Oleh: Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Sesuai namanya, kelompok ISIS (Islamic State of Iraq and Sham) atau ISIL (Islamic State of Iraq the Levant) atau dalam terjemahan bahasa Indonesia Negara Islam Irak dan Syam (NIIS) atau dalam bahasa Arab ad-Dawlah al-Islāmīyah fi al-ʻIraq wa al-Sham (Da’ish), merupakan sebuah gerakan yang mengajak kepada ashobiyyah (fanatisme kelompok tertentu, yaitu negara).
Fenomena gerakan Islam transnasional ISIS muncul pada era euforia reformasi informasi abad global.
Gerakan ashobiyyah mengarah kepada kecintaan yang membabi buta (ta’ashub jahiliyyah) hanya kepada kelompoknya, dengan indikasi tampak pada apa yang menjadi program dirinya dan buta terhadap kebaikan-kebaikan pada pihak lain.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Kelompok ashobiyyah akan merasa bangga dan superior serta asyik dengan dunianya sendiri dan lupa kepada kepentingan yang lebih luas demi kemaslahatan umat ke depan.
Sehingga langkah-langkahnya justru merugikan kepentingan ajaran Islam yang penuh kasih sayang (rahmat), jauh lebih luas (lil ‘alamin), jiwa persaudaraan (ukhuwwah islamiyyah) serta melindungi hidup dan kehidupan.
Pengertian Fanatisme Golongan (Ashobiyyah)
Ashaobiyyah adalah sifat yang diambil dari kata ashobah, berarti kerabat dari pihak bapak.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Menurut Ibn Manzhur, ashobiyyah adalah ajakan seseorang untuk membela keluarga, tidak peduli keluarganya zalim maupun tidak, dari siapapun yang menyerang mereka.
Sementara itu, Al-Qari menambahkan, “Bahu-membahu untuk menolong orang karena hawa nafsu.”
Menurut As-Sindi, menyebutkan adanya larangan berperang membela kelompok yang dihimpun dengan dasar yang tidak jelas (majhul), tidak jelas apakah haq atau batil. Karena itu, orang yang berperang karena faktor ashobiyyah itu, adalah orang yang berperang bukan demi memenangkan agama, atau menjunjung tinggi kalimah Allah, melainkan karena dorongan amarah, ambisi jahat dan hawa nafsu.
Dengan demikian, gerakan ashobiyyah dalam perjuangan Islam yang sesungguhnya sangat berbahaya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memperingatkan dengan keras tentang bahaya ashobiyyah dalam sabdanya:
لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا اِلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ قَاتَلَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ وَلَيْسَ مِنَّا مَنْ مَاتَ عَلَى عَصَبِيَّةٍ
Artinya: “Bukan golongan kami orang yang menyeru kepada ashobiyyah, bukan golongan kami orang yang berperang atas nama ashobiyyah dan bukan golongan kami orang yang mati atas ashobiyyah”. (HR. Abu Daud).
pada hadits lain beliau bersabda:
مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةِ عُمْيَةٍ أَوْ يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ أَوْ يَدْعُو إِلَى عَصَبِيَّةٍ، أَوْ يَنْصُرُ عَصَبِيَّةٍ، فَقُتِلَ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Artinya: “Barangsiapa yang berperang di bawah bendera fanatisme dan marah karena fanatik terhadap kelompoknya, atau mengajak ummat untuk bersikap fanatik terhadap golongannya, ataupun membela kefanatikan golongannya, lalu ia terbunuh, maka bangkainya adalah bangkai jahiliyyah.” (HR Muslim).
Dampak Fanatisme Golongan
Penyakit ashobiyyah ini sangat dibenci oleh Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi Wasallam, karena dapat menimbulkan perpecahan berkepanjangan, pertikaian dan merusak sendi-sendi persatuan, persaudaraan dan kesatuan umat Islam secara menyeluruh. Bahkan dapat menimbulkan pertumpahan darah sesama kaum Muslimin dan manusia lainnya, tanpa alasan yang dibenarkan syar’i.
