Jakarta, 22 Ramadhan 1438/ 17 Juni 2017 – Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom-MUI) menemukan adanya tayangan Ramadhan yang melanggar kode etik siaran selama Ramadhan 2017 M/ 1438 H. Kategori pelanggaran mulai dari yang ringan hingga berat.
Temuan ini merupakan hasil dari pemantauan yang dilakukan Komisi Infokom MUI bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
“Pelanggaran siaran ini mulai dari wanita yang tidak berhijab, siaran yang penuh dengan candaan berlebihan, perkataan yang menghina ras tertentu hingga argumentasi keagamaan yang tidak berdasarkan fikih,” kata Ketua Pemantau Siaran Ramadhan MUI Ibnu Hamad dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (16/6).
Lebih jauh dikatakan ada pula siaran televisi yang setiap tahunnya masih menyiarkan program sahur dengan candaan yang berlebihan, dan menjurus pada sikap dan perkataan sarkastik dan porno. Stasiun televisi tersebut juga tidak mengubah perilaku siaran di program menjelang berbuka.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
“Mereka tidak mempertimbangkan banyolan-banyolan yang disampaikannya dengan semangat Ramadhan yang harus kita sama-sama jaga kesuciannya,” jelas Ibnu Hamad.
Pemantauan ini dilakukan sejak 1 Ramadhan yang lalu, dan hasil pemantauan dipublikasikan melalui media massa di pertengahan bulan. Metode pemantauan yang dilakukan adalah terfokus (zooming) terhadap tayangan-tayangan yang dinilai tidak sesuai dengan semangat dan semarak bulan suci Ramadhan.
“Kita tidak memungkiri banyak program televisi yang berusaha menyajikan terbaik, namun di sisi lain masih ditemukan siaran berformat komedi, yang sebenarnya rawan terjadinya pelanggaran,” jelas Ibnu Hamad yang juga Guru Besar Ilmu Komunikasi dari Universitas Indonesia itu.
Ibnu Hamad juga menyayangkan ada stasiun televisi yang menggunakan seorang vokalis grup band yang dulu pernah tersangkut kasus pornografi dan pornoaksi. “Ironisnya, vokalis yang belum menunjukkan perubahan sikap dan perilakunya, khususnya jika dilihat dari keseharian di media massa, masih saja diberikan panggung oleh stasiun TV,” kata Ibnu Hamad.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
“Di siaran sahur, banyak sekali ditemukan dialog yang tidak etis, seperti merendahkan orang lain, menyebut orang dengan sebutan buruk hingga mengumbar aib. Dialog ini kemudian ditertawakan oleh penonton di studio. Ini jelas bertentangan dengan semangat Ramadhan,” ujar Ibnu Hamad. (L/R03/P1)
Miraj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal