Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Izzuddin bin Abdissalam, Sultan Para Ulama yang Menginspirasi Perjuangan Melawan Penjajahan

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 38 menit yang lalu

38 menit yang lalu

8 Views

Makam Izzuddin bin Abdissalam lahir pada tahun 1181 M di Damaskus, Suriah

Izzuddin bin Abdissalam lahir pada tahun 1181 M di Damaskus, Suriah. Ia tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan keilmuan Islam, sehingga sejak kecil ia menunjukkan kecerdasan dan semangat belajar yang luar biasa. Nama lengkapnya adalah Abdul Aziz bin Abdussalam As-Sulami, namun ia lebih dikenal dengan gelar kehormatan “Sultan Para Ulama.”

Sebagai seorang yang haus ilmu, Izzuddin menuntut ilmu dari ulama-ulama terkemuka di zamannya. Ia mempelajari berbagai disiplin ilmu Islam seperti tafsir, fikih, hadis, ushul fikih, dan ilmu kalam. Di antara guru-gurunya adalah tokoh-tokoh besar seperti Imam Fakhruddin bin Asakir, yang membimbingnya mendalami ilmu hadis dan akidah.

Izzuddin dikenal sebagai seorang ahli fikih mazhab Syafi’i yang mumpuni. Karyanya dalam bidang fikih banyak dijadikan rujukan oleh ulama setelahnya. Ia memiliki kemampuan untuk menjelaskan persoalan-persoalan fikih yang kompleks dengan sangat jelas dan sistematis, sehingga banyak murid dan ulama sezamannya kagum padanya.

Sejak muda, Izzuddin dikenal sebagai ulama yang peduli pada kondisi umat Islam. Ia sering mengkritik penguasa yang zalim dan kebijakan yang merugikan rakyat. Baginya, keadilan sosial adalah prinsip utama yang harus dijunjung tinggi dalam pemerintahan Islam.

Baca Juga: Sheikh Raed Salah: Penjaga Al-Aqsa dan Ikon Perlawanan Palestina di Zaman Kontemporer

Hijrah ke Mesir

Pada tahun 1229 M, Izzuddin meninggalkan Damaskus karena perbedaan pandangan dengan penguasa lokal yang korup. Ia hijrah ke Mesir yang saat itu dipimpin oleh Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi. Di Mesir, ia mendapatkan tempat terhormat dan diangkat sebagai qadhi (hakim) oleh Sultan Al-Malik As-Salih.

Julukan “Sultan Para Ulama” disematkan kepada Izzuddin karena keberaniannya dalam menegakkan kebenaran. Ia tidak segan-segan menegur penguasa yang bertindak sewenang-wenang, bahkan Sultan sekalipun. Keberanian dan keilmuannya membuatnya dihormati oleh rakyat dan ditakuti oleh penguasa yang zalim.

Pada masa itu, dunia Islam menghadapi ancaman besar dari penjajah, termasuk pasukan Salib. Izzuddin memainkan peran penting dalam memberikan legitimasi syariah bagi perjuangan melawan penjajahan. Ia mengeluarkan fatwa-fatwa yang membakar semangat jihad umat Islam.

Baca Juga: Nelson Mandela, Pejuang Kemanusiaan dan Pembela Palestina

Selain dalam bidang politik dan perjuangan, Izzuddin juga memberikan perhatian besar pada reformasi ekonomi. Ia mendorong penghapusan praktik-praktik ekonomi yang tidak adil, seperti monopoli dan penimbunan. Ia juga mendukung distribusi kekayaan yang lebih merata untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Salah satu pemikiran revolusioner Izzuddin adalah pandangannya tentang kebebasan individu. Ia menekankan bahwa setiap manusia, baik kaya maupun miskin, memiliki hak dan martabat yang sama di hadapan Allah dan hukum Islam. Pemikiran ini menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah peradaban Islam.

Karya-Karya Besar

Izzuddin meninggalkan banyak karya monumental, di antaranya Qawaid al-Ahkam fi Masalih al-Anam, yang membahas prinsip-prinsip hukum Islam dan hubungannya dengan kemaslahatan umat. Karya ini menjadi rujukan penting dalam bidang ushul fikih dan maqashid syariah.

Baca Juga: Kisah Muchdir, Rela tak Kuliah Demi Merintis Kampung Muhajirun

Salah satu kisah yang paling dikenang dari Izzuddin adalah keberaniannya menentang Sultan Al-Malik As-Salih yang menjual jabatan kepada orang-orang kaya. Izzuddin dengan tegas mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk penghianatan terhadap syariah dan rakyat.

Meskipun sering menghadapi tekanan dan ancaman dari penguasa, Izzuddin tetap konsisten memegang prinsipnya. Ia bahkan bersedia kehilangan jabatan dan kedudukan demi menegakkan kebenaran. Keteguhan hatinya ini menjadi inspirasi bagi generasi ulama setelahnya.

Izzuddin juga aktif dalam dunia pendidikan. Ia mendirikan madrasah-madrasah yang berfokus pada pengajaran ilmu syariah dan akhlak. Ia ingin memastikan bahwa generasi mendatang memiliki pemahaman Islam yang benar dan mampu memimpin umat ke arah yang lebih baik.

Adapun di antara murid-muridnya adalah tokoh-tokoh besar seperti Imam Al-Qarafi dan Imam Al-Isnawi, yang melanjutkan perjuangannya dalam bidang ilmu dan dakwah. Para muridnya ini membawa ajarannya ke berbagai penjuru dunia Islam.

Baca Juga: Bashar Assad Akhir Rezim Suriah yang Berkuasa Separuh Abad

Di Antara Kata-kata Bijaknya yang Fenomenal

Izzuddin bin Abdissalam dikenal sebagai ulama yang tidak hanya ahli dalam ilmu, tetapi juga memiliki kata-kata bijak yang penuh hikmah dan refleksi mendalam. Beberapa ungkapan fenomenal yang disandarkan padanya antara lain:

“Janganlah engkau takut kepada penguasa, karena kekuasaan mereka hanyalah sementara, sedangkan kekuasaan Allah adalah abadi.”
Kata-kata ini mencerminkan keberanian Izzuddin dalam menegur para penguasa zalim tanpa takut kehilangan nyawanya atau kedudukannya.

“Hidup adalah perjuangan untuk menegakkan kebenaran, meski itu berarti kau harus berdiri sendiri.”
Ungkapan ini menegaskan pentingnya keteguhan hati dalam memegang prinsip, meskipun harus menghadapi tekanan atau kesendirian.

Baca Juga: Nama-nama Perempuan Pejuang Palestina

“Ilmu yang tidak diamalkan ibarat pohon yang tidak berbuah.”
Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa ilmu tidak hanya untuk diketahui, tetapi harus diwujudkan dalam amal dan tindakan nyata.

“Keberanian sejati adalah berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.”
Kata-kata ini menunjukkan komitmen Izzuddin terhadap keadilan dan kebenaran, bahkan dalam situasi yang paling berbahaya sekalipun.

“Pemimpin yang adil adalah rahmat bagi rakyatnya, sedangkan pemimpin yang zalim adalah laknat bagi dirinya sendiri.”
Izzuddin menekankan pentingnya keadilan dalam kepemimpinan dan dampaknya bagi kehidupan masyarakat.

“Kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah, bukan pada kekayaan atau kedudukannya.”
Ungkapan ini menekankan nilai spiritual sebagai ukuran sejati kemuliaan manusia, bukan status duniawi.

Baca Juga: Sosok Abu Mohammed al-Jawlani, Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham

“Setiap langkah perjuangan harus dilandasi dengan niat yang ikhlas, karena tanpa keikhlasan, usaha hanyalah kesia-siaan.”
Izzuddin mengingatkan pentingnya niat yang murni dalam setiap tindakan, terutama dalam perjuangan di jalan Allah.

“Jangan biarkan harta dunia membutakan hatimu, karena dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara.”
Kata-kata ini mencerminkan pandangannya tentang zuhud, yaitu hidup sederhana tanpa terlalu terikat pada dunia.

Kata-kata bijaknya menunjukkan bahwa Izzuddin tidak hanya seorang ulama yang berilmu, tetapi juga seorang pemikir dan pejuang yang memiliki wawasan mendalam tentang kehidupan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Izzuddin wafat pada tahun 1262 M di Kairo, Mesir. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi umat Islam. Ribuan orang menghadiri pemakamannya, sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada ulama besar yang telah mendedikasikan hidupnya untuk Islam.

Baca Juga: Abah Muhsin, Pendekar yang Bersumpah Jihad Melawan Komunis

Hingga kini, pemikiran dan perjuangan Izzuddin bin Abdissalam tetap relevan. Ia adalah simbol keberanian, keilmuan, dan pengabdian kepada agama. Julukan “Sultan Para Ulama” bukan sekadar gelar, melainkan cerminan dari perannya sebagai pemimpin umat yang sejati.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Baca Juga: Pangeran Diponegoro: Pemimpin Karismatik yang Menginspirasi Perjuangan Nusantara

Rekomendasi untuk Anda

Afrika
Indonesia
Indonesia
MINA Sport