Inilah peringatan dari Allah yang pernah ditujukan kepada Bani Israel, dan tentu kepada sekalian manusia, tentang besarnya dosa pembunuhan sesama manusia tanpa alasan yang dibenarkan Allah, yang antara lain disebabkan fanatisme golongan (ashobiyyah).
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” (QS Al-Maidah [5]: 32).
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, akan tetapi bersifat umum untuk seluruh manusia. Allah memandang bahwa membunuh seorang jiwa adalah bagaikan membunuh manusia seluruhnya.
Allah pun menegaskan dalam ayat lain:
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)”. (QS Al-An’am [6]: 151).
Di samping itu, sikap fanatisme kelompok (ashobiyyah) itu merupakan kebiasaan orang musyrik dan dapat menimbulkan perselisihan, perpecahan dan permusuhan, yang pada akhirnya akan melemahkan kekuatan kaum muslimin.
Allah mengingatkan di dalam Al-Quran:
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
وَ لاَ تَكُوْنُوْا مِنَ اْلمـُـشْرِكِيْنَ مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَ كَانُوْا شِيَعًا كُـلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
Artinya; “Dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah (kaum musyrikin), yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (QS Ar-Ruum [30]: 31-32).
Pada ayat lain disebutkan:
وَ أَطِيْعُوْا اللهَ وَ رَسُوْلَهُ وَ لاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَ تَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَ اصْبِرُوْا إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِيْنَ
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian saling berbantah-bantahan, yang akan menyebabkan kalian lemah dan hilangnya kekuatan kalian dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS Al-Anfal [8]: 46).
Dalam sejarah kehidupan kaum Muslimin masa Nabi pun, benih-benih ashobiyyah itu pernah muncul hingga ditegur keras oleh Nabi. Seperti disebutkan dari sahabat Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, “Kami pernah berada dalam suatu peperangan (yaitu Bani al-Mushthaliq), lalu seseorang dari golongan Muhajirin melukai seorang dari golongan Anshar”. Berkata orang Anshar, “Wahai orang-orang Anshar”. Dan berkata pul golongan Muhajirin, “Wahai orang-orang Muhajirin”. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mendengar perkataan itu, lalu bersabda, “Apakah dengan seruan-seruan jahiliyyah (kalian menyeru)?, (padahal aku masih berada di tengah-tengah kalian)”. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, seorang dari golongan Muhajirin melukai seseorang dari golongan Anshar”. Lalu Beliau bersabda, “Tinggalkanlah ia, karena sesungguhnya ia busuk baunya’. (HR Bukhori dan Muslim).
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menegur para shahabat Muhajirin dan Anshar karena mereka meneriakkan seruan-seruan jahiliyah, seruan fanatisme kelompok atau ashobiyyah. Yaitu ucapan ‘Ya Anshar’ dan ‘Ya Muhajirin’. Merupakan kalimat pengagungan bagi kaum atau golongan mereka masing-masing.
Jika dua kelompok paling mulia ini saja dilarang untuk saling membanggakan kelompoknya masing-masing, maka bagaimana dengan kelompok atau golongan yang lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memerintahkan kedua kelompok mulia itu untuk meninggalkan budaya tersebut karena termasuk kebiasaan jahiliyah dan Beliau menyebutnya dengan sesuatu yang baunya busuk.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh
Begitulah jika seseorang sangat fanatik dengan mazhab, partai, kelompok golongan, negara ataupun para guru-gurunya. Hingga lebih fanatik kepada golongannya daripada terhadap Islam itu sendiri yang mengajak pada persatuan.
Fanatisme golongan (ashobiyyah) sungguh menjadikan agama Islam yang penuh kasih sayang (rahmatan lil ‘alamin), persaudaraan dan saling menolong, menjadi sangat menyeramkan, sadis dan penuh teror.
Adanya perbedaan ras, suku, bangsa, bahasa, tatacara, metode perjuangan, hingga perbedaan penegakkan khilafah yang didambakan, bukanlah menjadi alasan untuk menebas atau memenggal leher kaum Muslimin yang masih bersyahadah itu. (P4/R07)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam