Oleh Imaam Yakhsyallah Mansur
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
…، وَلَوْلَا دَفْعُ ٱللَّهِ ٱلنَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍۢ لَّفَسَدَتِ ٱلْأَرْضُ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ ذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلْعَٰلَمِينَ (البقرة [٢]: ٢٥١)
Baca Juga: Mengapa Harus Hadir di Majlis Taklim? Inilah 5 Keutamaannya yang Wajib Diketahui
“…, Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas seluruh alam.” (QS Al-Baqarah [2]: 251)
Dalam tafsir Al-Muyaasar dijelaskan, ayat di atas menunjukkan bukti bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan sunnah-Nya di muka bumi dengan menjadikan konflik di antara manusia sebagai sarana untuk mencegah kezaliman menyebar. Melalui sunnah-Nya itu, Allah Ta’ala menjaga keseimbangan dunia dan mencegah kerusakan besar terjadi.
Ayat di atas menunjukkan hikmah dari adanya perselisihan dan konflik di antara manusia. Dengan adanya kelompok yang menahan kedzaliman kelompok lain, keseimbangan dunia tetap terjaga. Dengan sunnah-Nya berupa keberimbangan tersebut, kedzaliman suatu kaum akan dibalas oleh kaum lainnya sehingga bumi akan tercegah dari kerusakan yang lebih besar.
Sunnah (ketentuan) tersebut adalah bukti kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya. Dia menjaga bumi ini dengan cara yang tidak disadari oleh manusia, yakni melalui pergantian kekuasaan, konflik, atau bahkan peperangan yang pada hakikatnya membawa kebaikan, yakni menghilangkan kedzaliman.
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman
Penulis berpendapat, ayat di atas relevan dengan situasi saat ini, yaitu perseteruan antara Israel dan Iran, dua kekuatan besar di kawasan Timur Tengah. Meskipun konflik tampak destruktif, kehadiran kekuatan Iran telah menunjukkan bahwa mereka bisa membalas serangan Israel dengan sepadan.
Serangan balasan Iran terhadap Israel sejatinya adalah alat untuk membatasi kedzaliman yang lebih besar negara Zionis itu atas aksi genosida di Gaza, sekaligus memberikan harapan bagi balasan atas kedzaliman itu tetap ada.
Masa Depan Israel Pascaserangan Iran
Serangan balasan Iran terhadap Israel tidak hanya menjadi ancaman fisik, tetapi juga mengundang spekulasi tentang masa depan negara Zionis tersebut dalam menjaga keberlanjutan politik, keamanan, dan ekonominya di kawasan yang terus bergolak.
Baca Juga: Mengakui Negara Israel Dalam Prespektif UUD 1945
Ketegangan itu menciptakan tantangan baru yang berpotensi mengubah peta kekuatan regional, khususnya jika konflik tersebut terus berkembang menjadi perang besar.
Dalam analisis para pakar Israel sendiri, seperti yang dikemukakan oleh Amos Yadlin dalam buku “Israel’s National Security Challenges”, serangan Iran telah menjadi alarm bagi Israel untuk mengevaluasi sistem keamanan dan kenerja para prajurit militernya.
Israel telah lama mengandalkan teknologi tinggi dan intelijen canggih sebagai penopang utama keamanan nasionalnya. Namun, serangan langsung dari Iran menunjukkan bahwa sistem pertahanan mereka, meskipun sangat maju, tidak kebal terhadap ancaman baru yang semakin kompleks, seperti rudal balistik presisi dan drone berteknologi tinggi.
Sementara itu, analis Eropa seperti Peter Jenkins dalam buku “Iran and the West: A Critical Perspective” menyoroti bahwa serangan ini adalah respons terhadap kebijakan Israel yang sering dianggap provokatif di kawasan.
Baca Juga: Hidup Hanya Sekali, Jadikan Bermakna di Sisi Allah
Bagi Iran, tindakan ini adalah bagian dari strategi untuk menyeimbangkan kekuatan di Timur Tengah dan menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melawan dominasi Israel.
Serangan Iran menjadi bukti bahwa tekanan Israel terhadap negara itu, seperti penghancuran instalasi nuklir dan dukungan terhadap kelompok-kelompok anti-pemerintah Iran telah memunculkan konsekuensi serius, yaitu kehancuran bagi negeri penjajah itu sendiri.
