Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Israel: Negara Iblis yang Berpura-pura Kudus

Bahron Ansori Editor : Rudi Hendrik - 51 detik yang lalu

51 detik yang lalu

0 Views

Zionis berhati iblis (foto: ig)

ISRAEL memposisikan dirinya sebagai negara “Tanah Suci” berdasarkan warisan sejarah Yahudi. Namun, klaim ini sarat manipulasi politik. Zionisme, ideologi pendirian Israel, bukanlah ajaran agama Yahudi murni, melainkan gerakan nasionalis sekuler yang lahir di Eropa pada abad ke-19, bertujuan membentuk negara Yahudi dengan mengeksploitasi simbol-simbol keagamaan demi legitimasi politik.

Sejak 1948, Israel telah mengusir lebih dari 700.000 warga Palestina dari tanah mereka dalam peristiwa Nakba. Operasi militer brutal, penghancuran rumah-rumah, dan blokade ekonomi hingga hari ini menyebabkan penderitaan panjang rakyat Palestina. Amnesty International dan Human Rights Watch menyebut Israel sebagai rezim apartheid yang mempraktikkan segregasi rasial terhadap warga Palestina.

Israel berusaha menutupi tindakan kolonialisasi dan pencaplokan tanah dengan narasi keagamaan. Alasan “mengembalikan Tanah Perjanjian” dijadikan pembenaran terhadap ekspansi ilegal pemukiman Yahudi, padahal tindakan itu melanggar resolusi PBB, termasuk Resolusi 242 dan 338 yang menuntut Israel menarik diri dari wilayah pendudukan.

Setiap kali terjadi konflik, Israel menggunakan kekuatan militer secara tidak proporsional. Serangan ke Jalur Gaza, seperti pada tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021, menewaskan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan. Amnesty International menyebut banyak serangan itu sebagai “kejahatan perang” karena dilakukan secara sembarangan dan menargetkan fasilitas sipil.

Baca Juga: Zionis: Tentara Cengeng di Balik Bom Fosfor

Israel secara sistematis melanggar Konvensi Jenewa Keempat, terutama pasal yang melindungi warga sipil di wilayah konflik. Pembangunan tembok pemisah, blokade Gaza, dan pemindahan paksa warga Palestina dikategorikan sebagai kejahatan oleh Mahkamah Internasional (ICJ).

Israel mengadopsi Undang-Undang Negara-Bangsa Yahudi pada 2018 yang menyatakan hanya orang Yahudi yang berhak menentukan nasib bangsa. Hal ini secara resmi mendiskriminasi warga non-Yahudi, terutama Arab-Palestina, dalam aspek politik, ekonomi, dan budaya.

Banyak jurnalis Palestina tewas atau ditahan karena memberitakan kejahatan Israel. Kasus pembunuhan jurnalis Al-Jazeera, Shireen Abu Akleh, oleh tentara Israel pada 2022, adalah contoh nyata bagaimana Israel menargetkan pembawa informasi untuk mengaburkan kebenaran dari dunia.

Israel secara aktif memanipulasi narasi di media internasional melalui lobi besar seperti AIPAC dan kampanye disinformasi. Media arus utama sering menggambarkan Israel sebagai pihak yang “membela diri”, padahal data menunjukkan bahwa mayoritas korban berasal dari pihak Palestina, khususnya warga sipil.

Baca Juga: ​Israel Takut Batu, Amerika Takut Kebenaran

Israel mendapat sokongan dana militer lebih dari $3,8 miliar per tahun dari Amerika Serikat. Ini menjadikan Israel sebagai negara penerima bantuan militer terbesar dari AS. Bantuan tersebut memperkuat arogansi militer Israel dan menjadikan mereka tak tersentuh hukum internasional.

Israel menggunakan agama sebagai alat politisasi, padahal banyak komunitas Yahudi seperti Neturei Karta menolak pendirian negara Israel karena dianggap bertentangan dengan ajaran Taurat. Mereka menyatakan bahwa Zionisme telah merusak nilai-nilai keimanan Yahudi yang sejati.

Israel terus melakukan pelanggaran di Masjid Al-Aqsha, situs suci umat Islam. Provokasi, pembatasan akses, dan penyerbuan oleh pasukan Israel merupakan bentuk agresi terhadap simbol kesucian Islam. Ini menunjukkan kemunafikan rezim yang mengklaim diri sebagai “kudus” namun tak menghargai tempat ibadah agama lain.

Israel secara sistematis menghapus jejak sejarah dan budaya Palestina. Banyak situs bersejarah dihancurkan atau diubah narasinya. Buku pelajaran Israel bahkan menggambarkan Palestina seolah tak pernah ada, sebagai bentuk dehumanisasi identitas bangsa tertindas.

Baca Juga: 15 Kejahatan Zionis Yahudi Dari Masa Ke Masa

Ribuan warga Palestina, termasuk anak-anak, ditahan tanpa pengadilan melalui kebijakan “administrative detention”. Mereka sering disiksa selama interogasi, dilarang bertemu pengacara, dan dipaksa mengaku hal-hal yang tidak mereka lakukan.

Israel mengklaim sebagai satu-satunya “demokrasi” di Timur Tengah, namun memperlakukan warga Arab sebagai kelas dua. Tidak ada persamaan hak dalam pemilihan, akses lahan, hingga pendidikan. Hal ini menjadikan demokrasi Israel sebagai ilusi, bukan kenyataan.

Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa Israel bukan negara suci, melainkan entitas kolonial modern yang menyamar sebagai negara agama. Dunia Islam dan komunitas kemanusiaan global harus bersatu menentang penjajahan ini, melalui diplomasi, pendidikan, dan advokasi keadilan bagi Palestina yang tertindas.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Silaturahim dengan Sulaturahmi, Ternyata Berbeda Makna

 

Rekomendasi untuk Anda