Teheran, MINA – Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Kamis (5/3) mendesak India untuk “menghentikan pembantaian umat Islam,” lapor Anadolu Agency.
Kerusuhan di timur laut Delhi setelah bentrokan antara pemrotes untuk dan terhadap undang-undang kewarganegaraan yang kontroversial berubah menjadi kekerasan, menewaskan sedikitnya 47 orang. Kekerasan itu berpusat di lingkungan mayoritas Muslim dengan ratusan toko dan rumah dibakar.
“Hati umat Islam di seluruh dunia berduka atas pembantaian umat Islam di India,” kata Khamenei di Twitter, demikian MEMO melaporkan.
Dia menyeru Pemerintah New Delhi untuk “menghadapi umat Hindu ekstremis dan partainya, serta menghentikan pembantaian umat Islam untuk mencegah isolasi India dari dunia Islam.”
Baca Juga: Penelitian: Bayi Dikandung saat Musim Dingin Cenderung Sulit Naik Berat Badan Saat Dewasa
Ketua Parlemen Iran Ali Larijani juga menyatakan keprihatinan tentang nasib umat Islam di negara Asia Selatan itu, dan mendesak pemerintah India untuk mencegah kekerasan sektarian di negara itu.
Larijani mengatakan, undang-undang baru itu melanggar hak-hak Muslim.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mendesak India untuk “memastikan kesejahteraan semua orang India dan tidak membiarkan premanisme yang tidak masuk akal menang.”
Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA) yang disahkan oleh parlemen India pada Desember tahun lalu telah memicu protes dan kerusuhan di seluruh negeri. Ini akan memberikan kewarganegaraan kepada migran non-Muslim dari tiga negara tetangga.
Baca Juga: Sekjen NATO Sebut Pertumbuhan Militer China ‘Mengejutkan’
Undang-undang tersebut telah dikritik oleh badan-badan internasional. UNHCR telah mengajukan permohonan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Mahkamah Agung India, meminta untuk dijadikan pihak dalam kasus yang menentang tindakan tersebut.
Terlepas dari demonstrasi dan kritik yang memuncak, Pemerintah Nasionalis Hindu, Perdana Menteri Narendra Modi telah menolak panggilan untuk mencabutnya. (T/Nz/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB Desak Bantuan Donor Berkelanjutan di Tengah Krisis Afghanistan