Kawasan Perbatasan Bangladesh – Myanmar, MINA – Eksodus ratusan ribu warga Muslim Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di daerah Rakhine, Myanmar, telah memadati kamp-kamp dan permukiman darurat di Bangladesh.
Banjir pengungsi menjadikan situasi di lapangan semakin putus asa karena tak mencukupinya kebutuhan dasar dan menipisnya persediaan.
“Mereka (pengungsi Rohingya) berada dalam keadaan kemanusiaan yang putus asa dan benar-benar putus asa, tanpa makan yang cukup,” kata juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Leonard Doyle, kepada VOA Sabtu (9/9) yang dikutip MINA.
“Mereka mengatakan mereka tinggal di tempat terbuka, tanpa tempat berlindung dari matahari, tanpa tempat berlindung dari hujan, bersama anak-anak mereka, tanpa makanan yang cukup untuk makan,” ujarnya.
Baca Juga: Hongaria Cemooh Putusan ICC, Undang Netanyahu Berkunjung
Perkelahian terjadi antarsesama pengungsi yang berebut makanan dan air. Anak-anak dan perempuan mengetuk jendela mobil atau menarik-narik baju reporter sambil mengusap-usap perut sebagai tanda sangat lapar.
Mereka kini semakin putus asa dalam mencari pos-pos pembagian makanan yang baru muncul dalam beberapa hari ini, yang membagikan paket-paket biskuit dan beras 25 kilogram
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Sabtu (9/9), mengungapkan sekitar 290 ribu Muslim Rohingya telah tiba di distrik perbatasan Cox’s Bazar dalam dua pekan terakhir saja.
Pengungsi baru bergabung dengan sedikitnya 100 ribu orang yang telah berada di sana setelah melarikan diri karena kerusuhan atau penindasan di Myanmar yang mayoritas penduduknya penganut Buddha.
Baca Juga: Pusat Budaya dan Komunitas Indonesia Diresmikan di Turki
Jumlah pengungsi diperkirakan akan terus membengkak, karena ribuan orang menyeberangi perbatasan dengan berjalan kaki setiap hari. Juru bicara Badan Pengungsi PBB (UNHCR) Vivian Tan mengatakan semakin banyak orang yang tiba di perbatasan Bangladesh.
“Karena kamp-kamp sudah melebihi kapasitasnya, para pendatang baru spontan mendirikan permukiman darurat di pinggir jalan atau di lahan yang tersedia,” ujarnya.
“UNHCR berusaha memberi bantuan sedapat mungkin di dalam kamp-kamp, namun mengalami kesulitan besar karena setiap hari ada saja orang yang datang tanpa tujuan,” kata Tan.
Banyak pengungsi yang baru tiba mengalami masalah trauma setelah melarikan diri dari kekerasan yang merebak pada 25 Agustus lalu di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Baca Juga: DPR AS Keluarkan RUU yang Mengancam Organisasi Pro-Palestina
Seorang pekerja bantuan yang minta tidak disebut namanya mengatakan persediaan menipis karena kebutuhan pengungsi jauh lebih besar daripada yang mereka bayangkan sebelumnya. “Mustahil untuk memenuhinya,” ujar petugas tersebut. (T/R11/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan