Banda Aceh, MINA – Keputusan Gubernur Aceh terkait Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur tidak berlaku lagi, karena perusahaan PT Kamirzu tidak melaksanakan kewajiban selama satu tahun sebagaimana disebutkan dalam keputusan Gubernur tentang pinjam pakai kawasan hutan.
Dalam sidang lanjutan terkait Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH/2017 atas pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan PLTA Tampur-I kapasitas 443 MW di Kabupaten Gayo Lues, Zainal Abidin saksi ahli penggungat dari Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala mengatakan, objek sengketa akan batal demi hukum akibat dari tidak dilaksanakan kewajiban hukum oleh PT Kamirzu, Banda Aceh, Rabu (3/7).
Di hadapan persidangan, saksi ahli merinci, dalam jangka waktu paling lama satu tahun setelah terbit izin pinjam pakai kawasan hutan, PT Kamirzu mempunyai beberapa kewajiban yang jika tidak dilakukan akan berdampak pada batalnya IPPKH yang telah diperoleh.
Kewajiban dimaksud meliputi, Menyelelesaikan tata batas areal izin pinjam pakai kawasan hutan disupervisi oleh Balai Pementapan Kawasan Hutan Wilayah XVII Banda Aceh dan tidak dapat diperpanjang.
Baca Juga: Mendikti Sampaikan Tiga Arah Kebijakan Pendidikan Tinggi Indonesia
Menyampaikan peta lokasi penanaman dalam rangka rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).
Menyampaikan baseline penggunaan kawasan hutan sesuai dengan hasil tata batas. Menyelesaikan relokasi Desa Lesten.
Dan menyampaikan pernyataan dalam bentuk akta notarial bersedia mengganti biaya investasi pengelolaan/pemanfaatan hutan kepada pengelola/pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebelumnya, saksi ahli juga menuturkan, pada pasal 8 Permen LHK No P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan menyebutkan, IPPKH diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan.
Baca Juga: Kedutaan Besar Sudan Sediakan Pengajar Bahasa Arab untuk Pondok Pesantren
Namun, pemberian izin IPPKH juga dapat dilimpahkan kepada Gubernur untuk beberapa kegiatan, satu diantaranya yakni pembangunan fasilitas umum yang bersifat non komersial dengan luas paling banyak lima hektar.
Hal serupa juga ditegaskan dalam pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor P.5/VII-PKH/2014 tentang pelaksana pemberian IPPKH yang dilimpahkan Menteri Kehutanan kepada Gubernur. Pembangunan fasilitas umum yang bersifat non komersial satu diantaranya mencakup pembangunan instalasi pembangkit, transmisi dan distribusi listrik serta teknologi energy terbaharukan.
Lebih jauh, Saksi Ahli mengatakan bahwa sesuai dengan SK Dirjen Planologi Kehutanan Nomor SK.8/VII-PKH/2013 tentang Standar Pelayanan Pemberian IPPKH, mengharuskan adanya rekomendasi dari kepala daerah dimana proyek berjalan. Untuk PLTA Tampur, seharusnya mengantongi empat rekomendasi, yakni Gubernur Aceh, Bupati Gayo Lues, Bupati Aceh Tamiang dan Bupati Aceh Timur. Namun faktanya, rekomendasi dari Bupati Aceh Timur tidak ada.
Sidang gugatan Nomor 7/G/LH/2019/PTUN.BNA ditunda dan akan dilanjutklan kembali pada 9 Juli 2019 dengan agenda mendengar keterangan saksi dari para pihak. (L/AP/RI-1)
Baca Juga: Konferensi Internasional Muslimah Angkat Peran Perempuan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Mi’raj News Agency (MINA)