Di sisi lain, beberapa pakar Timur Tengah, seperti Abdulaziz Sager dalam “The Gulf and the Geopolitics of the Middle East” mengingatkan bahwa konflik ini juga akan berdampak pada hubungan Israel dengan negara-negara Arab.
Meskipun terdapat kemajuan dalam normalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Teluk melalui Abraham Accords, eskalasi konflik dengan Iran dapat memengaruhi stabilitas aliansi merekai. Banyak negara Teluk mungkin melihat Israel sebagai pihak provokator yang pada akhirnya dapat merusak hubungan diplomatik yang baru saja terjalin.
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
Dari perspektif keamanan domestik, Israel menghadapi dilema besar. Serangan Iran telah menciptakan rasa tidak aman di kalangan masyarakat Israel. Analis seperti Efraim Inbar dalam “Israel’s Security and Its Arab Neighbors” menekankan bahwa Israel perlu meningkatkan keamanan dalam negeri sambil mengelola hubungan eksternal yang penuh ketegangan.
Situasi kacau di dalam negeri Israel juga berpotensi memperburuk ketidakpuasan warga di dalam negeri, terutama jika masyarakat merasa pemerintah tidak mampu memberikan rasa aman yang memadai kepada mereka.
Selain itu, dampak ekonomi dari konflik ini juga menjadi perhatian utama. Serangan Iran terhadap infrastruktur strategis tentu sangat mengganggu perekonomian Israel yang bergantung pada sektor teknologi tinggi dan perdagangan internasional.
Dalam buku “Economic Consequences of Wars in the Middle East”, Charles Tripp menunjukkan bahwa konflik berkepanjangan cenderung melemahkan ekonomi negara yang terlibat, bahkan jika negara tersebut memiliki sistem ekonomi yang bergantung pada perdagangan, pariwisata dan partisipasi dunia luar.
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
Dari sudut pandang internasional, serangan Iran telah memunculkan kekhawatiran di kalangan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Para analis seperti Trita Parsi dalam “Losing an Enemy: Obama, Iran, and the Triumph of Diplomacy” menyoroti bahwa konflik ini dapat memperumit upaya diplomasi internasional yang bertujuan mengurangi ketegangan di kawasan.
Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel, menghadapi dilema antara mendukung Israel atau akan mengutamakan langkah mencegah eskalasi yang lebih luas.
Pakar lain seperti Vali Nasr dalam “The Shia Revival: How Conflicts within Islam Will Shape the Future” mencatat bahwa serangan balasan Iran menjadi gambaran dari kebangkitan kekuatan Iran.
Kebangkitan ini tidak hanya menantang Israel, tetapi juga mengancam dominasi negara-negara Arab di sekitarnya.
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya
Bagi Israel, tantangan terbesar saat ini adalah mempertahankan stabilitas domestik di tengah tekanan yang terus meningkat dari berbagai pihak. Selain menghadapi ancaman langsung dari Iran, Israel juga dituntut untuk mencegah isolasi di kancah global.
Perbandingan Kekuatan Militer Iran vs Israel
PBB Salahkan Israel dan Negara Pendukung Israel
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, pada 12 Juni 2025 menyampaikan pidatonya, mengutuk serangan Israel terhadap instalasi nuklir Iran, yang dinilai tidak hanya melanggar hukum internasional tetapi juga meningkatkan risiko ketegangan di kawasan.
Baca Juga: Pesan Surah As-Syuraa: Persatuan Bukti Keimanan, Perpecahan Bukti Kemusyrikan
Guterres menyalahkan Israel dan menyatakan, serangan itu menambah ketidakstabilan yang semakin memanas. Ia menekankan bahwa tindakan itu hanya akan memperburuk situasi yang ada dan merusak upaya diplomasi yang selama ini diupayakan oleh berbagai pihak. Dampak itu tidak hanya dirasakan dalam aspek politik dan keamanan, tetapi juga berimbas pada stabilitas ekonomi dunia.
Timur Tengah merupakan salah satu pusat utama produksi minyak dunia. Selain itu, ketegangan ini juga berpotensi memperburuk krisis kemanusiaan di negara-negara sekitar yang sudah mengalami penderitaan akibat konflik berkepanjangan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan juga memberikan komentar keras atas serangan tersebut. Ia menyatakan bahwa tindakan Israel merupakan bentuk provokasi yang dapat merusak perdamaian Kawasan dan dunia.
