Jakarta, MINA – Dalam upaya meningkatkan advokasi lingkungan berbasis nilai-nilai keagamaan, berbagai organisasi dan pemangku kepentingan berkumpul dalam forum diskusi bertajuk “Konsultasi tentang Kerja-kerja Advokasi dalam Keterlibatan Tokoh Agama dan Lintas Iman untuk Mengelola dan Mengantisipasi Risiko Lingkungan”.
Acara tersebut diselenggarakan Eco Bhinneka Muhammadiyah, Green Faith Indonesia, bekerja sama dengan Interfaith Rainforest Initiative (IRI), dan didukung oleh Bappenas dan Pemerintah Inggris melalui Oxford Policy Management Limited (OPML), di Kantor IRI Indonesia, Jakarta, Selasa (18/3).
Diskusi tersebut dihadiri oleh tokoh agama, akademisi, aktivis lingkungan, serta perwakilan masyarakat sipil. Forum itu menyoroti pentingnya keterlibatan agama dalam advokasi lingkungan serta pengelolaan dan mitigasi risiko lingkungan yang kian mengancam, terutama dalam konteks perlindungan hutan tropis.
Dalam sesi diskusi, Dr. Hayu S. Prabowo, Fasilitator Nasional IRI Indonesia, menekankan bahwa kolaborasi lintas agama memiliki peran strategis dalam upaya konservasi lingkungan.
Baca Juga: 19 Santri Ponpes Al-Fatah Lulus di 4 Kampus Unggulan di Lampung
“Agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk kesadaran publik dan mendorong aksi nyata dalam perlindungan lingkungan. Dengan pendekatan berbasis rumah ibadah dan nilai-nilai keimanan, kita dapat memperkuat advokasi terhadap kebijakan pembangunan rendah karbon serta menyelamatkan hutan tropis dari ancaman deforestasi,” ujarnya.
Menurut Dr. Hayu, jaringan organisasi keagamaan telah berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim dan mendorong pembangunan berkelanjutan. IRI sendiri telah menyediakan berbagai panduan berbasis agama, termasuk buku khutbah dan pedoman perlindungan hutan tropis bagi enam agama di Indonesia.
Dalam diskusi ini, berbagai fakta terkait hutan adat di Indonesia menjadi perhatian utama. Masyarakat adat mengelola sekitar 116 juta hektar wilayah, dengan 57 juta hektar di antaranya berada di kawasan hutan. Dari jumlah tersebut, 40 juta hektar hutan terbaik di Indonesia berada di wilayah adat, menunjukkan peran strategis masyarakat adat dalam menjaga ekosistem hutan tropis.
Namun, hingga kini, hanya 332.000 hektar hutan adat yang telah mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Ketimpangan ini menimbulkan risiko tinggi terhadap keberlanjutan lingkungan, mengingat banyak hutan adat masih rentan terhadap perambahan, deforestasi, dan eksploitasi.
Baca Juga: Indonesia Kecam Serangan Terbaru Israel di Gaza, Serukan Aksi Nyata
Diskusi ini menghadirkan berbagai perspektif, termasuk dari Hening Parlan, Direktur Eco Bhinneka Muhammadiyah, yang menyoroti peran perempuan dalam penyelamatan hutan.
“Perempuan memiliki peran strategis dalam konservasi lingkungan. Melalui perspektif lintas agama, kita bisa mendorong partisipasi aktif perempuan dalam menjaga ekosistem hutan yang menjadi sumber kehidupan bagi banyak komunitas,” ungkapnya.
Sementara itu, Abdon Nababan, perwakilan Badan Usaha Milik Masyarakat Adat (BUMMA), membahas urgensi RUU Masyarakat Adat sebagai instrumen hukum yang dapat melindungi hak-hak masyarakat adat dalam mengelola hutan.
Selain itu, Bustar Maitar, CEO Eco Nusa, mengangkat peran pemuka agama dalam kampanye lingkungan melalui Non-Violence Direct Action (Aksi Langsung Tanpa Kekerasan). Ia menyoroti bagaimana doa dan khutbah dapat menjadi sarana advokasi yang kuat.
Baca Juga: Menag Tekankan Pentingnya Alokasi Anggaran Madrasah untuk Cerdaskan Anak Bangsa
Bustar juga mencatat dalam banyak kasus, pemuka agama dapat berperan sebagai suara moral dalam pergerakan sosial, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama yang mendukung RUU Masyarakat Adat atau berdoa untuk menghukum pelaku perusakan hutan.
Sebagai hasil dari forum ini, para peserta sepakat untuk memperkuat advokasi lingkungan berbasis keagamaan dengan langkah-langkah konkret, seperti meningkatkan keterlibatan pemuka agama dalam kampanye perlindungan hutan. Selain itu, mempromosikan kebijakan pembangunan rendah karbon melalui rumah ibadah dan jaringan keagamaan.
FGD ini juga mendorong pengesahan regulasi yang melindungi hak-hak masyarakat adat dan lingkungan.
Dengan adanya forum tersebut, diharapkan semakin banyak pihak yang berpartisipasi dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan, sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan berbasis nilai-nilai keagamaan.[]
Baca Juga: Kabar Gembira Warga Jabar, Gubernur Umumkan Penghapusan Tunggakan Pajak Kendaraan Bermotor
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menteri Kehakiman Palestina Serahkan Surat dari Mahmoud Abbas kepada Prabowo