New York, Kamis (14/3).
Dalam pertemuan bertema “Social Protection System, Access to Public Services and Sustainable Infrastructure for Gender Equality and the Empowerment of Women and Girls” itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Yohana Yembise memimpin delegasi Indonesia.
Delegasi Indonesia terdiri atas Kemenlu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara, Komnas Perempuan, KOWANI, IWAPI, dan Perwakilan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di New York.
Yambise mengatakan, komitmen Indonesia dalam memberikan perlindungan sosial, pelayanan publik, dan infrastruktur bagi perempuan telah dilakukan melalui berbagai peraturan dan kebijakan, seperti Instruksi Presiden untuk memprioritaskan usaha penghapusan diskriminasi gender dalam agenda pembangunan.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] Pria Amerika Bakar Diri Protes Genosida di Gaza
Dalam menerapkan prinsip “No One Left Behind” Indonesia juga melaksanakan beberapa program yang telah terbukti meningkatkan kontribusi dalam mempromosikan pemberdayaan perempuan dan anak perempuan, yakni melalui akses ke sekolah, kesehatan, dan kegiatan ekonomi.
“Indonesia senantiasa meningkatkan partisipasi perempuan dalam semua aspek pembangunan, termasuk peran perempuan di dalam sektor publik. Hal ini dibuktikan dengan adanya 8 menteri perempuan yang mengelola isu strategis. Selain itu, semakin banyak perempuan memegang posisi pengambilan keputusan di sektor publik,” ujarnya.
Yambise melanjutkan, Indonesia melakukan program dalam memberikan perlindungan sosial, pelayanan publik, dan infrastruktur bagi perempuan di antaranya Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Program Keluarga Harapan, Program Operasional Sekolah, Kabupaten/Kota Layak Anak, Kebijakan Dana Desa, dan lainnya.
Ia juga menyinggung pentingnya pelaksanaan pengarusutamaan gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) untuk membantu memastikan tidak terjadinya kesenjangan dalam pelaksanaan pembangunan,
Baca Juga: MUI Gelar Forum Ukhuwah Islamiyah, Minta Presiden Jokowi Ganti Kepala BPIP
“Disamping itu, perlu juga mempertimbangkan konteks lokal, seperti kebudayaan lokal untuk dimasukkan ke dalam desain kebijakan perlindungan sosial maupun infrastruktur,” ujarnya.
Di sela-sela pertemuan CSW ke-63, Menteri PPPA juga melakukan First Meet and Greet Head of Delegation MIKTA (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki dan Australia).
“Penting bagi kita untuk melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, perlu berbagai upaya menghilangkan halangan bagi perempuan untuk melaksanaan kegiatan ekonomi dan melibatkan laki-laki dan partisipasi pemimpin tradisional serta agama dalam upaya pemberdayaan perempuan,” ujarnya.
Commission on the Status of Women (CSW) adalah salah satu komisi fungsional pemerintah internasional / intergovernmental di bawah Economic Social and Culture Rights (ECOSOC) yang spesifik menangani isu perempuan.
Baca Juga: [BREAKING NEWS] Yahya Al-Sinwar Terpilih Sebagai Kepala Biro Politik Hamas
Komisi ini bekerjasama dan berkoordinasi dengan Badan Fungsional terkait lainnya seperti Dewan HAM, Komite Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW), dan Komite Convention on the Rights of Children (CRC). (R/Ayu/R06)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Ismail Haniyeh Dikabarkan Terbunuh di Iran