Erdoğan menegaskan bahwa Turki mendukung Iran dalam mempertahankan kedaulatannya dan berhak mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai sesuai perjanjian internasional.
Baca Juga: Bacalah: Perintah Ilahi yang Mengubah Dunia
Sementara itu, Arab Saudi yang selama ini dikenal memiliki hubungan yang dinamis dengan Iran, mengejutkan dunia dengan pernyataan dukungannya terhadap Iran dalam situasi ini. Dalam pernyataan resmi, Riyadh menyebutkan bahwa serangan Israel terhadap instalasi nuklir Iran adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan berpotensi menciptakan ketidakstabilan kawasan Timur Tengah.
Meski terdapat perbedaan pandangan dengan Teheran dalam berbagai isu, Arab Saudi menegaskan bahwa penghormatan terhadap kedaulatan negara adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi.
Negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga diharapkan untuk mengambil peran lebih nyata dalam menanggapi situasi ini. Selain mengecam tindakan Israel, OKI memiliki tanggung jawab moral dan strategis untuk mencegah provokasi lebih lanjut, tidak hanya terhadap Iran tetapi juga terhadap Palestina.
Provokasi dan kejahatan yang terus dilakukan Israel di Palestina, seperti genosida di Gaza, pengusiran warga Tepi Barat, pembangunan permukiman ilegal, dan serangan terhadap Masjid Al-Aqsa, memerlukan respons yang lebih tegas dan terkoordinasi dari OKI.
Baca Juga: Tiga Godaan Lelaki: Ujian Harta, Fitnah Wanita, dan Ambisi Takhta
Dukungan politik, ekonomi, dan diplomatik yang riil dari negara-negara OKI dapat menjadi kekuatan kolektif untuk menekan Israel dan memastikan bahwa hak-hak rakyat Palestina terlindungi. Soliditas dan tindakan konkret dari OKI sangat dinantikan dalam mewujudkan perdamaian yang berkeadilan di kawasan.
Indonesia dipandang oleh banyak pihak mampu memimpin inisiatif untuk menggalang dukungan dari negara-negara Global South, sehingga tekanan terhadap Israel dapat diperkuat melalui langkah diplomatik maupun sanksi internasional.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Prabowo menegaskan bahwa kesatuan umat Muslim menjadi kunci dalam menghapus dominasi dan kezaliman yang dilakukan oleh rezim Zionis Israel. Sikap ini juga menjadi pengingat bahwa solidaritas negara-negara Muslim merupakan kekuatan strategis dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina.
Lebih dari itu, Indonesia juga bisa memanfaatkan kekuatan masyarakat sipil dan media untuk membentuk opini publik global mengenai isu Palestina. Melalui kampanye digital dan gerakan solidaritas yang masif, Indonesia berhasil meningkatkan kesadaran internasional akan pentingnya mendukung hak-hak rakyat Palestina.
Dengan sinergi antara diplomasi pemerintah dan kekuatan masyarakat, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi inisiator perdamaian yang efektif di kawasan Timur Tengah dan memberikan harapan nyata bagi rakyat Palestina.
Terlepas dari itu semua, peperangan hanya akan mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak, baik yang menang, apalagi yang kalah. Hal itu diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala ketika mengungkapkan ucapan Ratu Balqis (QS An-Naml [27]: 34).
قَالَتْ إِنَّ ٱلْمُلُوكَ إِذَا دَخَلُوا۟ قَرْيَةً أَفْسَدُوهَا وَجَعَلُوٓا۟ أَعِزَّةَ أَهْلِهَآ أَذِلَّةً ۖ وَكَذَٰلِكَ يَفْعَلُونَ (النمل [٢٧]: ٣٤)
“Sesungguhnya raja-raja apabila memasuki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina; dan demikian pulalah yang akan mereka perbuat.”
Oleh karena itu, Islam sangat menekankan agar semua permasalahan semaksimal mungkin dapat diselesaikan dengan damai, tanpa ada pertumpahan darah, sebagaimana yang difirmankan Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surah Al-Anfal [8]: 61.
وَإِن جَنَحُوا۟ لِلسَّلْمِ فَٱجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ (الانفال [٨]: ٦١)
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِالصَّوَابِ