Kelompok hak asasi manusia Israel, B’Tselem, merilis sebuah laporan baru yang merinci pengiriman limbah sampah Israel ke fasilitas-fasilitas pengolahan di Tepi Barat yang diduduki negara Yahudi itu. Tindakan itu melanggar hukum internasional.
Menurut laporan yang dirilis Selasa, 5 Desember 2017, Israel telah mendirikan setidaknya 15 fasilitas pengolahan limbah di Tepi Barat untuk mendaur ulang limbah yang sebagian besar diproduksi di Israel.
Enam dari fasilitas proses limbah berbahaya menimbulkan risiko kesehatan dan lingkungan yang serius bagi masyarakat sekitar Palestina.
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
Laporan tersebut merinci lima fasilitas Israel di Tepi Barat yang menangani limbah dari wilayah Israel, empat di antaranya menangani limbah berbahaya, termasuk limbah biologis dan medis, limbah pelarut dari industri farmasi dan kimia, limbah minyak, limbah elektronik dan logam.
“Israel telah mengubah Tepi Barat menjadi tempat pembuangan sampah,” kata Adam Aloni, seorang peneliti B’Tselem dan penulis laporan tersebut.
“Zona Pengorbanan”
Menurut B’Tselem, Israel menghasilkan sekitar 350.000 metrik ton limbah berbahaya setiap tahunnya.
Baca Juga: Tentara Israel Mundur dari Kota Lebanon Selatan
Peraturan lingkungan Israel membuat biaya operasi untuk fasilitas pengolahan limbah begitu tinggi, sehinga mendorong otoritas Yahudi itu “mencari daerah pengorbanan” yang tidak dapat dibatalkan karena gangguan kerusakan atau pengabaian terhadap lingkungan.
Israel menemukan apa yang dibutuhkannya di Tepi Barat yang diduduki. Israel telah menyalahgunakan statusnya sebagai pihak pendudukan. Sementara orang-orang Palestina yang wilayahnya disalahgunakan, tidak memiliki hak untuk menentang kebijakan Israel yang secara langsung mempengaruhi mereka.
“Di saat Israel meningkatkan jumlah limbah yang tercipta, ia mengalihkan risiko dan polutannya ke lingkungan dan tanah Palestina,” kata Aloni.
Di Tepi Barat yang telah diperintah oleh undang-undang militer Israel sejak 1967, Israel dapat melonggarkan kebijakan lingkungannya untuk memungkinkan fasilitas limbah beroperasi lebih murah.
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
“Karena penanaman ini dibebaskan dari pencatatan atau lapran dampak eksternalnya, tidak ada informasi yang dikumpulkan sama sekali mengenai jenis dan jumlah polutan, bagaimana penanganannya, tujuan pemompaan air limbah, atau jumlah dan tujuan produk sampingan berbahayanya,” kata laporan tersebut.
Pada saat yang sama, Israel telah melarang masyarakat Palestina untuk membangun infrastruktur penting, termasuk fasilitas pengolahan limbah.
Israel menggunakan wilayah tersebut seolah-olah itu adalah milik mereka sendiri. Itu adalah penggambaran secara de facto bahwa pembangunan Palestina secara bersamaan telah “lumpuh” oleh pendudukan Israel.
Kepala Penelitian Lapangan di B’Tselem Karem Jubaren mengatakan bahwa masyarakat Palestina di dekatnya belum diberi tahu tentang limbah jenis apa yang sedang dibuang di zona industri itu.
Baca Juga: PBB Adopsi Resolusi Dukung UNRWA dan Gencatan Senjata di Gaza
Sementara itu, warga Palestina yang berada di dekat kawasan industri mengeluhkan bau tak sedap dan penyakit pernafasan.
Seorang penduduk salah satu komunitas ini mengatakan kepada wartawan Al Jazeera bahwa dia “terlalu takut untuk berbicara” tentang dugaan akibatnya.
Pengalihan risiko lingkungan dan kesehatan Israel untuk mengatasi limbah berbahayanya terhadap masyarakat Palestina, merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan pencabutan dan pencaplokan yang telah dilakukan di Tepi Barat selama lima puluh tahun terakhir.
“Israel mengeksploitasi Tepi Barat demi keuntungannya sendiri, mengabaikan kebutuhan orang-orang Palestina hampir seluruhnya, dan merugikan baik mereka maupun lingkungan mereka,” kata Jubaren. (A/RI-1/P1)
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
Sumber: tulisan Jaclynn Ashly di Al Jazeera
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga